Bab 47

2.9K 161 13
                                    

Ruang tamu. Lewat tengah malam, Joash tengah menghisap rokoknya, duduk di sebelah Bela. Si lelaki berkata ingin mengatakan sesuatu, tetapi sejak tadi tak kunjung buka suara.

"Kenapa aku bisa nebak kamu mau bicarakan apa, ya, Jo?" Bela kasihan karena mata Joash sudah terlihat mengantuk. Sepertinya, sulit sekali untuk pria itu memulai pembicaraan.

Joash mematikan rokoknya. Mengembuskan kepulan asap putih dari mulut, lalu menoleh pada Bela sekilas. "Soal pernikahan. Kayaknya, akan ditunda lagi."

Bela tersenyum mengerti. Ia sebenarnya sudah paham apa maksud Joash berkata demikian.
Tidak perlu berpikir lama untuk mengetahui bahwa Joash tak serius dengan pernikahan keduanya.

Siapa pun bisa melihat, walau kerap membawa perempuan lain ke rumah ini, di hati pria itu cuma ada satu perempuan. Perempuan yang sedang mengandung anaknya Joash.

Bukan dirinya, Tere, Miranda atau yang lain. Pemilik hati Joash hanya Rei seorang. Sayangnya, pria itu seolah berusaha menutupi perasaannya yang sebenarnya. Entah karena apa.

"Kenapa, sih, kamu melakukan semua ini, Jo?" Takut-takut Bela bertanya.

"Karena aku mau bikin Rei susah. Aku udah pernah jelasin kayaknya."

"Ya, aku masih enggak paham. Kamu secinta itu sama dia, tapi malah bilang mau nyakitin."

"Siapa yang bilang aku cinta sama dia?" Joash menengok Bela dengan tatapan garang.

"Orang enggak kenal kamu juga pasti bisa tahu, Jo. Cukup lihat gimana kamu natap Rei, semua orang juga tahu kalau dia itu berharga buat kamu. Apalagi aku yang tiap hari lihat kamu sama dia."

"Memang aku natap dia gimana?" Joash jadi penasaran. Mengapa bisa Bela berkata demikian? Asal menebak?

"Ya, gitu. Susah dijelaskan, tapi bisa dirasa. Kamu enggak jawab pertanyaan aku, Jo."

"Ngasal kamu," tuduh Joash. Lelaki itu tertawa, lalu menatap lurus. "Jawabanku masih sama. Aku mau Rei susah."

"Dan kamu juga yang ikut susah," ejek Bela. "Cepat-cepat selesaikan ini, deh. Aku ngeri lama-lama ikut-ikutan kamu bikin Rei kesal. Kena azab aku nanti menyakiti ibu hamil."

"Orang kayak kamu takut begituan?"

"Khusus untuk ibu hamil, iya. Apalagi, Rei enggak pernah berbuat jahat sama aku."

"Jahat kok pilih-pilih." Joash tertawa.

Bela yang melihat itu ikut tertawa. Ia menatapi si lelaki agak lama, sampai akhirnya sadar jika ada orang lain di ruangan itu.

Yang pertama menyadari kehadiran Rei adalah Joash. Lelaki itu bertukar pandang dengan istrinya yang sedang berdiri tak jauh dari sofa dan mengusapi perut.

"Kebangun? Lapar, Rei?"

Rei tidak langsung menjawab. Ia membelai perutnya dan menatapi dua orang di sofa. Kemudian, menarik napas dalam.

"Kalian, kalau mau mesra-mesraan, lihat tempat, tolong? Setidaknya kasih tanda gitu, biar aku enggak lewat atau masuk." Setelah berkata demikian, Rei pergi ke dapur.

Sementara itu, Joash yang di ruang tamu mendapat tatapan heran dari Bela.

"Samperin, Jo. Jelasin. Rei salah paham itu. Dia kira kita lagi mesra-mesraan."

Si pria menggeleng. "Kamu, kalau lihat suami kamu mesra-mesraan sama orang lain, apa reaksinya akan setenang itu juga?" Ia menyalakan satu sigaret lagi. Mendadak malas pergi ke kamar.

Bela menatap prihatin. Ia iba pada Joash. Rei memang kelewat tenang untuk ukuran istri yang melihat suaminya selingkuh. Pada dirinya saja, Rei masih bisa bersikap baik. Joash pasti kesal karena tak melihat Rei meluapkan emosi cemburu.

Fake Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang