"Kamu yakin enggak sayang sama induknya?"
Kalimat itu candaan. Joash yakin, Rei hanya asal ucap. Tak bersungguh-sungguh. Namun, dampak lawakan itu ternyata parah. Si lelaki merasa tertantang. Tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya memang tidak menyayangi Rei.
Tidak menyayangi Rei. Itu bohong, sebab Joash sadar jika benar dirinya sudah teramat sayang pada si istri.
Demi menguatkan kebohongan, malam ini Joash membawa Bela pulang ke rumah. Ia memberitahu calon istri keduanya itu, bahwa mulai sekarang akan tinggal bersamanya.
Saat tiba di rumah, Joash yang kembali masuk dengan kunci cadangan, menjumpai Rei ada di ruang tamu. Duduk di sofa, dengan wajah menghadap layar televisi.
"Belum tidur kamu?" Sengaja ia tarik tangan Bela agar duduk di sampingnya. Mereka menghuni sofa yang sama, sedangkan Rei sendiri.
Perempuan itu menoleh, menatap datar seperti biasa, lalu memalingkan wajah ke Bela.
"Dia Bela. Yang aku ceritakan. Calon istri kedua."
Rei menahan napas sebentar. Mengangguk satu kali, lalu menekan tombol remote. Siaran yang tadi ia ikuti mendadak tak lagi seru.
"Kamu udah makan, Ash?" Rei menengok pada perempuan cantik di samping Joash. "Kalian udah makan?" ulangnya.
"Sudah." Joash melirik tontonan. Sial. Lagi-lagi respon Rei biasa saja. Sebenarnya apa yang bisa membuat perempuan itu mengamuk?
Mengangguk lagi, Rei bangkit dari duduk. "Aku ambil selimut sama bantalku dulu dari kamar."
Langkahnya yang melewati Joash tertahan. Si suami menarik lengan Rei hingga berbalik. Rei menunduk, Joash sedikit menengadah.
"Kamu tidur di sana. Bela tidur di kamar yang lain. Sama aku."
Lagi, kepala Rei naik-turun. "Kalian mau langsung tidur apa masih mau di sini?"
"Kamu masih belum mau tidur?" Joash malah balik bertanya. Tanpa sadar pria itu memijat pelan lengan istrinya.
"Aku enggak bisa tidur. Kesal aku seharian ini." Rei bercerita dengan bibir maju beberapa senti.
"Kenapa?"
Selamat tinggal Bela. Joash sepenuhnya melupakan si calon istri kedua. Laki-laki itu memberi seluruh atensi pada Rei. Memegangi lengan perempuan itu, saksama mendengar ceritanya, seolah hubungan mereka baik-baik saja.
Rei mengadu. Tadi pagi ia ingin alpukat. Perempuan itu pergi ke pasar untuk membelinya. Lumayan banyak yang Rei bawa pulang, tetapi saat dimakan, rasanya aneh.
"Busuk?" tebak Joash. Ia menarik Rei agar duduk di pangkuan.
Yang ditanya menggeleng. "Bagus, Ash. Besar-besar. Tapi, rasanya aneh."
"Aneh gimana?" Pria itu memeluk pinggang istrinya. Menunduk sebentar untuk memberi kecupan di perut Rei.
"Enggak enak. Mungkin, lidah aku yang udah bermasalah." Rei sudah sengaja menaruh banyak gula dan kental manis rasa cokelat pada alpukatnya. Namun, rasanya benar-benar tak seenak yang diharap. Ada yang kurang, tapi entah apa.
"Kesal gara-gara itu?" Rei menjawab dengan anggukkan, Joash memandangi wajah perempuan itu lama. "Masih mau alpukat?"
"Pengin. Tapi, rasanya enggak enak. Di dapur masih sisa banyak."
Joash mengulas senyum. Ia mengalungkan dua lengan Rei di leher. Membawa perempuan itu dalam gendongan untuk diantar ke kamar. "Aku cari alpukat sebentar, kamu tunggu di kamar. Ketiduran juga enggak pa-pa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
RomantizmRei berhasil menipu semua orang, termasuk Joash, suaminya. Sikapnya yang baik, polos, patuh dan seolah-olah sangat mencintai Joash, sebenarnya hanyalah kedok agar bisa menumpang hidup. Benalu berkedok istri. Satu hari, kebohongan Rei akhirnya ter...