Bab 6. Putus!

339 58 5
                                    

Bismillah,

Yohan memasuki resto yang lokasinya di padang golf itu dengan perasaan diaduk. Wajahnya membesi teringat bagaimana Lucia dan Ade saling bercanda ketika dia menguntit. Peristiwa itu sudah terjadi tiga hari yang lalu. Sejak itu Yohan sama sekali tidak menghubungi Lucia.

Hari ini dia datang ke resto sesuai petunjuk gadis yang pernah menghuni hatinya. Entah ada angin apa, tapi Lucia tiba-tiba saja mengontak dan menanyakan kabar. Lalu meminta bertemu di resto ini.

Dari kejauhan Yohan melihat Lucia baru saja menerima segelas mocktail. Gadis itu terlihat cantik dengan rok hitam dan kemeja berwarna biru bermotif krem yang dikenakannya. Yohan melambatkan langkah. Malas sekali mendekati Lucia.

Dia datang karena didorong rasa ingin tahu. Apa yang diinginkan Lucia sehingga mengajak bertemu. Yohan mengakui dia pengecut karena tidak langsung menemui Lucia dan memutuskan hubungan setelah mengetahui perselingkuhan 'calon mantan kekasihnya'.

Kekasih pengkhianat!

Yohan memaki dalam hati.

"Mas," sapa Lucia sambil melambai. "Kita duduk di sini ya. Kamu nggak mau merokok, kan?"

Hanya mengangkat dagunya sedikit. Tidak bergairah untuk menjawab Lucia. Yohan menarik kursi yang berada di hadapan gadis itu. Tidak seperti biasanya, dia memilih posisi terjauh.

Lucia memasang raut heran yang tidak kentara. "Kamu mau minum apa? Kopi atau mau pilih dulu? Nih menunya." Gadis itu menyodorkan buku menu.

"Terserah lu."

Lagi-lagi raut heran Lucia tergambar. Biasanya Yohan menggunakan 'aku-kamu' ketika berbicara dengannya. "Oke, aku pesenin kopi aja ya," katanya sambil memanggil waiter.

"Apa kabar, Mas?" Lucia memainkan gelangnya. "Hape kamu rusak, ya?"

"Enggak."

"Kok nggak ada kabar sama sekali? Masih marah sama aku?" tanya Lucia.

"Marah urusan apa? Gue nggak ada hak untuk marah," sahut Yohan tak peduli.

Keduanya diam. Udara bersih dan sejuk dari taman yang mengelilingi resto dikalahkan ketegangan yang menguar dari dua orang yang sama-sama melengos. Yohan menahan mulutnya untuk tidak mencecar Lucia mengenai peristiwa tiga hari yang lalu. Ucapan Venita terngiang-ngiang.

Apakah Lucia masih worthed untuk sekadar ditanya?

"Jadi ... sebenernya aku mau bicara, Mas." Lucia membuka mulut. Masih kelihatan gugup karena gelang perak di pergelangan tangannya tidak berhenti diputar.

"Bukannya lu udah nggak mau bicara sama gue?" Yohan tersenyum menyindir.

"Mas tolong dengerin dulu. Aku nggak mau kamu salah paham dan nuduh aku yang enggak-enggak setelah aku cerita ini."

"Nuduh yang enggak-enggak?! Maksud lu apaan, sih? Nggak usah muter-muter. Lu bilang aja kalo mau sama Ade. Gue nggak keberatan. Silakan lu jalan sama dia. Gue putusin lu mulai detik ini!" Yohan mendengkus, masih bertahan dengan ekspresi datar dan senyuman sinisnya.

Sementara Lucia membelalak. Terlihat syok karena Yohan sudah mengetahui hubungannya dengan Ade. Bibirnya bergerak tapi tidak ada suara yang keluar. Rupanya gadis itu sudah merencanakan akan bicara apa. Termasuk mengucapkan kata putus duluan. Tapi Yohan malah menghancurkan rencana yang sudah disusunnya.

"Mas ... aku memang mau cerita sama kamu, tapi nggak ada kesempatan. Aku nggak mau nyakitin hati kamu, Mas. Tapi kita emang nggak cocok. Udah lama aku mau bilang ini sama kamu."

"Ck, basi lu. Cewek modelan lu ternyata sama aja. Terserah lah lu mau ngomong apa. Yang penting kita udah putus. Gue putusin lu, supaya status lu berubah. Dari tukang selingkuh jadi pengkhianat resmi!" sembur Yohan.

Imperfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang