•|| JUK-33

32K 2.7K 85
                                    

"Cinta tanpa pengorbanan itu tidak masuk akal."

Habib Muhammad bin Anies

.
.
.

Pagi ini cuaca begitu cerah di pondok pesantren Al Ikhlas dan terhitung 1 minggu berlalu sejak acara pengajian dadakan ala-ala Gus Fathan diselenggarakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini cuaca begitu cerah di pondok pesantren Al Ikhlas dan terhitung 1 minggu berlalu sejak acara pengajian dadakan ala-ala Gus Fathan diselenggarakan. Suara kicauan burung juga terdengar begitu merdu mengiringi kegiatan para penghuni pondok pesantren Al Ikhlas.

Saat ini di dapur ndalem juga tengah ramai dengan Umi Fatimah dan kedua menantunya yang tengah menyiapkan sarapan pagi.

"Udah mateng semua kan, Nduk?" tanya Umi Fatimah pada Zahra yang saat ini tengah membuat sup ayam.

Zahra mengangguk, "Alhamdulillah sampun sedoyo, Mi." (Alhamdulillah sudah semua, Mi)

Untuk Kaila sendiri hanya diberikan jatah pekerjaan yang ringan-ringan dan ini juga karena suaminya yang terlalu khawatir.

"Ya Allah, Um... Masa iya sih Kaila dari tadi malah ungkang-ungkang kaki kayak gini..." keluh Kaila yang merasa sangat bosan karena tugasnya juga sudah selesai sedari tadi.

Umi Fatimah dan Zahra yang melihat Kaila kebosanan hanya terkekeh geli.

"Inget loh Kai, kamu ndak boleh ngelawan suami. Mau durhaka sama mas bojomu?" goda Zahra sambil terkekeh senang.

Kaila mengerucutkan bibirnya karena saking kesalnya dengan Bapak Fathan YANG TERHORMAT. Umi Fatimah yang semula berdiri di samping Zahra, pada akhirnya melangkahkan kaki ke arah Kaila dan duduk manis di samping sang menantu.

Beliau mengelus lembut punggung tangan Kaila. Kaila yang semula masih terbawa akan perasaan kesalnya pada sang suami sampai dibuat menoleh ke arah ibu mertuanya.

"A-ada apa Umi?"

Senyuman manis ikut menghiasi wajah ayu perempuan yang hampir berusia setengah abad itu. Istri Gus Fathan ini bahkan sampai ikut tertular senyum manis Umi Fatimah.

"Kamu udah pernah ngerasain ngidam apa belum, Nduk??" Kaila menggeleng karena memang belum pernah merasakannya.

Tanpa diduga ternyata Umi Fatimah sudah menyiapkan sebuah ide jail untuk anak keduanya itu.

"Zahra sini, Nduk!" Umi Fatimah berbalik arah pada menantu sulungnya dan melambaikan tangan sebagai syarat supaya perempuan muda itu juga ikut mendekat.

"Ada apa, Mi?"

Senyuman manis Umi Fatimah kembali terukir dan tangan beliau juga ikut menepuk tempat kosong di samping kirinya, karena yang kanan sudah ditempati oleh Kaila.

Jodoh Untuk Kaila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang