HAPPY READING
...
Airin mengerucutkan bibir setelah keluar dari ruang bimbingan, langkahnya terayun pelan menunggu Adly memulai pembicaraan lebih dulu, tapi cowok itu hanya diam saja. Padahal kepala sekolah baru saja mengatakan mereka adalah rival. Apakah Adly setuju dengan itu? Karena kesal Adly tak juga mengajak bicara, Airin pun menghentikan langkah dan membalikkan tubuh.
"Heh, kita beneran jadi rival? Kok lo nggak protes sih?" tanya Airin.
Adly ikut menghentikan langkah dan menatap Airin. "Lo juga nggak protes kan?"
Airin terbata, bingung juga mau menjawab apa. Dia juga bingung apa yang harus dipermasalahkan. Mungkin karena Airin merasa status mereka itu bukan rival, makanya dia menginginkan pembelaan cowok itu.
"Kepala sekolah cuma ngetest kita doang tadi, dia mau lihat sejauh mana lo bisa kerjain soal sendiri tanpa bantuan gue. Kita cuma bangun peran sebagai rival di dalam ruangan," jawab Adly. Dia melangkah semakin dekat ke arah Airin membuat gadis itu bingung. "Lagian ... bukannya lo yah yang kemarin ngebet jadi rival gue?"
Oh, sial. Airin baru ingat betapa bodohnya dia kemarin mengatakan ingin menyaingi Adly dan bahkan melampaui peringkat cowok itu. Kalau dipikir lagi, waktu itu Airin punya kepercayaan diri yang tinggi mengatakannya. Sekarang setelah kepala sekolah menetapkan mereka jadi rival, dia malah ketar-ketir sendiri.
Adly semakin dekat, tatapannya mengunci membuat Airin berkacak pinggang, menghindari salah tingkah.
"Oke kalau gitu. Mulai sekarang kita bakal jadi rival."
Dasar anak bodoh. Padahal kan Adly sama sekali tak mengatakan kalau dia setuju dengan itu, kenapa jadi Airin sendiri yang membuat keputusan.
Adly pikir Airin tak serius mengatakannya, sampai Adly melihat gadis itu jadi makin absurd. Di kelas, dia menarik mejanya agar tak berdempetan dengan bangku Adly dan memasang tampang cemberut. Ketika jam istirahat, Airin lebih memilih makan dengan Jessy di mini market dan ... apa-apaan itu? Tiba-tiba saja dia mengambil susu kotak rasa strawberry ketimbang cokelat. Bahkan di rak sebelah, Adly sempat mendengar Jessy bertanya, "Tumben ngambil yang rasa stroberi, biasanya juga cokelat."
Oh, tak sampai di situ, dia bahkan belajar di perpustakaan menyusul Adly. Menumpahkan buku-buku di samping Adly dan menarik kursi, duduk di sana dan menoleh dengan senyuman sarkas, "Hai, rival. Gue boleh kan belajar di sini juga? Tenang aja, nggak bakal ganggu kok."
Kebetulan nada suaranya menyebalkan.
Adly hanya melirik sekilas lalu kembali dengan bacaannya. Membiarkan gadis itu melakukan semaunya sendiri.
Bisa dibilang ini pembentukan saingan teraneh dalam hidupnya, atau mungkin ini aksi protes Airin yang mengharapkan pembelaan Adly tentang peran mereka sebagai rival, sebentar ... apa Airin benar-benar tahu apa itu rival? Kenyataan kalau dia tak bisa menjaga jarak belajar dengan Adly membuatnya sedikit geli.
Sepertinya Airin lagi mode ngambek.
Walaupun kepalanya lurus menghadap buku, Adly menyempatkan waktu melirik apa yang dilakukan Airin. Lihatlah, gadis itu hanya membuka buku paketnya. Adly juga tak yakin kalau gadis itu fokus dengan bacaannya. Dia berlagak seperti orang yang sedang sibuk mengerjakan uji kompetensi, anehnya lagi gadis itu malah mengintip kunci jawabannya sebelum mengerjakan.
"Lo tahu nggak, kalau soal yang lo kerjain itu ada trik cepatnya?" ucap Adly seketika.
Airin yang ketahuan mengintip itu langsung mengembalikan halaman buku seperti semula dan mengembungkan pipi. Sepertinya sedang menyetting wajah cemberut lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
JugendliteraturSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...