Bismillah,
"Maaf." Venita berdiri. Matanya tertuju pada Andi. Lelaki itu terlihat heran. "Mas, aku ... mau ke toilet sebentar." Tersenyum lembut seraya mengangguk kecil pada Runi, Venita mengepalkan dua tangannya erat.
Andi mengangguk berat. Mengucap 'oke' dengan sangat lirih. Matanya masih mengikuti Venita yang berjalan keluar dari restoran. Merasa tidak nyaman karena mendadak Venita pamit di tengah-tengah pembicaraan dengan Runi.
Dia khawatir Venita tersinggung dengan sikap genit Runi yang semakin menjadi.
Sementara itu dengan jantung berdegup cepat, Venita memacu langkahnya. Dia tahu sudah tidak sopan karena memotong pembicaraan Andi dan kliennya. Itu karena dia tidak punya ide yang lebih bagus. Sementara rasa penasaran semakin membuncah melihat Kania dan Tommy bersikap sangat mesra. Saling menggenggam tangan, berjalan beriringan seraya tertawa-tawa.
Venita teringat saat dia melihat gadis itu terlihat ketakutan karena Tommy merangkulnya kasar. Betapa berbeda ekspresi Kania saat itu dengan sekarang. Ditambah lagi ketika gadis berambut ikal itu mendatangi Mas Boss dan menuduh kalau Yohan sudah mendepaknya. Aktingnya sebagai korban sangat meyakinkan. Sampai- sampai Venita galau setengah mati.
Maka, ketika dia melihat Kania dan Tommy keluar dari restoran, mendadak Venita jadi ingin mengikuti dua orang itu. Tidak menemukan alasan pasti, Venita hanya ingin meyakinkan dirinya kalau Yohan tidak sebejat yang selama ini dituduhkan Kania.
Dia ingat Kania datang mengacau tepat ketika Yohan mengajaknya ikut ke Bali. Saat itu pesimisnya sempat berganti optimis selama beberapa detik. Venita melambung karena akhirnya tahu kalau perasaannya pada Yohan tidak bertepuk sebelah tangan.
Ingatannya berputar pada sebuah momen, ketika dia tidak sengaja mendengar Yohan berbicara dengan Bagas. Dia mendengar tiga kata terakhir Mas Boss-nya.
Cinta ... sama Venita.
Venita gugup sendiri teringat itu. Bagaimana bisa dia melupakan banyak hal. Sinyal-sinyal yang dikirim lelaki bermata sipit itu bisa saja refleksi perasaannya. Ketika Kania muncul dan menuduh Yohan sudah meninggalkannya setelah hubungan mendalam, lelaki itu juga langsung membantah.
Perlahan semua kejadian itu menjadi jelas. Jantung Venita rasanya menabuh begitu keras. Ada harapan baru yang tumbuh dan desiran lembut darahnya terasa hangat.
Mungkinkah Yohan juga mencintainya? Dan, dia terlalu bodoh untuk memahami.
Berjalan dengan berbagai dugaan memenuhi kepala, Venita kehilangan fokus.
"Oh, maaf," ucapnya sambil mengatupkan dua tangan. Dia baru saja menabrak seorang perempuan. Perempuan itu hanya mengangguk lalu cepat-cepat berjalan lagi. Sementara Venita memutuskan menepi. Matanya dengan cepat memindai lantai dua mall. Mencari-cari Kania.
Gadis dengan gaun berwarna sage yang panjangnya hanya sedikit menutupi pahanya itu sedang menggandeng Tommy mesra. Mereka memasuki gerai The Bodyshop.
Venita terdiam sebentar. Ingat saat dia memergoki Iqbal dan Vanessa dulu. Saat itu dia sama sekali tidak mengumbar kemarahan. Hanya mengarahkan tatapan tajam pada keduanya. Dia ingat Iqbal terlihat salah tingkah, padahal Venita belum mengucapkan sepatah kata pun.
Kali ini Venita berpikir sebaliknya. Dia harus tahu kebenaran tentang siapa Kania dan apa hubungannya dengan Yohan. Tanpa berpikir panjang lagi, Venita berderap memasuki The Bodyshop. Melangkah tanpa suara dan berdiri tepat di belakang Kania yang dengan ceria memilih beberapa produk perawatan.
Menepuk lembut pundak Kania, Venita lalu bersedekap dan memasang raut tenang.
"Apaan, sih, Tom?" Kania berbalik dan memasang tampang merajuk. Matanya langsung membulat begitu menemukan Venita berdiri anggun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Match
RomanceWattpad Romance ID March Reading List Nggak sesuai kriteria! Kalimat yang sering diucapkan Yohan jika berurusan dengan masalah jodoh. Gara-gara kriteria yang dibuatnya Yohan malah terpuruk karena patah hati. Perempuan yang menurutnya memenuhi kriter...