HAPPY READING
...
Keluarga Sevenor benar-benar mengalami kehancuran beruntun.
Apa yang diharapkan Aurelie, satu per satu menjadi kenyataan. Masa kejayaan keluarganya sudah berakhir di mana mereka resmi dapat peringatan dan pengawasan oleh Perlindungan Anak bahkan keluarga mereka diikut-sertakan dalam pertemuan mediasi setelah pertemuan di SMA Bintang Favorit. Kecaman dari masyarakat bersarang di mana saja menjadikan kepercayaan diri Sevenor runtuh karena tak ada lagi yang respect dengan mereka.
Di saat yang sama, Gerald juga dapat pemeriksaan karena kasus penyekapan anak remaja dan penyalah-gunaan hak beli pulau. Morgan yang melaporkannya. Tak hanya itu, Morgan juga menyelesaikan kasus balas-dendam keluarga Sevenor dan Nathanael dengan mengangkat kembali kasus yang tenggelam bertahun-tahun itu ke publik dan menjebloskan Nael ke dalam penjara. Selama dua hari, media dikejutkan dengan berita yang datang dari Sevenor; mulai dari masalah nepotisme, anak-anak yang didoktrin dan dituntut dalam akademis, berurusan dengan mafia dan menyekap anak remaja.
Pelan-pelan, Morgan mengakhiri semua perselisihan demi membersihkan namanya agar tak terlibat dengan Nael, itu juga demi menyelamatkan Sunny dan Arian.
Keluarga Sevenor jadi lebih sibuk minggu ini, sibuk klarifikasi dan membersihkan nama baik, menciptakan memori penting tentang betapa berprestasinya mereka walau hanya sebagian kecil orang-orang yang memperhatikan itu. Tentu netizen lebih fokus dengan kekacauan yang mereka buat dibanding prestasi.
Aurelie melirik Adnan yang masih belajar di balkon kamarnya. Lelaki itu sedang mempersiapkan pengajuan banding atas pencabutan kelulusannya di salah satu kampus bergengsi Ivy League. Mentornya bilang begitu sih, kalau Adnan masih punya peluang melanjutkan studi tanpa bantuan program PIN asal rekam jejaknya yang diusulkan sekolah nanti tidak mempersulit. Selain itu, ada kemungkinan lagi jika dia gagal dalam proses banding, dia akan mendaftar di kampus lain lagi.
Apakah ini perasaan bersalah? Aurelie bingung sendiri. Entah kenapa dia tiba-tiba merasa kasihan karena ulahnya, Adnan gagal meraih impian ke kampus bergengsi. Padahal dia tahu Adnan punya keinginan besar melanjutkan pendidikan di sana.
Ah, lagi pula dia melakukannya kan hanya untuk validasi keluarga. Menyebalkan.
Sisi buruk Aurelie menepis perasaan bersalah itu dan melanjutkan langkah ke kamarnya, sesaat merasa tertarik mengunjungi Jessy. Ingin tahu apa yang dilakukan gadis itu di saat-saat menyedihkan ini?
Oh, tentu saja dia tidak peduli. Lihatlah, gadis itu malah sibuk maskeran dan menggulung poninya sembari menonton film.
"Lo mau maskeran juga?" tanya Jessy. Dia memberikan sheet mask ke arah Aurelie yang hanya termenung di sana. "Pada kenapa sih lo semua? Kayak lagi berduka anjir. Boleh santai aja nggak?"
Aurel pun meraih sheet mask itu dan menatap Jessy. "Makasih ya, Jess."
"No prob."
"Maaf juga."
"Untuk apa?"
"Aku libatin kamu ... sampe keluar dari program PIN."
Jessy mendengkus. "Jadi lo mikirin itu? Duh, Rel. Gue emang dari awal nggak minat masuk program PIN kok. Bertahan di sana atau nggak, nggak ngaruh."
Aurel terdiam mendengarnya.
Menjelang ujian semester kenaikan kelas, Aurel menciptakan kenangan buruk di masa-masa akhir sekolahnya. Harusnya dia tidak merasa bersalah karena tahu sekeras apa pun menjaga, dia tetap akan melibatkan beberapa orang dalam ulahnya karena itulah konsekuensi. Dia tak bisa mencegahnya, tapi begitulah perasaannya bekerja ketika masalah ini berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Ficção AdolescenteSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...