Tadinya ingin menuju lemari, usai keluar dari kamar mandi, entah mengapa Rei malah melangkah menuju nakas untuk mengambil ponsel. Sekarang hari Selasa, ia iseng saja akan memainkan benda itu.
Masih mengenakan handuk, perempuan yang rambutnya masih basah dan dibiarkan tergerai itu berdiri di samping ranjang sebelah kiri. Tepat di samping Joash yang masih betah bergelung di bawah selimut.
Pertama, Rei memeriksa aplikasi pesan. Tidak ada yang penting untuk diperiksa. Kedua, ia langsung menekan ikon surel. Menarik layar, menunggu sebentar untuk pembaruan, lalu mata perempuan melebar.
Ada satu email baru. Isinya yang membuat Rei langsung melompat senang. Itu dokumen kontrak. Perjanjian kontrak untuk novelnya yang kemarin diajukan ke platform menulis berbayar itu.
Lulus. Novel itu diterima. Tak terhingga bahagia yang Rei rasakan. Bukan semata karena karyanya akan mendapat bayaran, tetapi lebih dari itu, ia mendapat pengakuan. Lulus seleksi, ditawarkan kontrak kerja sama, artinya karya Rei diterima. Ada tempat untuknya bisa menyalurkan hobi yang dulu sering disebut orang tua sebagai kegiatan tidak berguna.
Membaca isi kontrak itu dua kali, Rei kembali melompat-lompat kecil. Senyumnya lebar, perempuan itu membangunkan Joash, tanpa pikir panjang naik ke pangkuan si suami.
"Ash! Bangun dulu. Aku mau cerita."
Joash yang tidur hanya dengan celana pendek langsung terjaga saat merasakan sensasi dingin di paha. Mengerjap-ngerjap dengan punggung sudah bersandar ke kepala ranjang, laki-laki itu menggigit bibir gemas saat menyadari penampilan sang istri.
Pagi-pagi sudah dipancing rupanya.
"Ceritaku bisa terbit di sana, Ash. Diterima kontrak di sana," Senang sekali, Rei memeluk, menciumi Joash. Bibirnya melengkung sempurna, hingga mata sedikit menyipit.
Ditunjukkan layar ponsel yang menampilkan kontrak kerja sama, Joash berusaha memahami. Tidak membaca keseluruhan, hanya nominal angka yang nanti diterima Rei sebagai upah, lelaki itu jadi ikut senang. Ia balas memeluk Rei.
"Sesenang itu, Rei?" tanyanya karena kembali mendengar tawa si istri.
Rei mengangguk. "Ini langkah awal yang bagus, 'kan? Enggak muluk pengin langsung disukai ribuan orang, tapi setidaknya akan dapat pengalaman."
Pagi yang baik. Joash sungguh akan mengingat ini dalam waktu yang lama. Rei terdengar optimis, penuh semangat dan tak ada yang lebih membahagiakan daripada ini.
"Wah, yang sebentar lagi dapat uang banyak."
Rei tertawa. Ia membalas candaan tadi dengan candaan pula. "Mau apa? Mau dibelikan apa?"
"Enggak mau apa-apa. Ini aja." Tangan pria itu membawa tubuh Rei yang dibalut handuk rapat padanya.
Sedang senang, Rei tak keberatan mengabulkan keinginan suaminya. Toh, Joash berkontribusi atas hal bagus yang diterima hari ini. Kalau pria itu tak mengizinkannya membeli laptop, Rei pasti tak terlalu percaya diri untuk terjun lebih dalam di hobinya.
Pria itu juga terlihat turut senang setelah mendengar pemberitahuan tadi. Jadi, Rei rasa tidak masalah. Terlebih kondisi juga mendukung. Rei hanya tinggal menaikkan tubuhnya sedikit, menurunkan bawahan Joash, lalu membuat mereka menyatu. Dan sudah. Anggap saja perempuan itu sedang berbagi kebahagiaan.
***
Joash yang baru pulang bekerja kembali menemukan Rei sedang memangku laptop di sofa ruang tamu. Alih-alih bosan dengan pemandangan yang akhir-akhir ini sering dilihat, pria itu malah tersenyum senang.
Rei dan menulis. Joash tak menyangka istrinya seserius ini dengan hobi itu. Dalam satu hari, Rei selalu menyempatkan diri mengetik naskah novelnya itu. Entah sebelum tidur, di sela jam istirahat atau seperti sekarang, kala harus menunggu Joash pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomansaRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...