Bab 40

2.2K 139 8
                                    

"Baring mulu kamu, enggak bosan? Gerak, ibu hamil butuh banyak bergerak." Joash melempar tatapan malas pada Rei yang pagi ini terlihat berbaring di sofa ruang tamu. Ini hari Minggu, biasanya istrinya itu akan lari pagi.

"Capek, Ash. Aku mau tidur." Perempuan berkaus hitam itu memunggungi suaminya.

"Siapa yang bakal masak? Aku belum nemu asisten rumah tangga. Rumah juga belum disapu. Kamu makin malas setelah mesin cuci aku reparasi, 'kan?"

Rei tidak menyahut. Joash ini memang tak tahu diri. Bisa-bisanya meminta Rei melakukan semua itu, sementara Bela bebas tak mengerjakan apa-apa. Calon istri kedua Joash itu juga seharian hanya di kamar.

"Enggak guna memang kamu. Aku enggak mau, ya, beresin rumah. Aku juga capek. Ini hari Minggu, aku mau istirahat dan senang-senang. Kamu jangan nyusahin aku."

Berisik, si istri bangkit dari tidur. Melempar sorot marah, tetapi bibirnya tetap rapat. "Iya. Aku beresin rumah."

Rei sudah pergi ke dapur, Joash berdiam di tempatnya. Pria itu malah menyesal. Sebenarnya ia hanya iseng tadi. Menggoda Rei yang belakangan seolah menjaga jarak.

Istrinya itu makan duluan, di dapur. Menyajikan makanan di meja untuk Bela dan Joash saja. Tidur lebih cepat dan mengelak tiap kali Joash ajak bicara.

Joash hanya iseng berkata seperti tadi. Ia ingin bercanda, berharap Rei membalas. Namun, si istri malah menganggapnya sungguhan.

Masa bodoh, Joash mengusap wajah kasar. Ini juga tidak buruk. Dengan begini, Rei akan menganggap dirinya masih marah. Walau berat, pria itu akhirnya meninggalkan rumah. Menjemput kesenangan di luar bersama Rudi dan Yudi.

***

Hanya beberapa jam Joash di luar, lalu sebuah panggilan telepon memaksanya meninggalkan Yudi dan Rudi. Viona memberitahu jika Rei sedang pergi ke rumah sakit. Sendirian, istrinya itu naik motor, demi memeriksa keadaan kehamilan.

"Mau seburuk apa kamu, Jo? Istrimu ke rumah sakit sendirian, malam-malam begini, naik motor pula."

"Ada darah. Rei berdarah."

Entah apa yang terjadi, yang Joash yakin, keadaan Rei tidaklah baik. Istrinya itu berdarah kata Viona. Pendarahan? Anak mereka kenapa-kenapa?

Sepanjang perjalanan, Joash menyesali perkataannya tadi pagi. Apa Rei seperti ini karena Joash memaksanya bekerja? Sialan memang Joash ini.

Terlalu macet jalanan minggu malam ini. Joash sampai di parkiran rumah sakit yang Viona sebutkan, saat Rei juga tampak di sana.

"Rei!" Pria itu berteriak setelah turun dari mobil. "Kamu ini memang sengaja bikin aku dipandang buruk, ya? Kenapa enggak kasih tahu aku kalau kamu berdarah?! Kamu malah ngadu ke Viona. Akting terus kamu, Rei. Jijik aku! Kamu berdarah? Apanya?"

Didatangi Joash, diteriaki tiba-tiba, Rei sempat memekik kaget. Perempuan itu geram, hingga dengan sengaja menendang kaki sang suami.

"Dari mana kamu tahu aku di sini?" tanya perempuan itu seraya memakai helm. Pemeriksaannya sudah selesai.

"Kamu kenapa? Kenapa sendiri? Kenapa enggak kabarin aku?" Joash memegangi dua bahu Rei. Mengamati perut dan kaki perempuan itu.

"Kan kamu yang bilang enggak mau disusahin. Aku udah selesai. Kata dokter, itu enggak pa-pa. Enggak sakit dan enggak berbahaya."

Perdarah kecil. Hanya flek. Itu yang dokter terangkan pada Rei.  Tidak berbahaya karena pendarahannya tidak parah dan memang wajar terjadi karena perubahan hormon.

Usai menjelaskan itu pada Joash, Rei naik ke motornya. "Udah beres aku. Pergi sana. Aku bisa sendiri."

Berkacak pinggang, Joash menggigit bibir bawah, menatapi sang istri dengan hati dongkol. "Pulang sama aku, Rei. Mana ada orang hamil yang bawa motor sendiri, mengangkang begini."

Fake Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang