Rei baru saja selesai menjemur pakaian di halaman belakang. Pekerjaan rumah sudah selesai, perempuan itu melangkah ke kamar dengan membawa segelas air untuk diminum.
"Ash? Kamu enggak lapar?"
Rasanya sudah cukup memberi waktu pada si suami untuk tidur, Rei menarik gorden. Sinar mentari langsung masuk ke ruangan itu, mengenai sosok yang masih bergelung di bawah selimut di ranjang.
Joash menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Rei menghampiri untuk kemudian menarik turun kain tebal itu dari tubuh Joash.
"Ash?" Dahi Rei mengernyit melihat wajah Joash yang kuyu dan pucat. "Kamu belum bangun?"
Si suami membuka mata perlahan. Ekspresinya seolah menahan sakit, beberapa kali meringis. "Aku sakit, Rei. Badan aku panas."
Rei menaruh tangan di dahi lelaki itu. Benar. Suhu tubuh Joash terasa lebih hangat dari yang seharusnya.
"Perut aku juga sakit. Perih."
Sumpah demi apa pun, Rei ingin tertawa. Ia ingin terbahak, bahkan jika mungkin bertepuk tangan dan melompat-lompat untuk merayakan ini. Joash sakit. Pria itu akhirnya tumbang setelah nyaris seminggu bersikap layaknya anak SMA yang berontak diberi nasihat.
Mampus.
Tidak tidur, tidak makan, seharian main gim, kemarin minum alkohol. Wajar jika tubuh Joash menunjukkan tanda protes begini. Rei sudah menduga akan jadi begini. Karenanya, ia sungguh menikmati. Namun, tidak terang-terangan tentu saja.
Agar bisa tersenyum, perempuan itu membungkuk untuk memeluk Joash yang berbaring menyamping. "Aku udah bilang untuk jaga jam tidur. Jadi begini, kan. Maaf." Karena sudah menertawakanmu diam-diam.
Lengkung di bibir Rei sempurna. Ia merasa Joash menggapai punggung, membuat usapan lembut di sana.
"Bukan salah kamu, Rei. Ini salah aku."
Mam-pus. Rei melipat bibir ke dalam saat tawa hampir lepas. Merapikan mimik, perempuan itu menegakkan tubuh.
"Kita ke klinik, ya? Di dekat sini ada klinik umum. Aku pinjam motor tetangga."
Joash menggeleng. "Ini cuma demam biasa. Tiduran dan minum antibiotik, pasti udah sembuh." Pria itu berusaha tersenyum di tengah ngilu yang menusuk-nusuk tulang. "Jangan sedih dan cemas berlebihan gini."
Cemas tulang keringmu! Rei senang bukan main sekarang.
"Kayaknya aku durhaka sama istri ini. Kena hukum karena nakal."
Oh, ke mana sikap berkuasamu itu, Joash? Tidak mau diatur? Silakan. Lanjutkan. Jangan cepat menyerah hanya karena demam.
Rei tak tahan. Ia kembali memeluk lelaki itu. Senyumnya lebar sekali di sana.
Mam-pus.
***
Karena tak ingin dibawa ke klinik, keadaan Joash sama sekali tidak membaik setelah dua kali menelan obat demam yang Rei simpan di rumah. Pria itu malah semakin parah.
Wajahnya semakin merah karena demam makin tinggi. Muntah, mual, tak bisa makan apa pun. Tiap menit mengeluh sakit dan ngilu pada Rei. Ke kamar kecil saja harus dipapah Rei. Sungguh kondisi yang membuat sang istri khawatir.
Rei khawatir tak bisa menahan tawa lebih lama.
"Aku antar ke klinik, ayo. Aku bisa bawa motor. Udah aku pinjam dari tetangga." Menjelang sore, Rei kembali mengajak suaminya berobat.
Joash sungguh merasa bersalah melihat ekspresi takut Rei. Sebelum akhirnya mengiyakan tawaran itu, ia meminta Rei mendekat agar mereka bisa berpelukan. Joash sungguh menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomantikRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...