Rei membawa tubuhnya duduk. Kepala perempuan itu terasa amat pusing. Suhu tubuh tinggi. Terlalu malas untuk turun dari ranjang dan keluar dari kamar.
Di luar sana, sayup-sayup Rei mendengar suara beberapa orang. Ia mengenalinya. Joash, Bianca dan Naka.
Setelah diantar pulang oleh Joash tadi pagi, Rei merasa tubuhnya terasa tak nyaman. Karenanya, setelah berganti pakaian dan menerangkan rencana pernikahannya dengan Joash pada Reyan dan Sasa, ia putuskan untuk tidur. Niatnya hanya sebentar, malah bablas hingga malam hari.
Bukannya membaik, demamnya malah makin parah. Bagus juga sebenarnya. Rei punya alasan untuk tak bergabung dengan keluarga dan keluarga Joash. Biarkan saja mereka bicara sampai puas. Yang penting buat Rei hanya menjadi istri Joash.
Pintu yang Rei punggungi berderit, perempuan itu memejam. Langkah kaki terdengar mendekat.
"Rei? Masih tidur kamu?"
Joash yang datang. Sepertinya, pria itu benar-benar sudah direstui. Joash bahkan sudah diperbolehkan masuk ke kamar ini.
Bergeming, Rei membuat dahinya berkerut. Ada sentuhan di lengan, lalu telapak tangan di dahi.
"Astaga. Sakit. Rei? Kamu bisa dengar aku?"
Sakit. Satu ide terbersit begitu saja. Agar tak perlu ikut repot dalam persiapan pernikahan, sakit agaknya adalah alasan yang tepat. Bagus. Rei hanya perlu memperparah demamnya.
Perempuan itu membuka mata perlahan, pura-pura terkejut atas kehadiran Joash, lalu membalik badan.
"Ini jam berapa, Ash?" Syukur sekali suara Rei bisa separau itu. Mendukung.
"Sejak kapan kamu demam? Kenapa enggak ke dokter?" Air muka Joash yang semula semringah berubah sedikit mendung.
"Kamu kapan datang? Mamamu ikut? Kenapa aku malah ketiduran?" Berusaha duduk, bahu Rei didorong si lelaki agar kembali berbaring.
"Di sini aja. Nanti aku bilang ke mereka kalau kamu sakit."
"Aku enggak mau ada yang tertunda cuma karena aku demam, Ash. Aku kuat jalan. Cuma pusing sedikit."
Kembali Joash membaringkan Rei. Pria itu meringis melihat wajah pucat calon istrinya. Ia membungkuk, lalu memberi kecupan hangat di bibir Rei.
"Kita ke dokter, ya?"
Karma. Pura-pura sakit, Rei malah merasa pandangannya mengabur. Suara Joash menjadi samar-samar, lalu tak jelas.
"Ash?" panggilnya seraya menggapai lengan pria itu. "Ash." Lalu perempuan itu jatuh tak sadarkan diri.
***
Kelelahan dan banyak pikiran.
Perkataan dokter membuat Joash menyesal. Rei yang terbaring lemah seperti sekarang adalah karena ulahnya. Pasti karena malam saat mereka datang ke rumah Viona.
Di mobil, Joash ingat bagaimana ia sangat bersemangat melakukannya dengan Rei. Ditambah pagi harinya, lalu di kamar mandi.
Di samping ranjang rawat yang dihuni sang kekasih, Joash menatap sedih pada punggung tangan Rei yang dipasang jarum infus. Kata dokter, calon istrinya itu butuh dirawat beberapa hari, apalagi, mereka akan menggelar acara pernikahan yang tentunya menguras tenaga.
"Ash?"
Panggilan lirih itu Joash tanggapi dengan senyuman. Senang sekali melihat akhirnya Rei membuka mata.
"Kenapa aku di sini?"
Joash meraih jemari Rei. "Kamu perlu dirawat beberapa hari. Katanya, kamu banyak pikiran. Mikirin apa memangnya? Aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomanceRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...