Bab 24. Stalker Apes!

197 37 7
                                    

Bismillah,

Mencengkram setir dengan kuat, buku-buku jari Yohan sampai memutih. Di sebelahnya Kania mengoceh dan sesekali tertawa. Yohan sama sekali tidak menangkap apa yang sedang dibicarakan gadis itu. Kepalanya sesak dengan Andi dan Venita yang datang bersama ke acara pertunangan Evelina dan Ezra.

Bisa-bisanya gue nggak curiga kalo Venita bakal datang sama Andi. Shit!

Sungguh di luar prediksi. Tadinya Yohan mengira Venita tidak diundang. Karena itu dia berpikir akan memberanikan diri mengajak Venita mendampinginya. Malam itu waktu dia berdiri hanya beberapa meter dari rumah Venita, ada pertentangan besar dalam dirinya. Antara nekat mengajak sang manajer dengan resiko ditolak, atau datang dengan Kania. Yang terakhir sudah pasti akan membuat Yohan bosan setengah mati.

Kania terlalu banyak bicara. Satu-satunya yang membuat Yohan bertahan adalah pembayaran hutang 50 juta yang belum beres. Hal yang membuat Tommy mulai unjuk gigi dan bertindak kasar pada Kania.

Keputusan Yohan untuk mengirim chat dan meminta Venita datang bersamanya ke acara pertunangan batal seketika. Semua karena lelaki dengan mobil merah itu mendadak muncul lagi. Lelaki bersweater hitam itu turun dari mobilnya dengan menenteng sepasang boneka boba. Mendongak, memandang jendela kamar Venita yang masih terbuka.

Kekesalan Yohan terpantik lagi. Tanpa pikir panjang dia menghubungi Kania.

"Mas, dekorasi pertunangan Evelina keren banget ya. Aku nggak nyangka kalo Evelina ternyata anak pengusaha kaya. Ayahnya punya hotel loh, Mas di Surabaya. Aku tadi juga udah browsing. Hotelnya juga ada di Bali, Lombok, Kupang sama ... di mana lagi aku nggak inget. Pokoknya dia kaya raya. Kalo gitu kenapa juga Evelina masih manggung ya, Mas," cerocos Kania. Satu tangannya memegang suvenir.

Tidak menanggapi, Yohan pura-pura sibuk menyetir. Menatap jalanan yang mulai sepi dengan dengan pikiran terbagi. Menerka apa yang sekarang dilakukan Andi dan Venita. Serta membandingkan sosok lelaki yang membawa boneka itu dengan Andi.

Kayanya bukan mobil Andi. Perawakannya juga beda sama Andi. Yang kemarin lebih berisi. Ck, sialan. Banyak bener penggemar lu, Ven.

"Mas. Yaa ... kelewatan McD-nya. Mas Yohan ngelamun ya? Aku kan udah ingetin dari tadi kalo mau beli burger di McD. Gimana, sih, Mas?" Kania merengut. Lalu menopangkan satu tangan ke dagunya. Dia merajuk. Berkali-kali melirik Yohan yang terlihat tidak peduli.

"Mas!"

"Apaan, sih, Kan?! Lu berisik," kata Yohan tanpa ekspresi.

"Aku mau beli burger," rengek Kania.

"Gue kudu cepet pulang. Capek, butuh istirahat."

"Masak nggak bisa berhenti sebentar, Mas? Paling enggak sampe 10 menit." Kania belum menyerah. Dia juga sebal karena Yohan mengabaikannya.

"Mau 10 menit, 10 detik gue nggak peduli. Atau lu turun di sini gimana?!" Yohan setengah mengancam. Dongkol karena Kania memaksa.

"Ih nggak mau. Nanti aku diikutin Tommy, Mas."

"Ya udah kalo gitu. Duduk dengan tenang. Jangan bawel."

Wajah cemberut Kania semakin terlihat jelas. Dia melipat dua tangan lalu menatap lurus ke depan. Sementara Yohan bersorak karena akhirnya dia bisa menemukan ketenangan. Sialnya, kepalanya malah memutar lagi adegan pertemuannya dengan Andi dan Venita.

Yohan juga tidak lupa bagaimana sikap Andi pada Prisa. Sejak lama dia tahu Andi suka anak kecil dan pandai mengambil hati mereka. Karena itu dia tidak heran kalau putri kecil Venita akrab dengan sahabatnya.

Poin yang juga membuat Yohan semakin tertinggal dari Andi.

"Lu dateng sama siapa?"

Mata Venita jatuh pada Andi. Lelaki berblazer hitam itu tersenyum hangat pada pujaan hatinya. Sorot mata menyiratkan bahagia juga tidak luput dari pengawasan Yohan. Dalam hati dia menyumpah-nyumpah karena Andi menang darinya.

Imperfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang