Bab 39. Di Hatimu Ada Aku

135 25 0
                                    

Bismillah,

Entah sudah berapa lama Yohan ditemani sepi dan keremangan balkon. Tidak merokok seperti biasanya, dia hanya mengarahkan matanya yang lelah ke kejauhan. Tidak ada subjek menarik sepanjang penglihatan. Hanya gelapnya area persawahan dan tetes hujan yang masih setia turun.

Malam ini dia sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Kebahagiaan yang seharian ini memenuhi hatinya mendadak terhisap habis setelah melihat Andi datang dengan senyum tenangnya yang khas.

Sementara Yohan hanya tertegun. Membeku dengan jantung serasa nyaris meledak. Dia tidak menyangka Andi akan kembali malam ini. Belum siap melihat Venita kembali ke pelukan sahabat yang sekarang dianggapnya rival.

Tangan Yohan meraih ponsel dari saku kemeja. Membuka aplikasi pemutar musik untuk mendengarkan lagu 'Seperti Kisah'. Ingin memastikan lagi kalau perempuan yang sedang memenuhi kepalanya memiliki perasaan yang sama. Dengan begitu paling tidak dia bisa mengurangi kegelisahan.

Kegelisahan yang sekarang merangkulnya erat karena beberapa meter dari balkon, Andi dan Venita sedang makan bersama.

Flashback

Venita tersenyum kaku dan mengangguk kecil pada pengunjung yang bertepuk tangan. Semua mata tertuju padanya. Lagu yang dibawakan dengan sepenuh hati mendapat apresiasi meriah. Bahkan ikut menghangatkan suasana yang dingin malam itu.

Tidak punya pilihan Yohan ikut bertepuk tangan. Tampangnya kusut. Senyum sudah hilang dari wajahnya.

Masih berdiri di tempatnya, dia harus rela melihat Andi mendekati sang manajer. Menyerahkan bunga lili dan meremas lembut tangan Venita. Berikutnya, lelaki berkemeja hitam itu mengajak Venita turun dari stage. Mereka bertiga berjalan bersisian, sangat dekat.

Sedangkan Yohan perlahan memasukkan dua tangan ke dalam kantong celana. Mengepalkan tangan untuk menahan geram bercampur perih. Memaki dalam hati kenapa dia tidak mengantisipasi kalau Andi bisa saja kembali lebih cepat dari luar kota.

"Yo, makasih ya." Andi menepuk bahu Yohan.

"Makasih?" tanya Yohan dengan ekspresi kaku yang berusaha keras ditutupi.

"Makasih udah jaga Venita selama aku nggak ada." Senyum Andi merekah. Tenang dan menarik seperti biasa.

Dalam hati Yohan merutuk, mengakui kalau sahabatnya ini sangat menarik. Lawan yang sangat sepadan, batinnya. Sempat terlintas ketakutan kalau Venita akan memilih Andi. Apalagi rekam jejak lelaki ini bersih. Tidak seperti dirinya yang pernah berbuat kesalahan.

"Oke. Nggak masalah." Yohan bersiap melangkah menjauhi tiga orang yang menjadi sumber kegalauannya.

"Mau ke mana?" tahan Andi sambil mencekal lengan Yohan. "Nggak ikut makan sama kita? Santai dulu lah, Bro. Mumpung malam minggu."

"Nggak, Ndi. Gue ... ada urusan sebentar." Ekor mata Yohan melirik cepat ke arah Venita. Perempuan itu terlihat tegang.

"Malam minggu aja masih sibuk, kapan kawinnya kamu, Bro?!" Andi terkekeh sambil menepuk punggung Yohan.

Tanpa menoleh lagi, Yohan bergegas menunju tangga lantai dua. Menunduk dalam, berharap dapat menyembunyikan perasaan kacau balau yang tiba-tiba saja merangkulnya.

Dia perlu menyepi, menyendiri dan berpikir. Menyusun rencana untuk secepatnya menjadikan Venita miliknya.

Lagu yang diputar di ponselnya sudah selesai. Yohan memutuskan untuk turun dan meminta kopi. Dengan resiko melewati meja Andi dan Venita di lantai dua. Tidak terasa sudah setengah jam dia menghabiskan waktu di balkon.

Imperfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang