TEAM: 40: ISSUES

302 47 3
                                    

maaf tadi kesalahan teknis T_T semoga belum pada baca ya wkwk #malubgt

HAPPY READING

...

"Adly udah ke sini kan?"

Sore ini, Richo mengunjungi dokter psikolog, Elegi Wijaya---sahabat dekatnya sewaktu SMA. Setelah mendengar dari Radya kalau Adly dibawa ke psikolog, Richo langsung tertarik mengunjungi Elegi dan menanyakan keadaan lelaki itu. Sedikit lega karena pada akhirnya anak remaja itu mengaku butuh bantuan dan menemui psikolog, kebetulan itu sarannya ketika mereka bertemu di rumah sakit dulu.

"Udah. Dia udah dua kali ke sini," jawab dokter Elegi.

"Trus gimana? Ada---sesuatu?"

Psikolog itu memutar kursinya dan menatap malas ke arah Richo. "Kamu tahu nggak sih ada yang namanya kode etik di dunia ini? Nggak sopan nanyain pasienku."

"Ya elah, lo pikir gue nggak tahu apa yang terjadi sama Adly?"

"Everybody knows it, zaman udah canggih. Kamu bisa lihat media." Dokter Elegi tersenyum.

"That's the point, dude. Gue harus tahu apa yang terjadi dengan dia sebelum terjadi hal-hal yang nggak diinginkan," Richo mengetuk meja dengan telunjuk membuat senyum sahabatnya pudar. "Gue diamanahin Kak Raya, jadi ini juga termasuk job gue."

Akhirnya dokter Elegi mengembuskan napas panjang. "Adly belum cerita apa pun. Dia juga nolak tes lab atau ditanya-tanya. Dia nggak mau didiagnose."

Richo mengernyit. "Trus waktu itu dia kambuh dianterin Radya gimana?"

"Dia cuma datang ke sini dan nggak cerita apa pun. Mungkin dia merasa aman di sini. Tapi tetap nolak ditanya lebih dalam," jawab Elegi. "Dia butuh waktu, Ric. Nggak semua orang gampang datang ke sini dan cerita. Tapi seenggaknya, dengan dia kepikiran datang ke psikolog saat merasa ada yang salah udah termasuk langkah yang tepat. Kita harus ngerti, dia belum siap."

Richo paham apa yang dikatakan sahabatnya itu. Pasti Adly juga belum siap duduk berjam-jam di ruangan itu dan mengulang semua kenangan buruk. Bertemu Radya saja sudah membuatnya kehilangan kendali, apa lagi harus mengulang kejadian traumatis. Adly juga bukan orang yang mudah diajak bicara. Menggali perasaannya tentu butuh waktu lama.

"Lo nggak usah ketemu Adly atau Raya. Lo nggak lihat dia setrauma itu ketemu lo? Lo tuh harusnya terima kasih, masih untung Reno nggak nyebarin kelakuan minus lo ke media. Karir lo masih aman."

Begitu kata Richo setelah menemui Radya, sepupunya yang nekat menguntit Adly demi mendapat simpati lelaki itu.

"Ngatain kelakuan gue minus, lo sendiri lebih minus," balas Radya.

"Heh, jaga mulut lo ya!" Richo mengerling sinis.

"Coba lihat, emang lo udah bawa anak lo ke keluarga besar? Nggak berani kan?"

Dan itu juga yang membuat Richo tak mau lagi menarik konversasi panjang dengan Radya. Richo memang belum pernah membawa Prity ke keluarga besar karena takut mereka belum menerimanya. Setelah kesalahan di masa lalu, Richo berusaha keras agar dia dimaafkan dan bisa percaya diri memperkenalkan Prity sebagai anaknya pada mereka. Toh, dia sudah mengejar pendidikan tinggi dan memegang salah satu perusahaan keluarga sesuai aturan keluarga.

Richo berencana mendaftarkan Prity sebagai pewaris perusahaannya. Itu yang dia pikirkan untuk bisa menebus kesalahannya pada gadis itu.

Richo mampir ke SMA Bintang Favorit pulang sekolah. Memantau Prity seperti yang sering dia lakukan hampir setiap hari. Prity juga pasti tahu Richo membuntutinya, hanya tidak peduli saja.

Team II: Reach The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang