Bab 20b

9.2K 973 52
                                    

Ujung mata Nirmala menangkap bayangan Risty. Sudah rahasia umum kalau sang manajer sangat menyukai Dion. Perempuan itu tentu saja patah hati karena Dion akan menikahi orang lain. Nirmala bisa mengerti pikirannya.

Sebuah kendaraan meluncur masuk dari luar. Dari dalamnya keluar Dion dan Mayra. Di tangan Mayra ada setumpuk undangan dan perempuan itu memanggil pegawai yang lain untuk berkumpul.

"Kalian bagi undangan ini. Restoran akan libur selama tiga hari saat kami menikah," ucap Mayra sambil mengulurkan undangan pada salah seorang perempuan berseragam. "Jangan lupa datang. Nggak usah bawa kado, kami ingin kalian menikmati pesta dan perayaan sederhana nanti."

Dion mengangguk. "Kalian wajib datang. Makan dan bersenang-senang nanti."

"Terima kasih, Pak Dion!"

Mayra menatap Nirmala yang berdiri kaku di dekat pilar dan melambaikan tangan. "Nirmala, jangan lupa bawa ibu dan anakmu nanti."

Nirmala tidak menjawab, hanya mengangguk kecil. Tidak habis pikir, di saat terpenting Mayra masih mengingat tentang keluarganya.

"Udah semua?" tanya Dion pada calon istrinya.

"Udah, tinggal bagian dapur."

"Ayo, masuk kalau gitu."

Dion meraih lengan Mayra dan menuntunnya masuk. Tidak peduli pada pandangan menusuk dan penuh dengki yang dilayangkan Risty pada mereka.

Yang paling bahagia dengan rencana pernikahan Dion dan Mayra adalah orang-orang yang bertugas di dapur. Gusti dan Johan dengan lantang mengatakan, kalau mereka sudah memprediksi pernikahan ini.

"Hampir setiap malam duduk berdua dan mengobro di teras belakang. Kedekatan yang berbuah cinta," ucap Gusti antusias.

"Pak Dion nggak mau makan, kalau bukan Mayra yang masak. Apa itu namanya kalau bukan bucin?" sela Johan.

"Nama restoran ini harusnya Blue Bucin Bistro." Gusti menimpali.

Mayra terbahak-bahak, menatap keduanya. Tentu saja, Gusti dan Johan paling mendukungnya. Sebagai sesama koki, mereka saling mendukung satu sama lain, meski tidak jarang berdebat. Namun, kekeluargaan itu nyata rasanya.

Tina bolak balik datang ke restoran untuk mengajak Mayra menjajal gaun pengantin. Ia menolak gaun yang dipersiapkan Dion dan mengatakan kalau gaun itu terlalu kuno.

"Mayra itu perempuan yang mandiri. Gaunnya harus memberi kesan seksi dan tegas."

Wajah Dion menggelap. "Awas kalau sampai terbuka di bagian dada."

Tina menggeleng, menepuk pundak sahabatnya. "Tenang aja, dada aman. Palingan pendek setengah paha."

Mayra tahu kalau Tina hanya bercanda dan benar saja, begitu sampai di butik, ada banyak gaun dengan bentuk yang indah dan elegan disodorkan padanya. Tina membantunya memilih bahan, bentuk, dan warna. Bersama-sama berdiskusi tentang renda dan motif gaun. Mayra merasa senang, di saat terpenting dalam hidup, ada teman yang mendampingi.

"Kamu baik sekali, Kak Tina."

Tina melambaikan tangan. "Nggak usah panggil, kak. Cukup Tina aja. Aku senang Dion akan menikah, terlebih sama kamu, May. Dion dari kecil kurang kasih sayang, ketemu sama kamu yang pernah dianiaya suami. Aku yakin, kalian akan saling mendukung."

Perkataan Tina membuat Mayra tersentuh. Sungguh sebuah ucapan tulus dari sahabat Dion untuknya. Bagi banyak orang, dirinya hanya seorang janda dan koki biasa, tapi nyatanya sahabat-sahabat Dion tidak pernah mempermasalahkan itu. Mereka menerimanya dengan tangan terbuka, termasuk Grifin.

"Mayra, aku punya hadiah pernikahan untuk kamu." Laki-laki tampan itu mengulurkan satu kotak beluduru hitam padanya. "Terima dan bukalah, semoga kamu menyukainya."

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang