Joash menahan tubuh polos Rei yang hendak bangkit. Pria itu memeluk istrinya erat dari belakang.
"Ash? Kamu udah bangun?"
"Mau ke mana kamu sepagi ini?" Suara pria itu serak karena baru saja bangun.
"Dapur. Masak." Tak dilihat Joash, Rei memutar mata malas saat merasakan tangan suaminya mulai bergerak. Aktif sekali, padahal baru saja terjaga dari tidur.
Si suami menyungging senyum kala merasakan punggung Rei bergerak gelisah. "Enggak lelah, Rei? Kamu baru tidur beberapa jam."
Kepala Rei menggeleng. Perempuan itu pasrah saja saat Joash membalik tubuhnya agar mereka berhadapan.
Ia hanya membalas tatapan Joash selama beberapa detik. Setelahnya, perempuan itu menurunkan pandangan. Bukan malu karena mereka sama-sama belum menutupi tubuh. Rei sedang berusaha bersikap layaknya istri yang manis. Walau karena itu ia harus menahan mual.
"Kenapa? Kenapa kamu pakai pakaian seperti kemarin malam?"
Kemarin malam, Rei berhasil membuat Joash membara. Memenuhi kepalanya dengan hasrat, hingga tak punya waktu untuk bicara. Pagi ini, saat pikirannya sudah lebih jernih, Joash menyuarakan tanya yang sejak semalam dipunya.
Saat ia pulang kemarin, pukul sebelas, Joash menemukan istrinya dalam balutan pakaian yang memprovokasi. Gaun tidur tipis dengan panjang mencapai setengah paha. Menggantung di tubuh indah Rei hanya dengan dua tali super kecil.
Tidak digoda saja Joash kalap, apalagi sengaja dibuat bangun.
Joash penasaran saja. Mengapa Rei seolah ingin menggodanya? Apa perempuan itu tidak merasa lelah? Sejak mereka menikah, Joash selalu meminta hak hampir setiap malam.
"Kenapa, Rei? Apa aku terlalu besar kepala karena merasa kamu sengaja menggoda?" Telapak tangan Joash bergerak halus. Dari mulai punggung, bahu, lalu turun ke pinggang si istri.
"Aku enggak berusaha menggoda." Bibir bawah Rei maju satu senti. "Memang aku perempuan penggoda? Lain kali, enggak aku pakai lagi kalau kamu enggak suka."
Joash menampilkan giginya yang rapi. Tertawa pelan, lalu mengecup pelipis Rei. "Kenapa? Kalau bukan menggoda, lalu untuk apa?"
"Biar kamu senang," jawab Rei cepat. "Aku baca di internet, beberapa kali juga di novel online. Suami itu suka kalau pulang kerja lihat istrinya cantik, seksi. Kamu enggak begitu?"
Haduh! Joash berharap Rei tidak menyadari perubahan suhu di wajahnya. Pria itu merasa panas di pipi. "Kamu ingin buat aku senang?"
Rei menilik arti tatapan suaminya. Dahi perempuan itu berkerut. "Gagal, ya? Jadi aneh?"
Joash mengangguk jahil. Dilihatnya air muka Rei jadi kelabu, pria itu terbahak. Puas sekali.
"Jangan diketawain, Ash. Kasihan sedikit." Rei memegangi pipinya. Menepuk-nepuk beberapa kali di sana, menghindari tatapan Joash.
Si suami yang gemas meraih wajah Rei. Menciuminya mulai dari dahi, kening, pelipis, ujung hidung, pipi, lalu berulang kali di bibir.
"Secinta itu sama aku, Rei?"
Rei memicing. "Menurut kamu?" Teruslah berkhayal, Joash.
Bibir Joash melengkung sempurna. "Jangan banyak-banyak cinta sama aku, Rei. Aku takut enggak bisa balas."
"Enggak perlu, Ash." Jawaban cepat itu langsung disesali Rei. Ia dan Joash bertatapan. Si perempuan mulai gugup.
"Enggak perlu," ulang Rei seraya bergerak mendekat pada suaminya. Ia taruh wajah di ceruk leher Joash. "Kamu hanya perlu menerima, bukan membalas."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomanceRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...