Bab 32

2.1K 131 4
                                    

Dunianya sudah hancur. Joash merasa sudah cukup untuk meratap dan bersedih. Pria itu ingin melakukan sesuatu demi menyelamatkan hidupnya yang sebenarnya sudah terasa amat hambar.

Di dini hari, berbaring di samping Rei yang terlelap, pria itu berpikir seraya menatapi wajah istrinya.

Tujuan Rei menikahinya bukan karena cinta. Semua yang perempuan itu lakukan selama ini hanyalah bentuk jasa timbal balik atas nafkah materil yang Joash berikan.

Rei tidak mencintainya, tidak pernah sama sekali. Jadi, Joash tak mau semakin menjatuhkan harga diri, semakin menyakiti hati sendiri dengan berharap bahwa perempuan itu akan membalas cintanya suatu saat nanti.

Bukan perceraian. Cara yang akan Joash pakai untuk membalas Rei adalah dengan membuat perempuan itu menyerah sendiri. Joash yakin, seratus persen, jika ia meminta bercerai, istri jadi-jadiannya itu tak akan mau. Maka, agar lebih menyakitkan, maka Joash akan membuat Rei yang menyerah. Lelaki itu akan memaksa Rei menjadi orang pertama yang meminta cerai.

"Ditambah sayangnya, ya, Pak Ash. Aku akan berusaha supaya ukuran sayang kamu semakin besar."

Teringat ucapan Rei itu, Joash tersenyum getir. Ia mengatai dirinya bodoh, dungu, karena dengan mudahnya percaya pada semua kebohongan perempuan itu.

Ke mana saja Joash selama ini? Instingnya nyaris tak pernah salah. Namun, membaca yang tersirat di cara Rei menatapnya selama ini ia tak mampu. Bodohnya, ia percaya dan sukarela menceburkan diri dalam kebohongan itu. Bukan hanya jatuh, Joash juga terluka. Amat parah.

Joash membenci Rei. Pria itu sudah mencintai istrinya tersebut dan sangat membenci Rei karena itu.

"Ash. Jangan."

Suara lirih barusan menarik Joash dari lamunan. Ia mendekat pada sisi tempat tidur yang dihuni Rei.

"Jangan, Ash."

Ada bulir peluh di dahi Rei yang mengernyit. Tubuh perempuan itu mulai bergerak gelisah. Napasnya terlihat cepat dan putus-putus.

"Ash."

Rei terbangun, membuka mata dan pandangan mereka bertemu. Joash berusaha menampilkan ekspresi tak bersalah, walau sebenarnya yang ia rasakan adalah yang sebaliknya.

"Mimpi apa kamu? Mimpiin aku yang coba bunuh kamu lagi?" Joash tersenyum sinis, sengaja mengusap peluh di dahi Rei. "Yang mana? Yang aku cekik atau yang di kolam?"

Si istri tak menyahut. Ia mengubah posisi tidur jadi menelungkup. Dua tangannya diselipkan di bawah bantal. Wajah itu berpaling dari Joash.

Tidak dilihat Rei, air muka Joash berubah. Mendung, kelabu, penuh sesal, tetapi juga sarat kecewa dan marah. Joash tahu sikap tubuh yang barusan istrinya perlihatkan. Rei akan tidur di posisi itu ketika merasakan takut saat hujan lebat turun atau listrik padam.

Joash bergerak lagi. Mendekat pada Rei, pria itu ikut berbaring telungkup, setengah tubuhnya berada di atas punggung Rei.

Lelaki itu membaui rambut si istri. Ingin sekali memeluk, tetapi menahan diri.

"Dengarkan saja aku bicara. Jangan menyahut atau bertanya."

Tak ada jawaban, jadi Joash melanjutkan.

"Ini aneh, tapi aku marah saat tahu bahwa kamu sama sekali enggak punya perasaan ke aku. Aku sempat mau kita pisah. Tapi, aku tahu kalau kamu pasti nolak. Kamu mau selamanya jadi parasit yang menempeliku, 'kan, Rei?"

Reiasa memejamkan mata. Berusaha menerima semua hinaan yang akan Joash lontarkan.

"Karena itu, aku mau kamu yang minta cerai duluan."

Fake Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang