Bismillah,
Sudah sore ketika Yohan memarkirkan motornya di area parkir Semilir Angin. Dia membuka helm, lalu menyapukan matanya ke sekeliling. Sepertinya malam ini akan ramai karena Yohan menemukan deretan mobil dan motor terparkir rapi. Senyum tipis menghiasi bibir lelaki bercambang itu.
Sabtu malam ini akan ada grup musik baru yang tampil. The Acacia akan main bergantian dengan Bloom. Evelina dan Ezra ada job manggung di café sebuah hotel setiap dua minggu sekali. Karena tidak mau kehilangan antuasiasme pengunjung, Venita berinisiatif mencari pengganti.
Dalam hati memuji usaha Venita untuk mempertahankan pengunjung, Yohan melangkah memasuki area lantai satu. Stage untuk pemain musik sudah siap. Dia tidak perlu bertanya siapa yang melakukan itu, sudah pasti sang manajer yang cekatan.
"Boss," sapa Bagas dari balik counter barista.
Yohan menghampiri lelaki itu. "Kafe aman?"
"Aman dong, boss. Hati Mas Boss aman nggak?" Bagas menaik turunkan dua alisnya.
"Asem lu. Ngapain ikut-ikut ngurusin hati gue?" Yohan meraih rokok dari sakunya. Menyulut lalu menghisap benda bernikotin itu.
Bagas tergelak. Melihat ekspresi muram Yohan yang berusaha keras ditutupi dia tahu pasti ada sesuatu yang terjadi. Walaupun belum yakin ada kejadian apa. Seandainya Bagas tahu kejadian di ulang tahun Amelia, pasti lelaki itu akan mencecar Yohan. Lebih tepatnya mempertanyakan kenapa Yohan tidak berjuang.
"Mas Boss mau kopi? Apa mau curhat?" goda Bagas lagi.
Menyemburkan asap rokoknya sambil menerawang Yohan masih diam. Mendadak pening menyerang karena bayang-bayang Andi sedang sedang menyodorkan kotak kado pada Venita menyesaki kepalanya. "Gue nggak pengen apa-apa. Lu bisa diem nggak?! Lima menit aja."
Bagas langsung menutup mulutnya. Lalu sibuk menyiapkan pesanan yang baru saja dibawa waiter. Sesekali melirik Yohan yang masih dalam posisi sama. Penasaran menyelimuti, tapi Bagas belum berani bertanya. Tadinya dia mengira ada kabar bahagia dari Yohan tentang pedekatenya pada Mbak manajer. Apalagi Bagas juga mengamati Venita yang jauh lebih diam hari ini.
Susah senangnya Mas Boss Yohan bisa ditebak dengan gampang dari raut wajahnya. Sebaliknya tidak berlaku dengan Venita. Si manajer lebih pandai menyembunyikan rasa.
"Gas, gue mau Americano, deh." Yohan akhirnya bersuara.
"Oke, Boss."
Yohan mematikan rokoknya di tempat sampah khusus. Lalu melangkah ke arah tangga.
"Boss, kopinya mau dibawain ke atas apa gimana?" teriak Bagas.
Yohan hanya mengacungkan jempol tanpa menoleh. Dia sudah cukup menenangkan diri. Sekarang waktunya bertemu Venita. Entah bagaimana dia akan menghadapi perempuan itu. Dia sendiri belum punya ide.
Begitu membuka pintu ruang kerja, wangi grapefruit diselingi dengan raspberry menyerbu penciuman Yohan. Wewangian yang menggambarkan keanggunan dan kelembutan. Sangat pas dengan pemakainya yang sekarang sedang sibuk di depan laptop.
Seperti biasa Yohan berdehem. Lalu memasukkan dua tangannya ke dalam saku.
Venita mendongak sebentar. Kemudian secepat kilat menunduk. Sudah mengira Mas Boss akan segera datang, tapi sesiap apa pun menghadapi Yohan dia tetap salah tingkah. Apalagi tatapan mata tidak bersahabat Yohan ketika Mamanya Andi berulang tahun masih terekam.
"Selamat sore, Pak."
Yohan hanya mengangguk. Tergelitik untuk menarik kursi Rozi dan duduk dekat Venita, tapi masih bimbang. "Ada ... grup musik baru malam ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Match
RomanceWattpad Romance ID March Reading List Nggak sesuai kriteria! Kalimat yang sering diucapkan Yohan jika berurusan dengan masalah jodoh. Gara-gara kriteria yang dibuatnya Yohan malah terpuruk karena patah hati. Perempuan yang menurutnya memenuhi kriter...