Terjadi tarik menarik antara Mayra melawan tiga orang di depannya. Ia kalah, tidak bisa mempertahankan anaknya. Cantika meraung, ingin ke pelukan Mayra tapi tidak berdaya melawan tenaga laki-laki yang membawanya pergi.
"Bawa Cantika ke mobil!"
"Mamaaa!"
"Jangaan bawa anakku! Jangan sakiti dia!"
Orang-orang hanya bisa melihat, tidak ada yang berniat membantu. Dira berteriak tidak kalah keras, memberi peringatan pada siapa pun yang berniat ikut campur. Ia juga memberitahu kalau Mayra bukan lagi ibu Cantika.
"Harusnya kamu sadar diri, perempuan gembel! Mana bisa kamu bersaing dengan aku. Seenaknya saja ingin mengambil Cantika." Dira mendesis penuh kemarahan.
Mayra menghapus air mata dengan punggung tangan, menatap Dira dengan kebencian yang tumpah melalui binar matanya. Belum pernah seumur hidupnya, ia begitu membenci seseorang, seperti yang dirasakannya pada Dira. Seandainya tidak takut akan dosa, ingin rasanya ia memukul dan membunuh perempuan itu.
"Kamu nggak pantas jadi mama Cantika. Kamu menganiaya anakku, membuatnya menderita!"
"Tahu apa kamu tentang mengasuh anak? Kamu hanya perempuan egois yang mementingkan dirimu. Kalau nggak, kamu harusnya mikir seribu kali sebelum meninggalkan rumah, meninggalkan Cantika."
Mayra cegukan, menahan tangis. Ia sedang dimaki dan dihina, harus berjuang untuk tetap tegar. Tidak membiarkan Dira menginjak-injak harga dirinya.
"Tanya pada Adam, kenapa aku pergi. Dia memukul dan memperkosaku. Sekarang, kamu melihat hanya hal-hal baik dalam dirinya, karena kalian baru menikah. Aku ingin tahu, sampai kapan rasa itu bertahan!"
Dira mengangkat kepala, memberi tanda pada pengasuh Cantika untuk mengusir orang-orang yang mengelilingi mereka. Ia juga meminta maaf dengan wajah menghiba pada guru yang menegur mereka.
"Aku nggak akan berdebat sama kamu soal suamiku, Mayra. Perlu kamu tahu, rumah itu bukan lagi rumahmu, begitu pula, Cantika. Bukan lagi anakmu. Sebaiknya, kamu mengurus proses perceraian biar tidak berlarut-larut. Jangan mimpi untuk dapat harta gono-gini, aku tidak akan mengijinkan Adam memberikan itu."
Mayra menatap Dira dengan matanya yang berkabut. Tidak habis pikir seorang perempuan cantik dari keluarga kaya raya, tapi jatuh cinta pada laki-laki biasa seperti Adam. Memang secara wajah, Adam tampan, tapi bukankah banyak laki-laki tampan dan masih single? Kenapa Dira justru menyukai pria beristri? Apakah dia kurang bergaul?
Mayra tahu alasan Adam menikahi Dira demi harta. Mungkin kalau perempuan itu tidak kaya, Adam belum tentu mau. Tapi, tidak ada yang tahu isi hati laki-laki itu, yang bisa berubah seiring berjalannya waktu.
"Aku punya tangan untuk kerja, nggak akan pernah minta harta gono gini dari siapa pun. Sebaiknya kamu bujuk Adam untuk menceraikanku, karena dia tidak pernah mau melepaskanku. Jangan sampai kehadiranku, menjadi penghalang untuk kalian!"
Dira mengangkat dagu, tersenyum sinis. Mengusap perutnya yang mulai membuncit. "Kamu cuma istri miskin, Mayra. Jangan berani bermimpi. Ada anak di antara kami, kelak Adam tidak akan peduli lagi sama kamu. Tapi tenang aja, aku tetap suruh dia cerain kamu!"
Perkataan Dira kali ini membuat Mayra menyembunyikan senyum. Ia memang tidak dapat mengambil Cantika, tapi setidaknya bisa mempengaruhi Dira untuk memuluskan perceraiannya. Tahap awal adalah bercerai lalu mengambil hak asuh Cantika.
Menghela napas panjang, mengusap air mata yang menggenang dan berdiri sambil tersenyum. "Baiklah, surat cerai akan aku kirim segera. Pastikan Adam menandatanginya, karena kalau tidak, aku tidak akan pernah membiarkan kalian hidup tenang."
"Apa katamu?"
Mayra mengabaikan Dira, melangkah lurus ke gerbang sekolah dengan tubuh lunglai. Semangat yang ia rasakan saat datang ke sekolah ini, menguap seketika. Ia terbayang akan tangis anaknya, menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa melindungi Cantika. Kulit yang penuh bilur kemerahan, sikap Cantika yang sangat takut saat melihat Dira, membuatnya menyimpan dugaan kalau anaknya tidak bahagia.
Menoleh ke belakang sebelum menyeberang jalan untuk naik angkot, Mayra bergumam lirih. "Sayang, tunggu sebentar lagi. Mama pasti jemput kamu.
**
Di dalam sedan mewah yang melaju kencang di jalanan, suara tangisan anak kecil terdengar menyayat. Cantika menggedor jendela, saat melihat sosok Mayra yang hendak menyeberangi jalan.
"Mamaaa, Mamaaa! Cantika ikut Mamaa!"
"Diam kamu!" bentak Dira. "Berisik!"
Namun, suara tangis Cantika makin keras dan membuat Dira hilang sabar. Ia mengulurkan tangan ke arah paha Cantika dan mencubit dengan keras. "Diam! Anak badung! Diaam!"
"Sakiit, Tante. Sakiiit!" Cantika meronta tapi cubitan Dira makin keras.
"Kalau kamu nggak diam, cubitanku akan makin kencang. Biar robek sekalian kulitnya. Diam nggak?"
Cantika cegukan, menahan rasa sakit sekaligus kesedihan. Ia meringkuk di dekat pintu, menatap jendela dengan air mata di pipi. Jemari Dira sekarang berpindah ke lengannya, dan ia tahu diri untuk bersikap manis. Jari jemari perempuan itu amat menyakitkan di kulitnya. Ia tidak suka tinggal bersama sang papa dan Dira, tapi tidak tahu harus kemana mencari sang mama.
Semenjak Dira datang ke rumah dan tinggal di kamar orang tuanya, Cantika merasa hari-harinya suram. Ia sangat takut dan tidak nyaman kala ditinggal oleh sang papa, karena Dira tidak segan memukulnya. Cantika berharap, sang mama cepat kembali untuk menjemputnya.
"Ingat, ya, gadis kecil," bisik Dira dengan nada mengancam. "Kalau kamu berani mengadu sama papamu, aku memukul dan mencubit, aku nggak akan kasih kamu makan. Biar kamu kelaparan! Ngerti?"
Cantika mengangguk kecil. "Iya."
"Bagus, jangan sampai aku lihat kamu nangis di depan papamu. Bisa-bisa aku patahkan tanganmu."
Cantika tidak menjawab, menahan kesedihan dengan terus menatap jalanan. Berharap menemukan sosok sang mama di antara orang yang berlalu lalang.
Dira merogoh ponsel, mengirim pesan pada suaminya dan meminta untuk tidak pulang larut. Ada hal penting yang harus dibicarakan dan Adam harus mendengarkannya. Ancaman Mayra terus teringang di kepalanya. Status perempuan itu sebagai istri Adam tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Mereka harus bercerai, agar kelak tidak ada batu sandungan dalam pernikahan mereka.
Ia melirik Cantika yang duduk diam menatap jalanan. Ia sangat membenci anak itu, tapi sekarang harus tetap dipertahankan di sisinya, karena itu satu-satunya cara untuk membuat Adam dan Mayra takluk padanya. Cantika adalah senjatanya untuk menghadapi mereka.
**
Di Karyakarsa sudah bab 53-56
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
RomanceKisah Mayra yang jatuh bangun membangun hidup setelah bercerai dari suaminya yang berselingkuh. Ia kehilangan hak waris anak, menuai cacian, dan juga rasa permusuhan dari mantan mertua dan juga teman-temannya, karena dianggap tidak mampu menjaga rum...