Bab 37

1.9K 129 8
                                    

Joash tidak tahan menghadapi Ibu dan Kakaknya. Daripada meledak di rumah, pria itu memutuskan pergi setelah Rei tidur tadi. Lelaki itu menghabiskan waktu dan uangnya di tempat karoke. Kali ini sendirian. 

Saat ia pulang, rumah sudah dikunci. Mobil Naka juga sudah tidak ada. Tidak membangunkan Rei, lelaki itu masuk ke rumah dengan kunci cadangan.

Membuka kemeja dan menggantinya dengan kaus rumah, Joash pergi ke kamar dekat dapur. Berdiri agak lama di samping ranjang yang Rei tempati, lalu melangkah menghampiri si istri yang terlelap.

Joash menatapi wajah itu. Membelai pipi Rei pelan, lalu mengecup keningnya lama.

Ini rumit. Sungguh. Selingkuh, pernikahan kedua, kepala Joash hampir pecah. Sekarang, anak.

Sebenarnya, sampai saat ini, lelaki itu masih belum sepenuhnya yakin jika di dalam rahim Rei sudah tumbuh benihnya. Terkejut, tetapi Joash mendapati ada sensasi yang lain yang dialami. Ia gugup. Gugup yang terasa menyenangkan.

Sebenarnya lagi, pria itu tak terlalu suka dengan anak kecil. Dulu, saat Nia berusia satu bulan, saat akhirnya Joash datang menjenguk, anak perempuan itu menangis hanya karena ia pelototi. Sampai sekarang Nia berumur enam, hubungannya dengan sang keponakan juga tak begitu baik.

Namun, membayangkan akan ada sosok anak kecil yang dilahirkan oleh Rei. Punya kemungkinan akan mirip dengan sang istri atau dirinya. Memiliki DNA-nya dan menjadi keturunannya, Joash mendadak tak sabar.

Ia antusias. Tak sabar. Gugup, tetapi senang. Namun, bagaimana dengan hubungannya dengan Rei?

Rumah tangga ini palsu. Penuh kebohongan. Bagaimana bisa seorang anak tumbuh di lingkungan yang demikian? Membayangkannya saja Joash takut.

Sesaat setelah dokter memberitahu bahwa istrinya hamil, alih-alih senang, Joash malah memikirkan ide jahat yang tak manusiawi. Ia tak menginginkan anak itu. Hanya akan menambah rumit dan sulit keadaan. Namun, saat ia menatapi wajah Rei yang belum sadarkan diri, niat itu seketika sirna.

Bagaimana jika anaknya itu perempuan dan mirip Rei? Joash sungguh tak ingin calon putrinya itu kenapa-kenapa. Niat tadi pun menguap.

Namun, hah. Banyak sekali namun di sini. Bagaimana dengan Rei? Apa istrinya itu setuju soal anak mereka? Rei tidak mencintainya. Bagaimana bila anak mereka mirip Joash dan Rei jadi membencinya karena itu?

Usianya masih dua bulan, tetapi Joash sudah sesak napas memikirkan masa depannya.

Lelah berpikir, pria itu naik ke atas ranjang. Duduk di dekat Rei yang berbaring menyamping menghadap padanya. Pelan, sedikit ragu, telapak tangan menyentuh perut rata Rei.

Ada gemuruh aneh di dada Joash. Membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan matanya hangat. Pria itu merasa sangat lemah sekarang. Ingin rasanya bicara, mengajak sesuatu yang tengah ada di perut Rei mengobrol.

Joash ingin mengadu. Pada janin yang bahkan belum punya detak jantung. Pria itu berbaring, menyamping, wajahnya sejajar dengan perut Rei.

"Nak." Bibir pria itu bergetar. Ia heran mengapa bisa mendadak melankolis begini. "Hai, Nak. Aku Joash. Aku yang buat kamu."

"Aku harus apa sekarang?"

Rasanya jahat sekali. Menanyakan hal demikian pada sesuatu yang masih belum bernyawa.

"Aku suka kamu ada. Aku enggak benci, cuma terkejut. Tapi ... keadaan kita sedikit aneh sekarang."

Joash mendekat ke sana, menciumi perut Rei dan mengusapnya lembut. "Jangan bikin susah Ibu, ya, Nak. Aku bakal berusaha untuk buat Ibu nerima kamu."

Fake Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang