Bab 15b

8.2K 941 31
                                    

Setibanya di restoran, Mayra diam-diam menyelinap ke bagian belakang. Tidak ingin diketahui oleh para pegawai lain yang baru saja datang. Namun naas, dirinya sial karena justru kepergok Risty. Sang manajer mengangkat sebelah alis dan berdiri galak sambil bersedekap saat melihatnya menenteng tas dan masuk secara diam-diam.

"Mau apa kamu? Sepagi ini udah datang. Bukannya jadwalmu siang?"

Mayra tersenyum. "Iya, Mbak. Itu, aku sekarang tinggal di sini."

"Apa? Kamu tinggal di restoran ini?"

"Iya, di ruang belakang. Samping gudang. Dion yang nyuruh."

Risty melotot, kekesalan menjalar di wajahnya. Ia menatap Mayra dari atas ke bawah, tidak percaya dengan keberuntungan perempuan itu sampai bisa begitu dekat dengan Dion. Ia orang lama di sini, mati-matian bekerja demi mendapatkan perhation Dion tapi yang menang justru Mayra.

"Pakai ilmu pelet apa kamu? Kenapa Pak Dion sampai segitunya sama kamu?"

Mayra menggeleng keras, dalam hati tertawa. Jaman sekarang mana ada ilmu pelet? Tapi, ia tidak berani berucap keras-keras. "Mbak, kalau mau tanya, mending langsung ke Dion. Itu orangnya datang."

"Mayraa! Kamu udah datang. Ayo, ke belakang. Lihat kamar kamu!"

Dion turun dari mobil dan bergegas menghampiri mereka. Risty memasang wajah tersenyum, mengangguk dan menyapa sopan. "Selamat pagi, Pak."

Dion mengangguk. "Pagi, Risty. Oh, ya, kamu udah tahu belum? Mulai hari ini, Mayra akan tinggal di kamar belakang. Hitung-hitung bantu jaga restoran."

Mayra tersenyum, memberi tanda pada Risty untuk bertanya pada Dion. Namun, sang manajer pura-pura tidak melihatnya. "Baiklah, kalau begitu, Pak. Saya—"

Dion melambaikan tangan. "Nggak usah repot-repot bantu Mayra. Biar aku aja yang urus. Kamu tetap di restoran saja. Ayo, May. Mana tasmu, sini aku bawa."

"Nggak ah, enteng gini, bisa bawa sendiri."

"Kamu udah sarapan belum?"

"Belum, nanti aku buatkan nasi goreng. Mau?"

"Nggak nolak."

Risty menatap kepergian dua orang yang sedang berbincang akrab menuju kamar belakang. Perasaan iri dan cemburu mengusaianya. Seumur-umur ia kerja di tempat ini, belum pernah Dion seramah itu. Ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menarik perhatian laki-laki itu, bekerja tanpa lelah dan hanya dihargai sebagai pegawai biasa. Lalu, Mayra datang dan mengacaukan semuanya. Apa bedanya antara dirinya dan Mayra? Setiap hari ia memoles wajah dengan make up dan membuat dirinya cantik. Ia juga tidak segan-segan lembur sampai malam. Kenapa kalah sama perempuan baru yang lugu, kampungan, tidak mengerti fashion, dan hanya seorang koki. Harga diri Risty terkoyak.

Menghentakkan kaki di lantai, ia menghampiri pelayan yang sibuk menatap meja dan berteriak keras.

"Itu salah masang sendok sama garpunya, kalian nggak becus kerja, ya!"

Para pelayan berjengit kaget mendengar bentakannya. Mereka saling pandang tudak mengerti.

"Apa lihat-lihat, benerin sana!"

Saat Risty yang sedang jengkel melangkah ke area depan restoran, para pelayan mencuri pandang padanya dan saling bisik.

Di ruang belakang, Mayra ternganga saat membuka pintu. Ruangan yang semula kosong, kini sudah terisi. Ada kasur dan lemari untuk menyimpan pakaian. Jauh lebih rapi dan bersih dari rumah yang ditempatinya bersama Nirmala. Bukan hanya itu, ada AC terpasang di dinding dan juga meja kecil.

"Dion, ini bagus banget," ucap Mayra dengan terharu.

Dion mengangkat dua tangan. "Bagus kalau kamu suka. Aku nggak paham bagaimana design kamar cewek. Semoga, kamu dan anakmu nanti bisa betah di sini."

Mayra meletakkan tas di atas lantai, menghampiri Dion dan menyambar tangan laki-laki itu lalu mengguncangnya. "Terima kasih, aku benar-benar merasa terharu."

"Sama-sama, Mayra. Biar kamu fokus kerja dan juga, selesaikan perceraianmu. Bersiap-siaplah, pengacara akan datang sebentar lagi."

Mayra meminta waktu untuk merapikan kamar, setelah itu membuat sarapan untuk Dion dan mengantarkannya ke kantor laki-laki itu. Ia juga membuat cemilan dan kopi untuk pengacara yang datang.

"Berkas-berkas sudah masuk pengadilan. Sidang akan dimulai, dan aku harap mantan suamimu bisa datang."

Mayra mengangguk. "Terima kasih, Pak."

Sang pengacara melambaikan tangan. "Sudah tugasku, membantu klien. Lagi pula, masalah perceraian harusnya tidak pelik asalkan tidak terbelit masalah gono gini."

"Saya hanya ingin bercerai dan membawa anak saya. Soal harta, saya nggak peduli."

"Baiklah, lebih mudah bagiku untuk bertindak."

Dion memberi dukungan pada Mayra sepenuh hati. "Pengacaraku bisa diandalkan. Seharusnya, semua tidak akan menjadi masalah besar untuk perceraianmu."

Mayra yang menginap di bagian belakang restoran, tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Pro datang dari para koki dan pekerja di bagian dapur. Dengan adanya Mayra di restoran, mereka berharap urusan logistic dapur bisa lancar, dengan begitu meringankan pekerjaan mereka.

Bagian kontra tentu saja banyak, terutama Risty dan Nirmala. Risty cemburu karena dia menyukai Dion, sedangkan Nirmala iri karena tidak punya kesempatan yang sama dengan Mayra. Tidak sedikit pula desas desus beredar kalau Mayra menggunakan ilmu pelet untuk mendapatkan hati Dion. Sebuah teori yang tidak masuk akal tapi anehnya banyak pegawai restoran terutama kaum hawa yang percaya akan hal itu.

"Tanya Mayra, dukunnya siapa dan ada di mana? Gue penasaran juga."

"Dia nggak pakai dukun, tapi pakai tubuh. Tahu'kan kalau dia mau cerai sama lakinya."

Mayra mendengar desas desus itu tentu saja, tapi tidak peduli. Ia bekerja keras setiap hari untuk membalas kebaikan hati Dion. Ia bukan manusia yang tidak tahu terima kasih. Dion sudah begitu baik padanya, sudah selayaknya kalau ia membalas budi. Cara yang paling baik adalah, memasak yang enak dan lezat agar para pengunjung senang. Dengan begitu, restoran akan ramai pelanggan.

Kabar baik ia terima dari pengacara yang mengatakan Adam setuju untuk menceraikannya. Dion juga bertanya apakah Mayra ingin memenjarakan Adam karena sudah menganiaya? Untuk sementara Mayra belum memikirkannya, karena bukti-bukti penganiayaan ada di ponselnya yang hilang. Yang terpenting adalah, ia bercerai dari Adam. Hal lain bisa menyusul.

Memakai setelan berupa celana dan tunik putih, Mayra dibawa pengacara ke pengadilan agama. Di dalam kendaraan dadanya berdebar keras. Ia tak hentinya berdoa, semoga sidang hari ini lancar.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang