Bab 4. Aroma Perselingkuhan

313 54 8
                                    

Bismillah,

Yohan melangkah lungkah memasuki mal di tengah kota. Sejak dari lobi, pernak pernik dan banner mengenai festival kuliner lokal sudah menyambutnya. Dia berdiri tidak jauh dari pintu masuk. Sebuah stage yang cukup besar terlihat jelas. Saat itu grup band lokal sedang mengisi acara.

Mata Yohan menelisik venue tempat acara diadakan, mencari seseorang. Dia berjalan mendekat, lalu mengamati lagi. Gadis yang menarik perhatiannya mengenakan tunik bermotif etnik warna biru langit, senada dengan kulot dan t-strap shoes berwarna krem.

Seperti biasa gadis itu selalu terlihat cantik.

Meneguk ludah karena mendadak tenggorokannya kering, sorot mata Yohan berubah redup. Teringat pertengkarannya dengan Lucia beberapa hari yang lalu. Dia sudah berusaha mengajak gadis itu berdamai. Mengirimkan ratusan pesan dan menelepon entah berapa kali. Yohan sudah merendahkan egonya, sayang Lucia belum mau membalas pesan dan menjawab teleponnya.

"Yo, ngapain lu?" Seseorang menepuk pundak Yohan.

Berbalik dan menemukan Joaquin yang lalu berdiri di sampingnya. "Iseng," sahut Yohan tanpa semangat.

"Cewek lu habis ini nge-host. Lu nggak mendampingi dari dekat?" ledek Jo.

Mengangkat bahu. "Liat nanti aja gimana."

"Kenapa, sih, lu?" Kening Joaquin berlipat melihat reaksi Yohan yang tidak seperti biasa. "Lu biasanya rewel banget. Kenapa malah lemes? Kawin makanya."

"Brengsek, lu. Liat temen susah bukannya dihibur," gerutu Yohan.

"Percuma ngehibur lu. Udah tua juga, nggak usah manja," ledek Joaquin. "Gue mau ketemu Rio di situ." Dagu Joaquin menunjuk venue festival yang ramai. "Lu nggak ikut? Gue sekalian ngecek gerai Worthy Juice," tambahnya.

Menggeleng lemah. "Gue mau ngerokok dulu."

Joaquin semakin heran melihat Yohan. Lelaki itu bahkan meninggalkan sahabatnya begitu saja. Berjalan lunglai ke arah lift dan menghilang dalam sekejap.

Matahari sedang panas-panasnya, karena itu Yohan merokok di area parkir paling atas yang dipayungi atap beton. Suasana sepi, hanya ada tiga mobil yang diparkir di situ. Mungkin pemiliknya terpaksa karena area parkir dari P1 sampai P6 penuh.

Menghisap rokoknya dalam, Yohan sesekali menyemburkan asap yang melingkar-lingkar. Dia bersandar di tembok, menatap kosong ke kejauhan. Baru saja dia membuka instagram Lucia. Gadis itu sepertinya baik-baik saja kalau dilihat dari unggahan instagramnya.

Mungkin dia lega nggak ada gue yang katanya kolot, kaku dan suka ngelarang ini itu.

Yohan tersenyum getir.

Apa karena itu Venita jadi salah tingkah melulu kalo ada gue?! Sial, kenapa jadi ke Venita segala sih?!

Yohan membuang puntung rokok lalu menginjaknya sampai hancur. Dia mengambil ponsel dari kantong celana, membuka percakapan dengan Venita. Tidak ada yang istimewa hanya urusan pekerjaan. Tapi, mendadak Yohan ingin mengobrol dengan perempuan itu. Meminta saran remeh yang terasa seperti modus ala laki-laki.

Teringat lagi obrolannya dengan perempuan pendiam itu. Ketika dia tiba-tiba bertingkah tolol dengan menanyakan pendapat Venita mengenai hubungannya dengan Lucia.

"Ehm, gimana, Pak?" Kentara sekali ekspresi Venita bingung.

"Lu pura-pura budeg? Gue tahu lu denger jelas pertanyaan gue, Ven," sembur Yohan seraya melirik tajam. "Lu jangan nyiksa gue dengan cara minta gue ngulangin pertanyaan, ya."

"I-i-iya, Pak. Maaf."

Sepi. Hanya suara derit kursi di luar ruangan. Menandakan ada pengunjung yang menempati meja di area itu.

Imperfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang