Bab 53. Marry Me!

98 10 0
                                    

Bismillah,

 "Mas?" Venita berhenti berjalan sesaat setelah memasuki ruang kerja di lantai dua. Tidak menyangka melihat Yohan sudah duduk di kursi Rozi, sedang menatapnya tajam. "Kok sudah datang?" lanjutnya dengan ekspresi penuh tanya.

Yohan terlihat tidak senang. Matanya melirik tablet di hadapannya. Lalu dia mendengkus. "Ya, gue lagi lihat hasil foto dari Erik," katanya sambil mengarahkan ekor matanya ke tablet.

Senyum tipis Venita tercetak di bibirnya yang sedikit pucat. Di luar hujan turun. Sejak subuh tadi cuaca kelabu sudah menyelimuti kota. Selain kedinginan, perasaan suram yang mencengkramnya membuat tubuhnya terasa kurang sehat. "Bagus-bagus, kan, fotonya Erik?" tanyanya memastikan. Sebenarnya dalam hati bertanya, kenapa Yohan menampilkan ekspresi kecut.

Yohan mengangkat bahu sedikit. Tidak menjawab tapi memberi jalan pada Venita untuk lewat dan duduk di kursinya.

Selama beberapa saat tidak ada yang bicara. Ruangan itu hanya diramaikan dengan suara kursi yang berderit halus. Lalu laptop yang baru dinyalakan berdesing samar. Venita akhirnya menoleh pas Mas Boss, sedikit heran karena Yohan diam saja. "Mas, jendelanya aku buka ya?" tanyanya meminta persetujuan.

"Terserah lu." Mata Yohan masih menancap pada tablet. Satu tangannya menopang kening, sementara tangan satunya sesekali menggulir layar tablet.

Kening Venita mengernyit. "Ada yang salah?" tanyanya khawatir.

Lagi-lagi Yohan hanya mengangkat bahu.

"Ada apa, sih? Mas Yohan nggak suka sama foto-fotonya? Apa perlu pengambilan foto lagi?"

Yohan akhirnya menoleh. Matanya menatap Venita dengan maksud yang tidak terbaca. Sekilas Venita bergidik. Berpikir kalau lelaki di sampingnya ini sudah mengetahui perjanjiannya dengan Erizal. Pikiran Venita langsung sibuk memikirkan alasan kalau-kalau Yohan bertanya.

"Gue ngerasa konsep promo ini nggak cocok dengan Semilir Angin."

Tanpa sadar Venita memutar kursi beroda yang didudukinya. Sekarang dia menatap Yohan sepenuhnya. Sementara lelaki itu kembali ke pose semula.

"Mas Yohan nggak setuju dengan konsep ini?" Ada campuran perasaan lega dan galau di dalam hati Venita. Dia membatin kenapa Yohan tidak memberitahu sebelum pengambilan foto dilakukan kalau tidak setuju dengan konsep promosi.

"Nggak," jawab Yohan pendek.

Venita menarik napas pendek lalu menghembuskannya. Setitik rasa putus asa menghuni hatinya. Dia kacau sejak bertemu Erizal. Sempat berpikir kalau konsepnya untuk promosi Semilir Angin akan berjalan baik. Apalagi dia melihat respon positif Mas Boss. Bahkan lelaki itu mau mengikuti arahan Erik walaupun sedikit mengomel.

Tetapi ini di luar dugaan! Yohan ternyata tidak senang dengan konsepnya. Rasanya Venita patah hati. Dia sudah bekerja keras untuk ini. Demi Semilir Angin. Demi Yohan!

Venita menunduk. Menelan ludahnya dengan susah payah lalu berkata, "Oke ... kalo gitu kita nggak usah ... ganti konsep promo. Saya akan bilang sama Erik kalo kita nggak jadi pake foto-fotonya. Video yang sudah dibuat juga nggak akan diunggah ke Instagram." Setelah menyelesaikan kalimat panjang itu, Venita merasa ada yang perih entah di bagian mana dari dirinya. Keringat menghiasi keningnya padahal udara sedang dingin.

Beberapa saat menunggu tapi Yohan bergeming. Venita heran dengan tingkah Mas Boss hari ini. Semangat Yohan yang dilihatnya beberapa hari ini seperti menguap. Venita mengusap hijab lalu menggigit bibir. Kepalanya sibuk menduga-duga apakah Yohan bertengkar lagi dengan Ayahnya.

"Walaupun foto-foto ini nggak jadi dipakai ... ijinkan saya ... tetap menyimpannya, Mas," bisik Venita.

Yohan langsung menoleh. Alisnya terpaut. Lalu dengan gerakan cepat dia menyimpan tabletnya dan berdiri. "Terserah lu. Atur aja semua. Gue ... hari ini ada urusan," ucapnya. Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, Yohan berjalan keluar.

Imperfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang