Bismillah,
"Makasih, Mas Yohan." Kania membungkuk, menyejajarkan tubuhnya dengan jendela mobil. Melempar senyum paling manis untuk si boss muda.
Yohan hanya mengangguk kecil. Malam ini dia baru saja mengantar Kania pulang. Lagi. Karena teror Tommy ternyata masih terus berlanjut. Sudah hampir sebulan, dan laki-laki sialan itu masih belum kapok juga mengejar Kania.
Entah sudah berapa kali Yohan terpaksa mengantar Kania pulang. Akibatnya dia pun semakin tahu kehidupan Kania. Ada simpati yang tumbuh pada gadis agresif itu. Melihat keadaan keluarga Kania, serta posisinya sebagai tulang punggung keluarga.
Tanpa disadari mereka menjadi dekat. Walaupun dari sisi Yohan tidak ada perasaan khusus untuk Kania selain simpati dan iba. Sebaliknya, Kania malah mencurahkan perhatian lebih besar pada Yohan. Lebih sering membawakan sarapan dan makan siang, dan membuatkan cake khusus untuk si boss muda itu.
"Mas nggak mampir dulu? Mama suka nanyain Mas Yohan," lanjut Kania.
Yohan urung menarik tuas perseneling. "Nggak usah, gue masih ada urusan." Kepalanya menggambar sosok Venita yang entah kenapa tatapannya tadi terasa menusuk. Perempuan itu sedang menuruni tangga ketika Yohan sudah setengah jalan ke tempat parkir, dengan Kania berjalan di sampingnya.
"Oke, hati-hati ya, Mas." Kania tersenyum. Membuat sepasang lesung pipinya tercetak manis.
Yohan tersenyum tipis lalu menginjak gas dengan tergesa. Ketika mobil sudah melaju di jalan raya, dia menangkap jam di dashboard. Angka dua tiga menyorot redup. Yohan menghembuskan napas berat. Ada desiran kangen di hatinya.
Sudah seminggu ini Venita terlihat menjaga jarak dengannya. Perempuan itu menghindar setiap kali Yohan mendekatinya. Gara-gara itu Yohan jadi pusing. Tidak punya teman curhat yang biasanya berhasil meringankan bebannya sebagai pemilik Semilir Angin.
Pengunjung kafe merosot lagi minggu ini. Promosi yang dirancang tim Take Mie dengan bantuan teman Mocca belum berhasil menarik pengunjung baru. Video yang diunggah di sosial media Semilir Angin mengambil tema kafe wisata. Sengaja ditargetkan menyorot area kafe dan pemandangan hijau yang mengelilingi.
Selain itu Yohan juga mengundang seorang food vlogger untuk memberi ulasan. Video berisi ulasan sekaligus shoot area kafe sudah diunggah di channel You Tube Semilir Angin dan sosial medianya. Sayang viewnya juga belum memberi hasil menggembirakan.
Mobil Yohan berhenti di perempatan karena lampu merah. Entah dari mana datangnya, Yohan tiba-tiba dapat ide untuk mendatangi rumah Venita. Ketika lampu berganti hijau, dengan yakin Yohan mengarahkan mobilnya ke selatan.
Di kepalanya yang penat, bayangan Venita menari-nari. Perempuan itu terlihat muram. Cocok dengan nuansa biru pakaian yang tadi dikenakannya.
Tidak butuh waktu lama, Yohan akhirnya sampai di area tempat tinggal Venita. Manajernya itu tinggal bersama orangtuanya. Yohan tahu itu rumah Ayah Venita dari cerita Jo. Rumah di kawasan jalan dengan nama-nama ikan itu tidak besar. Bangunannya kuno, sama sekali tidak ada jejak renovasi. Bahkan model pagarnya masih bergaya tahun 90-an.
Yohan menghentikan mobilnya di dekat sebuah kafe kecil yang masih ramai. Kafe itu dipenuhi mahasiswa. Suara obrolan dan asap vape menyelimuti tempat yang sudah pengap dan berpenerangan remang-remang.
Yohan bersyukur karena dia jadi punya tempat untuk nongkrong.
Gue ngapain, sih?! Kok jadi nggak jelas gini?!
Rutuknya dalam hati. Dia sudah berjalan ke counter pemesanan. Meminta kopi tubruk dan sebotol air mineral. Lalu memilih duduk di halaman. Dari posisi itu matanya bisa mengawasi rumah Venita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Match
RomanceWattpad Romance ID March Reading List Nggak sesuai kriteria! Kalimat yang sering diucapkan Yohan jika berurusan dengan masalah jodoh. Gara-gara kriteria yang dibuatnya Yohan malah terpuruk karena patah hati. Perempuan yang menurutnya memenuhi kriter...