Rei berjalan cepat melewati pintu belakang. Di tangannya ada segelas jus jeruk. Dua tungkai yang dibalut sneaker itu melangkah menuju tepian kolam renang.
Perempuan itu menarik napas dalam, lalu membuangnya pelan-pelan. Melakukannya beberapa kali, kemudian perlahan tubuh dan pikiran terasa lebih rileks.
Sore ini ia dan Joash ada di rumah Viona dan Naka. Ada acara syukuran kecil-kecilan, makan bersama keluarga untuk merayakan ulang tahun Nia.
Mencoba mengakrabkan diri dengan sanak saudara Joash di dalam sana selama satu jam, Rei memutuskan menepi sejenak usai Nia meniup lilin. Dan halaman belakang rumah Viona menjadi tempat pelariannya.
Istrinya Joash itu hanya berdiri, menatapi air kolam yang sesekali bergerak karena angin, seraya meneguk jus dari gelasnya. Beberapa saat mengosongkan pikiran dari segala macam bentuk kecemasan, Rei kemudian terpikirkan sesuatu.
Bukan hal luar biasa. Hanya soal hubungannya dengan Joash yang semakin aneh. Aneh di sini bukan karena pria itu berhenti perhatian. Hanya saja ... entah. Rei tak bisa menjelaskan keanehan yang dialami seperti apa.
Mereka berjarak. Wajar. Mereka memang hanya dua orang asing yang terikat pernikahan atas dasar saling menguntungkan. Namun, entahlah. Rei benar-benar tak paham akan gusar yang ia punya.
Bukan sekadar takut jika Joash bisa sewaktu-waktu meminta perpisahan. Namun, lebih dari itu. Ada ketakutan yang lebih besar. Apalagi setelah peristiwa beberapa hari lalu.
Mengingat kejadian itu, Rei bergidik. Tangannya mengusap pelan leher, di mana masih ada bekas cengkeraman jemari Joash di sana.
"Oke. Email-nya sudah saya terima. Kamu bisa mengirimkan file lainnnya malam nanti atau besok."
Suara itu membuat Rei menoleh, lalu mengangguk sopan. Ada Naka di sana. Tampaknya sedang menerima telepon tentang pekerjaan.
"Kenapa di sini, Rei?" Naka menyimpan ponsel di saku. Mendekat pada si adik ipar.
"Cari angin, Kak."
Naka mengangguk saja. "Di dalam terlalu ramai, ya?"
"Namanya juga acara keluarga." Rei yang mulai tak nyaman ditanyai dan ditatapi intens mengalihkan pandang ke arah kolam ikan tak jauh dari kolam renang. Persis di belakang Naka.
Ikut menengok ke sana, Naka mengangguk. "Lihat ikan bisa membantu menghilangkan stres, sih. Kamu mau coba tangkap sekalian? Jo bilang, kamu suka memancing."
Naka mengetahui itu karena si adik ipar pernah repot-repot datang ke kantor hanya untuk menanyakan berapa biaya dan ke mana harus mencari jasa pembuatan kolam ikan. Joash mengaku ingin punya satu, karena Rei suka memancing.
Rei mengangguk saja. Tak lama dahinya berlipat saat melihat ayahnya Nia itu menggulung lengan kemeja, membungkuk ke arah kolam dan mulai menenggelamkan tangannya di air di sana.
"Ini, tertangkap satu. Kamu mau pegang?"
Mengesampingkan sungkan yang dirasa, Rei mendekat. Naka tidak berbohong. Di tangan lelaki itu sudah ada satu ekor ikan mas.
Rei tersenyum. Memegangi ikan tadi, mengambil alih dari tangan Naka.
"Besar. Ikannya besar."
"Tiap hari dikasih makan lima kali sehari sama Nia. Gendut pasti."
"Makannya apa?" Rei mengangkat ikan tadi untuk menontoni mulut hewan air itu.
"Pelet, deh, kayaknya."
"Ada banyak, ya, ikan di sini?"
"Dulu ada li--"
Naka tak merampungkan ucapan. Pria itu terhuyung dan mundur beberapa langkah. Joash yang entah kapan datang, mendorong bahunya kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomanceRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...