Bab 13a

8.4K 915 13
                                    

Hari ini, Mayra libur. Kalau waktu-waktu lalu ia gunakan libur untuk di rumah dan beristirahat, kali ini memilih untuk pergi. Satu, tidak nyaman berada di rumah bersama Nirmala yang mendiamkannya. Kedua, ia ingin ke suatu tempat.

Dion sempat bertanya, akan kemana dirinya pergi dan Mayra menjawab sambil bercanda. "Ketemu pacar."

Padahal, yang ingin ditemuinya adalah Cantika. Mayra sangat merindukan anaknya. Setipa malam berbaring di tempat tidur, berharap bisa bertemu dengan anaknya dan memeluk erat. Ia ingin tahu bagaimana keadaan Cantika sekarang setelah jauh darinya.

Pagi-pagi sekali ia sudah meninggalkan rumah. Hanya berpamitan sekilas pada ibunya Nirmala. Melewati gang yang masih agak gelap, ia berpapasan dengan Toro. Laki-laki itu sepertinya sedang mabuk, merentangkan tangan untuk menghalangi langkahnya.

"Manis, mau ke mana kamu pagi-pagi begini? Restoran pasti belum buka."

Mayra menatap dingin. "Minggir! Bukan urusanmu aku mau kemana."

"Ah, jangan begitu. Sama saja melukai perasaanku." Toro tertawa lebar dan menepuk dada. Matanya yang kemerahan, menatap kurang ajar pada tubuh Mayra. Satu motor melintas, Mayra berniat mengikuti tapi Toro bergerak cepat, dan lagi-lagi menutupi jalan.

"Minggir!" bentak Mayra. Ia jijik untuk menyentuh laki-laki itu, tidak ingin terjadi masalah yang membuatnya harus berurusan dengan berandal.

"Katakan padaku, Mayra, Cantik. Kenapa harus ke restoran pagi-pagi? Apa kamu ada janji dengan pemiliknya? Mau apa kalian? Bermesraan?"

"Nggak semua orang punya pikiran menjijikan seperti kamu!" sembur Mayra. "Kamu merayu Nirmala dan memperdayanya. Lihat saja kalau sampai kamu berani menyakitinya. Aku akan—"

"Akan apa? Mencium atau memelukku?" sentak Toro tajam. "Jangan-jangan malam itu kamu melihat kami bercumbu? Kenapa? Kamu juga merasa terangsang? Hahaha! Sini, aku siap memuaskanmu!"

Mayra melirik ke arah tempat sampah di mana tutupnya terbuka. Ia bergerak gesit, mengambil tutup dan memukulkannya ke bahu, perut, serta wajah Toro. Sedikit mudah dihadapi, karena Toro dalam keadaan mabuk. Lain cerita kalau sadar. Saat laki-laki itu memekik kesakitan, Mayra berlari meninggalkan gang yang sepi dan tiba di tepi jalan raya dengan napas tersengal. Di sini ia aman, ada banyak orang berlalu lalang. Toro akan berpikir seribu kali untuk mengejarnya. Mayra menyetop angkot yang akan membawanya ke sekolah Cantika.

Di kota besar, meskipun masih pagi tetap saja kemacetan tidak bisa dihindari. Mayra menggigit bibir bawah, menahan emosi. Ia berniat bertemu Cantika sebelum masuk sekolah. Anaknya itu pasti diantar jemput oleh mobil sekolah. Mereka sudah mengenalnya, pasti mudah menemui Cantika. Bila perlu, ia akan membawa anaknya bersamanya.

Sayangnya, kemacetan yang parah membuat rencana Mayra terhambat. Dua jam kemudian ia sampai di sekolah Cantika dan gerbang sudah tutup. Dengan terpaksa ia menunggu di warung seberang sekolah, menanti waktu yang tepat untuk masuk.

Mayra meraba dadanya yang berdebar, tidak sabar ingin bertemu anaknya. "Cantika, mama datang, Sayang. Mama ingin membawamu pergi."

**

Di sebuah ranjang besar dengan selimut putih berserak, sesosok tubuh laki-laki telanjang muncul dari dalam selimut dengan rambut berantakan. Wajahnya yang tampan dengan bola mata hitam kecoklatan, menatap ponsel di samping ranjang yang terus menerus berdering. Ia berniat akan membunuh siapa pun yang sudah menganggu tidurnya.

Meraih ponsel, ia menatap panggilan video. Mengutuk langit-langit dan membukanya dengan enggan.

"Tinaaa! Kalau dekat, aku ingin membunuhmu sekarang!" teriak Grifin dengan suara parau.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang