HAPPY READING
...
Sebulan belakangan ini, ada beberapa kabar yang selalu dibicarakan dari mulut satu ke mulut lainnya dan ditanggapi random oleh sebagian besar murid SMA Bintang Favorit. Salah satu kabar yang dianggap kabar baik oleh mereka adalah kabar Pak Willy melamar Bu Rahma di ruang guru—di hadapan semua guru.
Kepala Sekolah yang ikut mendengar itu sebenarnya terharu karena dua guru dengan predikat guru favorite di sekolahnya benar-benar tunangan, terlepas dari berita fitnah yang menimpa mereka kemarin. Tapi mengingat ini di lingkungan sekolah, kepala sekolah pun enggan mendramatisir kabar itu dan menyuruh Bu Rahma dan Pak Will bersuka cita di luar sekolah nanti. Dia sangat serius untuk ini.
"Yah, saya nggak mau kabar ini mengecoh para murid, bu Rahma. Saya turut senang, tapi jangan mengganggu lingkungan sekolah. Mengerti?"
Bu Rahma berdecak. Coba saja kalau dia dijahili para guru yang iri dengan predikatnya, pasti Kepala Sekolah akan terhibur dan menganggap itu kabar baik. Bagi kepala sekolah, berita-berita baik memang hanya berasal dari segala hal yang berbau kompetisi.
"Tapi di pernikahan kalian nanti, jangan lupa ngundang saya ya. Hehe."
Dasar!
Di luar ruangan, Bu Rahma digoda para murid. Meski usianya sudah masuk usia nikah, bu Rahma tetap malu-malu kucing digoda mereka. Rasanya seperti kembali ke masa remaja yang masih digelitik seribu kupu-kupu dalam hatinya. Maklum, baru pertama kali dilamar.
Para guru berumur yang ngefans ketampanan Pak Willy juga ikut menggoda dengan wajah sewot ke arahnya.
"Duh, aduh, yang udah mau nikah. Ini pernikahannya bakal digelar mewah nggak yah? Sayang banget predikat guru favoritnya kalau pernikahannya cuma sederhana."
"Sekarang lagi zaman perselingkuhan lho, hati-hati bu Rahma. Pernikahan itu sifatnya sakral, nggak boleh main-main. Apa lagi Pak Willy itu masih muda, jangan sampe bikin Pak Willy bosan."
"Yang main-main juga siapa yah, bu?" tanya Bu Rahma dengan senyuman ramah. Meski dalam hatinya gedeg setengah mati.
"Ih, kok bu Rahma marah sih? Kan kita cuma ngasih tahu."
Ya Tuhan! Sudah senyum seimut ini pun sempat-sempatnya dianggap marah. Bisakah mulut mereka itu digunakan untuk makan yang enak-enak saja dibanding mencibir?
Bu Rahma pun terkekeh, mencairkan suasana. "Nggak marah kok. Terima kasih atas nasihatnya yah, bu-ibu. Nanti saya bagikan undangan kalau semua sudah selesai. Doakan kelancarannya saja."
Terserah mereka akan menanggapi bagaimana, Bu Rahma tak mau pedulikan lagi. Dia malah keluar dari ruang guru dan menghela napas panjang. Fiuh!
Ya, begitulah berita seputar sekolah. Beritanya biasa saja, tapi tanggapan mereka yang kadang mempengaruhi baik-buruknya berita itu. Seperti kabar olimpiade Internasional di mana perwakilannya Airin dan Adly. Tentu saja terjadi kontra karena mereka tak suka dengan Airin Clark dan menganggap gadis itu hanya akan jadi beban tim. Sejatinya, rival Adly yang paling terkenal dan dinanti-nantikan mereka adalah Aurel. Persaingan kedua orang itu sejak dulu selalu jadi tontonan terbaik oleh semua orang.
Adly tak pernah mendengar langsung orang yang mencibir Airin. Kadang hanya Prity yang sering melaporkan ada yang membicarakan Airin. Adly berharap bisa mendengar langsung agar dia tahu siapa saja yang membicarakan Airin di sekolah. Airin juga tidak pernah mengatakan apa-apa, mungkin karena dia tak ingin menambah masalah baru dan ingin fokus dengan olimpiade nanti.
Tapi dari caranya ingin bisa segala hal, bukannya sudah terlihat jelas kalau Airin ingin membuktikan pada semua orang dia bukanlah beban?
"Adly, mulai besok kamu sama Airin udah nggak bimbingan lagi kan? Kepala sekolah akan jadwalkan test ujian kalian besok di sekolah," ucap Bu Rahma. "Ibu harap kalian udah siap. Kalian tahu kan Kepala Sekolah itu gimana? Ibu percaya kok kalian bisa buktikan kalau kalian mampu di olimpiade nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Ficção AdolescenteSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...