Dion menatap perempuan yang berbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit. Sudah tiga jam dari semenjak dibawa ke sini dan belum ada tanda-tanda akan siuman. Dokter dan suster yang memeriksa mengatakan, tidak ada luka serius yang membuat kuatir. Kalau begitu, kenapa perempuan ini belum bangun juga? Apakah ada yang salah dengan tubuhnya?
Malam ini ia pulang dari rumah Grifin, siapa sangka akan menabrak seorang perempuan yang menyeberang dengan sembrono. Perempuan itu langsung tidak sadarkan diri dari pertama kali terguling di atas aspal sampai sekarang. Meskipun Dion merasa ini bukan salahnya, tak urung merasa bertanggung jawab. Tidak mungkin membiarkan perempuan penuh luka terbaring di jalan. Ia tidak takut polisi, hanya takut hati nurani akan menbebani.
**
Dikaryakarsa sudah bab 20Ia melihat ransel kecil yang tergeletak di samping ranjang. Sepertinya milik perempuan itu. Tidak adaponsel atau alat komunikasi lain. Merasa aneh karena jaman sekarang ada orang bepergian tanpa ponsel. Bukankah bagi banyak orang, ponsel justru lebih penting dari identitas diri?
Siapa perempuan ini? Kenapa berada di tengah jalan saat hampir tengah malam dengan tubuh lebam? Dokter mengatakan kalau luka-luka di tubuh perempuan itu sepertinya hasil dari tindak kekerasan. Siapa yang tega menganiaya perempuna lemah? Tidak mungkin seorang laki-laki bukan? Karena menurutnya, laki-laki sejati tidak akan memukul perempuan.
"Eeh, sakit ...."
Dion tersentak dari lamunan, bergegas ke samping ranjang. "Kamu sudah sadar?"
Perempuan itu merintih pelan dengan mata tertutup, sepertinya merasa kesakita. Dion memegang lengannya.
"Sabar, aku panggil suster."
Mata perempuan itu membuka saat suster datang dan mengajaknya bicara. "Kakak, siapa namanya?"
Perempuan itu mengernyit. "Mayra."
"Umur?"
"Dua puluh delapan."
"Bagus, sudah ingat. Sekarang minum dulu."
Dion memperhatikan bagaimana suster membantu perempuan bernama Mayra itu minum, merapikan infus dan meninggalkan mereka berdua. Dion mendekat, menatap Mayra lekat-lekat.
"Mayra, apa kamu merasa sangat kesakitan?"
Mayra mengedip, menatap Dion. "Si-siapa kamu? Kenapa aku di sini?" Mayra berusaha bangkit dari ranjang tapi Dion menahan bahunya. "Sabar, kamu di sini karena kecelakaan. Aku menabrakmu."
"Apaa? Kamu menabrakku?" Mayra terbelalak bingung.
Dion mengangguk. "Iya, maaf. Jalanan terlalu gelap dan kamu menyeberang dengan buru-buru."
Mayra terdiam, menatap langit-langit kamar rumah sakit. Ia mengernyit saat merasa sekujur tubuhnya sakit. Meraba kepala dan bahunya yang berbalut perban, sepertinya kecelakaan yang menimpanya cukup parah.
"Siapa namamu? Di mana rumahmu? Biar aku kabari keluargamu."
Perkataan Dion diberi jawaban berupa gelengan kepala oleh Mayra. Ia tidak mungkin pulang sekarang, setelah usahanya untuk pergi dari rumah neraka itu. Ia tidak mau kembali ke sana, ke pelukan Adam. Lebih baik kalau mati di jalan dari pada mengalami siksaan dari Adam.
"Kamu nggak punya keluarga?"
Untuk kali ini Mayra mengangguk.
"Tapi, lukamu cukup parah dan sepertinya ada luka lain."
Mayra menghela napas panjang, menatap laki-laki muda yang berdiri di ujung ranjang. Laki-laki itu cukup tampan dengan senyum memikat, tubuhnya tinggi dan kurus. Keramahan dalam kata-katanya membuat Mayra merasa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
RomanceKisah Mayra yang jatuh bangun membangun hidup setelah bercerai dari suaminya yang berselingkuh. Ia kehilangan hak waris anak, menuai cacian, dan juga rasa permusuhan dari mantan mertua dan juga teman-temannya, karena dianggap tidak mampu menjaga rum...