Bismillah,
Raut suntuk dan muram yang sudah berminggu-minggu menghiasi wajah Yohan hari ini tidak kelihatan. Lelaki itu sedang asyik merokok di balkon. Secangkir kopi tubruk yang masih mengepulkan asap diletakkan di tembok pembatas balkon. Hari ini dia juga memesan makan siang dari resto Jepang untuk seluruh karyawannya.
Yohan merayakan kebebasan dari masalah rumit dengan Tommy dan Kania.
Setelah memergoki Tommy seminggu yang lalu, Yohan terlepas dari kewajiban menebus hutang. Uangnya belum kembali utuh, hanya lima juta yang diberikan Tommy. Berkat gertakan Kiki dan rekannya sesama penyelidik swasta, lelaki tegap itu ketakutan.
Masih segar di ingatan Yohan bagaimana dia memojokkan Tommy. Seisi Warung Ceri sampai memerhatikan mereka.
Yohan memutar tubuhnya, menatap lelaki tambun yang menatapnya heran. "Pak Irwan, saya Yohan. Kita sama-sama korban si kadal buntung ini."
"Korban gimana? Kok anda bisa tahu nama saya?" Pak Irwan rupanya masih belum sadar sepenuhnya. Amplop cokelat tebal di depannya baru saja akan digeser ke arah Tommy.
"Pak Irwan ngasi duit sama kadal ini karena Kania, kan?" tanya Yohan.
"Kania siapa ya, Mas? Saya nggak kenal orang namanya Kania." Pak Irwan belum pulih dari kebingungan.
Yohan menggeleng-geleng sambil tersenyum miring. Matanya melirik Tommy yang keningnya basah dengan keringat. "Gimana kalo sama Karen? Kenal?"
Pak Irwan salah tingkah ketika nama itu disebut. Lelaki tambun itu menghindar dari tatapan menyelidik Yohan. Walaupun pertanyaan Yohan dibiarkan tidak terjawab, gelagat lelaki itu sudah jelas.
"Sekarang anda membayar untuk menebus hutang Karen, kan? Supaya kadal ini nggak lagi menyiksa Karen? Perempuan itu bilang kalo dia dipukulin mantan pacarnya yang brengsek, iya, kan?! Berapa yang sudah anda bayar? Saya sudah ngasi kadal ini 15 juta. Kita berdua ditipu mentah-mentah!"
Menelan ludah dengan susah payah, sorot mata ketakutan Pak Irwan berubah tajam. Menatap Tommy yang bersiap bangkit dari kursinya. Untung, Kiki dan seorang rekannya sudah berdiri di samping lelaki yang kini mati kutu itu.
"Jadi dia penipu?!" geram Pak Irwan. Amplop cokelat tebal itu langsung dimasukkan lagi ke tas kulit mahalnya. "Kurang ajar! Kamu udah nipu saya! Saya laporkan ke polisi!" Telunjuk Pak Irwan menunjuk tepat di depan hidung Tommy.
"Yakin mau lapor polisi? Bisa bubar keluarga kamu!" tantang Tommy. Lelaki yang tadinya kelihatan tersudut itu seperti menemukan pion untuk digerakkan. "Lapor sana! Saya juga bisa lapor sama istri dan mertua kamu!"
Dalam hati Yohan mengutuk kelicikan Tommy. Bersyukur juga dia tidak terjebak sedalam Pak Irwan yang sekarang wajahnya sudah memerah. Tanpa dijelaskan detil pun Yohan tahu, lelaki yang kelihatan sudah 50 tahunan ini sudah berbuat jauh dengan Kania alias Karen.
"Woy, lu nggak dalam posisi ngancem!" Yohan menengahi karena melihat Tommy yang mulai di atas angin. "Masalah ini mau dipolisikan atau enggak, gue enggak peduli! Gue cuma minta duit gue balik. Kalo enggak lu habis!" ancam Yohan dengan senyum mengancam.
"Mau ke polisi pun kamu nggak punya bukti!" balas Tommy jumawa.
"Lu jangan ngeremehin gue ya! Bukti-bukti di gue bukan cuma bisa kirim elu ke penjara, tapi juga si Kania brengsek itu!"
Tepat sasaran. Wajah Tommy mengerut ketakutan. Rupanya Yohan menemukan kelemahan Tommy. Apa lagi kalau bukan Kania.
"Gue juga sudah kontak korban-korban elu yang lain. Gue jamin mereka semua punya cukup duit sama kuasa buat ngabisin elu!" Yohan mengarahkan telunjuknya ke muka Tommy yang sudah pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Match
RomanceWattpad Romance ID March Reading List Nggak sesuai kriteria! Kalimat yang sering diucapkan Yohan jika berurusan dengan masalah jodoh. Gara-gara kriteria yang dibuatnya Yohan malah terpuruk karena patah hati. Perempuan yang menurutnya memenuhi kriter...