Bab 55

2.5K 124 2
                                    

"Semangat! Se-ma-ngat! Se-ma-ngat!"

Tawa milik Yuda dan Rudi berderai. Di depan dua laki-laki itu, Joash hanya bisa memutar mata dan membuat gerakan seolah akan melemparkan sekop di tangan ke wajah dua temannya.

Bisa-bisanya dua orang itu tertawa saat Joash sudah bermandi peluh sejak tadi.

Siang ini, pembuatan kolam ikan untuk Rei dimulai. Joash putuskan membuat kolam hias sederhana di halaman belakang rumah. Pria itu menyewa satu orang tukang dan menawarkan diri untuk membantu.

Tugas Joash adalah menggali tanah sedalam 30 cm, berbentuk persegi dengan cangkul dan sekop. Untuk selebihnya, seperti memasang plastik, meratakan sisi lubang, memasang batu alam, adalah urusan si tukang.

Joash memanggil Yuda dan Rudi, pikirnya dua temannya itu bisa membantu. Yang ada, dua laki-laki dewasa itu hanya jadi tim hore. Bersorak seperti orang gila di bawah pohon mangga yang rindang, membiarkannya kesusahan seorang diri di bawah terik matahari. 

Kalau bukan demi Rei, Joash tak akan mau melakukan semua ini. Istrinya memang tak meminta ia turun tangan. Namun, Joash sangat ingin ikut campur. Bagaimana juga, kolam ikan ini adalah hadiah untuk si calon ibu. 

"Kalian berdua, kalau enggak guna, mending pulang sana," usir Joash saat kembali memindahkan tanah dengan sekop. Tubuhnya yang hanya dibalut singlet berwarna putih sudah basah seluruhnya.

"Niatnya begitu. Tapi, Ibu Rei bilang suruh tunggu kolaknya matang." Yuda menaik-turunkan alis.

"Lagian, kapan lagi lihat pemandangan begini. Seksi sekali kamu, Jo." Rudi sengaja mengedipkan satu mata.

"Enggak guna!" Joash merutuk tak sopan.

Yuda dan Rudi tertawa saja. Bagi Joash, mungkin dua temannya itu memang kurang kerjaan. Tetap tinggal, menontoni Joash, tanpa ada niat membantu. Sebenar-benarnya, dua rekan Joash itu sungguh terheran dan bangga. Agaknya, perubahan yang dialami si calon ayah cukup banyak dan mengarah ke sesuatu yang baik.

Bayangkan. Joash ini adalah orang yang pernah dengan sengaja tidak langsung pulang ke rumah setelah sekolah, hanya karena tidak ingin membantu ibunya membereskan rumah. Dan sekarang, lihat. Rela bermandi keringat, demi membangun sebuah kolam ikan hias bagi istrinya. Sungguh pengorbanan yang tidak terduga.

Rasa heran itu kemudian Yuda suarakan usai puas tertawa. "Ibu Rei padahal nggak minta kamu ikut capek. Kenapa, sih, pengin banget ikut capek? Mau dicap suami idaman, ya?"

Joash menggeleng. Lengannya membasuh keringat di wajah. "Kamu enggak akan paham. Ini hadiah untuk Rei. Aku pengin setidaknya ada jerih payahku di proses buatnya. Bukan cuma ngasih uang."

Rudi tertawa dan bertepuk tangan. "Dulu aja, ada yang pernah bilang sama aku. Jangan mau jadi budak cinta. Apalagi sama perempuan. Kita ini laki-laki, harus selalu jadi kepala yang memimpin, bukan diperintah-perintah."

Kekehan Joash terdengar. Ia mengambil sejumput tanah, lalu melemparnya pada Rudi. "Masa lalu itu. Sekarang, saya siap melakukan apa pun demi Reiasa."

Yuda dan Rudi mengeluarkan lidah, seolah ingin muntah. Namun, mereka senang.

"Nggak serunya, sih, itu. Aku duluan yang nikah, tapi kamu duluan yang bakal punya anak." Yuda memasang tampang seolah memelas.

"Mending kamu, Yud. Aku, mau punya anak pun, buatnya sama siapa?" sambung Rudi dengan mimik tak kalah nestapa.

Senyum congkak Joash merekah. "Ketahuan, 'kan, siapa yang jantan?" Ia menepuk dada, lalu setelahnya menyesal karena kaus dalam berwarna putih itu jadi terkena noda tanah.

"Ash, makan dulu." Dari arah rumah, Rei datang bersama Bu Yuni. Perempuan itu membawa sebuah piring dan botol minum di tangan.

Tersenyum lebar, Joash melempar cangkulnya sembarangan. Mengajak si tukang juga ikut makan, lalu menghampiri Rei.

"Tanganku kotor. Makannya ditolongin kamu, ya, Rei?" Pria itu memamerkan deretan gigi yang putih. Dibalas Rei dengan tatapan datar, ia makin tergelak senang.

Si Nyonya rumah mempersilakan semua tamunya makan. "Kolaknya aku hidangkan selepas makan, ya."

Yuda dan Rudi mengangguk patuh. Mulai menikmati makan siang gratis mereka.

"Capek, Rei." Joash mengadu seraya menyandarkan punggung di punggung istrinya. "Panas."

"Siapa yang suruh kamu ikut-ikutan, Ash? Aku udah bilang, kamu enggak akan kuat."

"Aku juga mau ikut andil. Gimana juga, ini permintaan kamu." Joash melahap satu suapan nasi dan sayur dari Rei. Meski tadi menolak, istrinya itu ternyata bersedia membantunya makan.

"Aku enggak minta dibuatkan kolam ikan, tolong diingat."

Si suami mengangguk. "Ini hadiah. Kamu enggak minta, aku yang mau kasih." Kolam ikan hadiah pertama, yang kedua semoga cepat menyusul, batin pria itu.

Rei mengangguk asal. Terserah Joash saja. Lebih baik untuk tak membantah pria keras kepala itu. Menyuapi Joash lagi, Rei tanpa sadar memandangi wajah berpeluh laki-laki itu. Semua nyaris basah oleh keringat, bahkan rambut hitam Joash.

Tergerak begitu saja, ia menyeka dahi si lelaki dengan tangan. Perasan itu datang lagi. Rei merasa sangat istimewa. Melihat ada orang yang rela bersusah payah demi memberikannya sesuatu, perempuan itu jadi ingin tersenyum.

"Enggak usah aneh-aneh. Ini di luar kamar, banyak orang. Mau kucium di depan mereka semua?" peringat Joash yang sangat tidak siap menerima serangan senyum manis itu lagi. Ini yang kedua kalinya sang istri tersenyum demikian. Cantik dan membuat dada berdebar.

"Bagus," kata Rei pelan. Tangannya kembali menyendokkan makanan untuk si pria.

"Apanya yang bagus? Kucium di sini?"

Kepala Rei menggeleng. "Lupain. Nanti kamu besar kepala." Rei beralih menatap si tukang. "Kira-kira bisa selesai berapa hari, Pak?"

"Dua hari, Bu. Saya usahakan secepatnya."

Rei mengangguk antusias. "Lebih cepat lebih baik. Si Mas, Emas dan Imas kayaknya udah bosan di fishball yang kecil."

"Si Mas?"

"Emas?"

Tanya bingung Yuda dan Rudi, Rei angguki. "Satu lagi namanya Imas. Joash semua yang kasih nama."

"Ikan?" Rudi mengkonfirmasi. Dijawab anggukkan, ia berdecak, lalu menggeleng geli pada sang sahabat. "Enggak kreatif!"

"Jangan biarkan dia milih nama untuk anak kalian, Ibu Rei. Bisa aneh nanti," timpal Yuda.

Rei setuju atas itu. "Aku yang pilih nama. Udah ada nama depan, Joash cuma perlu cari belakangnya."

Pernyataan yang langsung membuat Joash tersenyum lebar.

"Kamu udah nemu nama? Siapa? Jangan mirip sama tokoh di novel kamu, awas!"

Pria itu semakin tak sabar menunggu lahirnya anggota keluarga baru itu. Sungguh, jika anak itu lahir nanti, Joash akan menyambutnya dengan senyum yang sangat lebar.

***

Rei memicing kesal pada Joash. Laki-laki itu sungguh tidak punya hati, hingga membiarkannya bangun dari duduk hanya untuk membukakan pintu pada tamu mereka. Harusnya Joash bisa melakukan itu. Pria itu sedang asyik menonton TV tadi.

Sesaat setelah menarik daun pintu, Rei terdiam beberapa saat. Ia kemudian menguasai diri dan menyilakan tamu itu masuk. Ada dua orang. Reyan dan Sasa.

Untuk apa orang tuanya datang di sore hari begini? Tumben sekali? Bukankah jadwal menyicil utang sudah dilakukan dua hari lalu, ya?

Fake Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang