Rei duduk di atas ranjang dengan rambut sedikit berantakan habis bangun tidur. Perempuan itu menatap lurus pada pintu kamar mandi di ruangan itu.
Tak lama, pintu itu terbuka. Sosok Joash yang baru saja mandi dan berbalut handuk di pinggang muncul. Pria itu melirik padanya sekilas.
"Kemejaku, Rei." Si suami bicara tanpa menatap istrinya. Berdiri di depan meja rias, pria itu menyemprotkan parfum, menggunakan gel rambut, dan lain-lain.
Rei tak melepas pandangan dari orang itu. Wajahnya dibuat tenang, tetapi sedikit kesal. Sedemikian rupa diatur hingga Joash merasa bahwa Rei sedang marah.
Ini pukul sebelas malam. Rei yang tadinya sudah lelap dibangunkan Joash, untuk diminta menyiapkan pakaian. Suaminya itu ingin pergi bersama teman-teman katanya.
Kesal? Sebenarnya tidak. Rei tidak masalah Joash ingin melakukan apa, dengan siapa dan kapan. Namun, wajah sok kesal sekarang diperlukan demi meyakinkan Joash bahwa Rei adalah istri yang baik dan sedikit menganggu pria itu.
Rei sempat memancing amarah Joash tadi. Saat dibangunkan pria itu, ia bertanya Joash ingin ke mana dan kenapa harus di jam larut seperti ini. Ada nada melarang, tetapi tak terang-terangan.
Si lelaki langsung menunjukkan rasa tak suka. Sikap egoisnya langsung muncul. Joash menyuruh Rei untuk tidak ikut campur lebih jauh dan menuruti saja yang Joash perintahkan.
"Kemejaku, Rei," ulang si suami seraya berbalik. Dua tangannya di pinggang.
Perempuan itu berdiri, turun dari ranjang. Menuju lemari, lalu mulai mencari kemeja, celana dan pakaian dalam yang Joash minta. Gerakannya lambat, ingin semakin membuat orang di sana kesal.
"Kamu marah karena aku pergi selarut ini?"
Yang ditanyai tak bersuara.
"Kamu udah mulai larang-larang aku melakukan apa yang aku suka? Aku cuma pergi sama teman cowok. Kami hanya akan karoke, Rei."
Jelaskan semaumu, Rei sama sekali tidak peduli. Di balik pintu lemari, perempuan itu mengangguk asal dan menguap.
Didiamkan, Joash mengusap wajah. Lelaki itu mulai tak senang. "Aku enggak akan mati kalau enggak tidur satu hari, Rei."
Pria itu ingat yang tadi siang Rei katakan. Istrinya itu tak senang karena seharian ini Joash hanya main gim, lupa makan dan segalanya.
Membawa apa yang Joash minta dan meletakkan di atas ranjang, Rei menatap pria itu sebentar. Masih tak buka mulut, ia berjalan ke kamar mandi.
Helaan napas Joash terdengar berat. Ia yakin jika sekarang Rei memang sedang marah. Lain dengan istri Yuda, saat marah, Rei memilih diam tenyata. Dan itu lebih terasa lebih sulit untuk ditangani.
Selesai berpakaian, harusnya segera berangkat, Joash malah mematung di dekat ranjang. Pria itu menatap ke arah kamar mandi yang sejak tadi masih tertutup.
"Rei. Kamu sedang apa di dalam sana?" Ia mendekat ke sana. Mengetuk, mencoba memutar gagang, tetapi ternyata dikunci dari dalam.
Tidak ada suara, Joash yakin di dalam sana istrinya tengah menangis. Rei pasti sedih.
"Rei. Aku harus pergi."
Di balik pintu, Rei yang berjongkok tengah asyik membaca sesuatu di ponsel. Ia memang sengaja mengunci diri agar tak perlu bertatap muka lagi dengan Joash. Sungguh ia ingin pria itu segera pergi.
Joash sudah menemukan pegawai untuk warung usahanya. Karena itu, sejak dua hari lalu, pria itu lebih banyak waktu di rumah. Seharian di kamar, bermain gim, sore atau malamnya pergi bertemu teman-teman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomanceRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...