Dion sudah lama tidak ke klub, terakhir melakukannya setahun silam. Ia tidak akan keluar malam ini kalau bukan karena Grifin yang menjemputnya. Mereka duduk di kursi tinggi, menghadap ke bartender. Musik yang dimainkan seorang DJ perempuan, menggelegar memenuhi gendang telinga. Mengiringi banyak orang yang menari.
Dion menatap coctailnya, memutar-mutar gelas di tangan. Ia tidak berani minum alkohol yang kuat karena takut terjadi sesuatu dengannya. Ia masih menyayangi nyawanya, untuk tidak berbuat nekat. Ia melirik sambil tersenyum, saat dua gadis muda berpakaian cukup mengundang, menghampiri Grifin dan mengajak berkenalan. Bukan rahasia lagi, kalau temannya itu adalah magnet bagi kaum hawa. Dengan tubuh tinggi, wajah tampan, dan atletis, Grifin memang memikat. Dion pun mengakui itu.
"Kenapa nolak?" ucapnya santai. Ia melihat dua gadis itu melenggang pergi dengan raut wajah kecewa.
"Nggak minat," jawab Grifin datar. "Aku datang mau ngobrol dan minum sama kamu, bukan buat senang-senang."
Dion tergelak. "Tumben. Apa artinya ini Grifin sudah tobat?"
"Nggaklah, mana ada pendosa kayak aku tobat?"
Grifin mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Asap memenuhi ruangan, menerbarkan aroma nikotin bercampur alkohol.
"Ngomong-ngomong, apa urusanmu sama perempuan yang kamu tabrak itu udah selesai?"
Dion mengangguk. "Udah. Nggak ada masalah lagi."
"Udah keluar dari rumah sakit juga?"
"Yes, dan cukup sehat untuk pergi. Cuma, aku ngrasa aneh aja. Kenapa perempuan secantik dia, tega ada yang memukuli."
Grifin mengernyit. "Memukuli?"
Dion mengangguk. "Aku menduga, itu suaminya. Entah apa yang terjadi sama mereka tapi sekujur tubuh Mayra ada luka lebam, termasuk di wajah. Bukan jenis luka karena benturan kecelakaan tapi karena tindak kekerasan. Itu kata dokter."
"Mungkin dia kabur dari rumah, karena suaminya brengsek!"
"Sepertinya begitu. Aku berharap Mayra menemukan tempat tinggal yang aman."
Mereka terdiam, memikirkan tentang seorang perempuan yang sekarang entah berada di mana. Grifin memang tidak mengenal Mayra, tapi dari cerita sahabatnya, ia cukup bersimpati dengan kisah hidup perempuan itu.
"Ngomong-ngomong, aku mau menawarimu bisnis."
Dion mengangkat sebelah alis. "Bisnis?"
"Iya, tentang restoranmu."
"Oke, coba kita dengar apa rencanamu."
Grifin berdehem, mematikan rokok dan membalikkan tubuh menghadap langsung pada Dion. "Aku ingin menanam saham di retoranmu."
Mata Dion melebar. "Hah, menanam saham?"
"Iya, aku melihat ada potensi di sana dan ingin jadi bagian."
"Tapi, itu restoran kakek."
"Bukannya sekarang kamu yang kelola?"
Dion menghela napas panjang dan menyugar rambut. Tawaran Grifin sangat menggoda. Ia akan senang hati menerimanya, seandainya saja restorann itu miliknya.
"Sampai sekarang, restoran itu masih belum menunjukkan peningkatan. Aku udah ganti koki, ganti manajemen, ngasih diskon tapi hasilnya sama saja. Malah makin hari pengunjung makin menurun."
Grifin menepuk punggung Dion dan berujar ringan. "Makanya, kamu butuh suntikan modal biar restoran itu tetap berjalan. Lagipula, kamu tahu kalau aku nggak akan lama-lama tinggal di sini. Tapi, aku bener-bener butuh orang buat kelola uangku."
Dion menggeleng. "Aku bukan orang yang tepat."
"Kalau gitu, pikirkan dulu. Jangan langsung menolak. Kita nggak tahu, barangkali dengan pengelolaanmu, serta dari modalku, restoran itu bisa bangkit."
Dion menatap Grifin lekat-lekat. "Gimana kalau kamu sudah ngasih modal, tapi ternyata restorannya sepi?"
Grifin mengangkat bahu. "Resiko. Paling nggak aku bisa bantu kamu untuk lolos dari perjodohan agak lama dari waktu yang ditentukan."
Dion menghela napas, mengingat tentang rencana perjodohan dirinya oleh sang kakek. Alasan utamanya mengelola restoran adalah demi menghindari perjodohan, dan ternyata usahanya tidak berjalan seperti yang ia inginkan.
"Kamu yakin mau jadi patnerku?" Dion bertanya serius.
Grifin tersenyum dan mengangguk. "Iya, aku yang menawarkan diri."
"Nggak peduli kalau nanti hasilnya nggak bagus?"
"Ehm, anggap saja aku percaya sama kamu. Dion, kamu pernah berhasil memimpin perusahaan. Masa hanya sebuah restoran kamu nggak mampu?"
Dion mengangguk, dan menepuk punggung sahabatnya. "Baiklah, aku mau. Kita buat perjanjiannya besok di restoran."
"Nah gitu, baru my bro. Ngomong-ngomong, apa perempuan yang dijodohkan sama kamu cantik?"
"Yah, lumayan."
"Dari keluarga mana?"
"Surendra Group."
"Waah, aku kenal mereka semua. Gila, bro. Para perempuannya sombong dan angkuh. Kalau kamu menikahi dengan mereka, siap-siap menderita."
Wajah Dion meredup. "Siapa yang mau nikah sama mereka?"
"Barangkali kamu mau. Tunggu, aku tebak. Pasti dengan Andini."
Tawa dari Grifin membuat Dion mendengkus. "Perempuan itu menyukaimu. Jangan libatkan aku."
"Hahaha. Sayangnya, kamu yang dijodohkan dengannya. Bukan aku."
Mereka mengobrol sambil minum, hingga pagi menjelang dan pulang dalam keadaan teler.
**
Bab 25-28 yang menyedihkan, tayang di Karyakarsa hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak
RomanceKisah Mayra yang jatuh bangun membangun hidup setelah bercerai dari suaminya yang berselingkuh. Ia kehilangan hak waris anak, menuai cacian, dan juga rasa permusuhan dari mantan mertua dan juga teman-temannya, karena dianggap tidak mampu menjaga rum...