Grifin tidak mematikan sambungan teleponnya, hanya saja tidak ada suara. Tidak sampai lima menit, seorang pelayan datang dengan ponsel Dira yang berdering. "Nyonya, ada telepon."
Dira menatap layar ponselnya yang menyala, ada nama papanya di sana. Ia terima dengan ketakutan. "Halo, Papa."
"Anak kurang ajar! Serahkan bocah itu pada ibunya! Kalau nggak, jangan harap kamu bisa kembali ke rumah ini. Kamu mau keluarga kita hancur, hah!"
Memejam dengan tangan gemetar, Dira berusaha menahan amarah. Ia dipermalukan di depan Mayra oleh laki-laki tidak dikenal. Bagaimana ia bisa mempertahakan harga dirinya yang terluka karena semua ini? Susah payah ia mempertahankan Cantika, demi agar Adam tidak berpaling dan Mayra tidak lagi mendekati mereka. Ternyata, semua usahanya sia-sia.
Dion mematikan panggilan, memberi tanda pada istrinya untuk berdiri. "Kamu gendong Cantika keluar. Di sini biar aku yang hadapi."
Mayra mengangguk, mengangkat anaknya di bahu. Dion meraih punggung istrinya dan menuntunnya ke arah pintu. Para pelayan enggan bergerak, sampai akhirnya terdengar suara derak Dira. "Biarkan dia keluar."
Adam menggeleng. "Nggak bisa! Mayra boleh pergi, tapi Cantika tetap di sini!"
Dion mengangkat sebelah alis. "Masih kurang jelas rupanya."
Dira menghela napas panjang. "Kalian minggir. Biarkan dia keluar."
Adam menatap kebingungan pada istrinya. "Tapi, Sayang. Cantika—"
"Diam kamu!" bentak Dira. "Kita selesaikan urusan ini nanti!"
Kerumunan menyibak, Dion menyerahkan kunci mobil pada istrinya. Tidak mengindahkan hal lain, Mayra bergegas keluar, membawa anaknya ke mobil. Tertinggal Dion, berdiri menghadapi Dira dan Adam. Akhirnya, ia bisa melihat dengan jelas, wajah-wajah dari orang yang telah menganiaya Mayra.
Ia mengamati Adam yang pandangannya sedari tadi tertuju keluar. Entah apa yang dilihat laki-laki itu, apakah takut kehilangan Cantika, atau takut hal lain? Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa Adam menukar Mayra yang begitu lembut dan anggun, dengan Dira yang kasar dan arogan. Apakah cinta membutakan mata, atau hal lain?
"Sebelum pergi, aku ingin mengatakan pada kalian, Mayra adalah istriku. Mulai sekarang, aku akan membantunya untuk mendapatkan hak asuh atas Cantika."
Dira mendengkus, memandang Dion dari atas ke bawah. Tidak habis pkir bagaimana Dion mau menikahi Mayra, padahal kalau dilihat-lihat, sepertinya Dion bukan orang miskin. Terbukti dengan pergaulannya yang cukup luas, termasuk mengenal Grifin.
Mayra hanya perempuan rendahan yang miskin, tidak sepantasnya mendapatkan Dion. Kalau Adam saja menendangnya keluar, kenapa justru laki-laki kaya seperti Dion yang memungutnya untuk dijadikan istri.
"Menurutku, kamu punya selera buruk pada perempuan. Sepertinya kamu cukup terpandang, bisa menikahi siapa pun dan kamu memilih janda miskin? Kenapa? Apa Mayra sehebat itu di ranjang?" sergah Dira.
Dion mengernyit, menatap perempuan itu dengan jijik. "Kamu hanya bicara soal penampilan dan ranjang. Sama sekali tidak mengerti hati. Ingat, Adam juga bukan laki-laki yang baik. Jangan sampai suatu hari nanti, kamu menyesal karena menikah dengan laki-laki bajingan sepertinya!"
"Kamu nggak ada hak menghinaku!" sergah Adam panas. Bola matanya berair, mencerminkan kemarahan yang tinggi.
Dion mengangkat wajah, menjawab sambil menyengir geli. "Kamu memang laki-laki sampah, Adam! Hanya berani memukul perempuan dan menyiksa anak kecil. Lihat saja, masalah Cantika tidak akan berhenti sampai di sini. Aku akan membuat perhitungan dengan kalian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
RomanceKisah Mayra yang jatuh bangun membangun hidup setelah bercerai dari suaminya yang berselingkuh. Ia kehilangan hak waris anak, menuai cacian, dan juga rasa permusuhan dari mantan mertua dan juga teman-temannya, karena dianggap tidak mampu menjaga rum...