“Saya datang untuk reservasi atas nama Arya Baskoro”
Aku berkata seperti itu kepada seorang pelayan di pintu masuk restoran. Pelayan tersebut sebelumnya mencegahku masuk ke dalam restoran dan bertanya terlebih dahulu.
“Apakah anda Dimas Herdian?“
Tanya pelayan itu lagi sembari memberikan senyuman formalitasnya kepadaku.
“Iya betul”
“Mari ikuti saya”
Setelah mengatakan itu, pelayan pria tersebut memanduku masuk ke dalam restoran. Aku baru pertama kali ini masuk ke restoran mewah ini.
Aku terus mengikuti pelayan pria tersebut. Sesekali aku melirik ke kiri dan ke kanan. Interior di restoran mewah ini begitu menakjubkan.
Semenjak aku masuk tadi aku merasa heran mengapa tidak ada orang lain selain kami berdua.
Apa memang restoran mewah selalu sesepi ini?
Aku tidak yakin akan hal itu. Biasanya restoran mewah selalu banyak pengunjung hingga mereka harus membuat reservasi terlebih dahulu sebelum bisa makan di sini.
Aku pernah mendengar untuk bisa makan di sini kamu perlu menunggu hampir 1 bulan lamanya. Aku pikir itu terlalu berlebihan.
Dari tempatku berada aku melihat seseorang yang duduk di salah satu kursi dekat dinding restoran yang dibuat dari kaca. Ia menoleh ke arah kami dan melambaikan tangannya kepadaku sambil tersenyum.
Aku tidak sedikitpun membalas senyuman darinya.
“Silahkan duduk di sini”
Kata pelayan pria tersebut setelah kami sampai di meja reservasi. Aku pun duduk di kursi sebrang Arya. Pria yang membuat reservasi untuk makan malam kami.
Setelah aku duduk pelayan tersebut pergi. Sekarang Arya dengan jelas ada di hadapanku. Tampilannya jauh lebih rapi dengan setelan jas mewahnya.
“Dimas, gimana kabarmu?“
Tanyanya membuks pembicaraan sambil memberikan senyum terbaiknya.
“Baik”
Jawabku dengan singkat. Sedari tadi aku merasa gugup. Apalagi di sini hanya ada kami. Pelayan lain tidak terlihat sama sekali.
Aku melirik kebagian kananku. Karena ini dinding kaca aku bisa melihat pemandangan di luar yang sudah gelap. Pemanandangan malam di kota yang di terangi dari lampu dari beberapa gedung di bawah kami serta lampu di jalanan. Terlihat juga titik kecil cahaya warna merah yang berasal dari kendaraan.
“Kenapa pesan aku jarang kamu balas?“
Pertanyaan dari Arya mengalihkanku dari pandangan ini dan membuat mataku beralih kepadanya. Seminggu lalu ia memang menghubungiku. Awalnya aku bingung kenapa ada nomer baru yang menghubungiku. Namun setelah itu ia menelponku dan bilang kalau itu adalah dirinya.
Aku tidak tahu dari mana dia bisa mendapatkan nomerku. Apalagi itu adalah nomer pribadiku yang hanya orang terdekat saja yang tahu.
“Maaf aku sibuk”
Ia kembali tersenyum mendengar jawabanku. Untuk beberapa alasan entah kenapa senyuman itu terasa creepy di mataku.
“Apa aku bisa pulang sekarang,” tambahku
“Jangan terburu-buru. Kita masih punya banyak waktu,”jawabnya
“Kita makan dulu. Kamu pilih menunya"
Kata Arya sembari memberikan buku menu kearahku. Aku mengambil buku menu tersebut dan membukanya. Aku kaget dengan harga menu yang tertulis. Aku memang tahu kalau harga makanan di restoran ini pasti mahal. Tapi aku tidak menyangka harganya akan semahal ini. Untuk air mineral saja harganya sungguh di luar akal. Untuk harga segitu aku bisa mendapatkan kurang lebih 8 galon air berisi 19 liter.
Harga makanan lain pun sama mahalnya. Aku penasaran apakah rasanya sesuai dengan harga tersebut?
Aku pun memilih menu makanan dalam hati.
“Kamu sudah pilih menunya?,” tanya Arya.
Aku balas mengangguk dan dan menaruh buku menu di meja. Kemudian Arya memanggil pelayan. Pelayan yang tadi mengantarku ke sini kembali datang. Aku dan Arya pun memberitahu pesanan kami. Setelah pelayan pergi aku bertanya kepada Arya.
“Mengapa kamu ingin mengajakku makan malam?“
Arya diam sebentar setelah mendengar pertanyaanku. Sepertinya ia sedang mimilih jawaban apa yang harus di katakannya. Ia pun menatapku dengan lekat dan berkata “Aku hanya ingin mengajak teman makan malam.“
Teman katanya?
Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kami adalah teman. Aku merasa hubungan diantara kami bukanlah teman. Lebih tepat hubungan kami di sebut…
“Kita bukan teman”
Alasan aku datang ke sini karena berhutang sesuatu kepadanya. Dan itu adalah satu-satunya alasan. Tidak ada yang lain.
“Tapi aku menganggap kita teman”
Dengan semua perlakuan yang dulu ia lakukan padaku, ia menggapku sebagai teman. Setelah itu aku lebih mengabaikannya.
Tidak lama pesanan kami datang dan di taruh di atas meja. Aku pun mulai minum dan makan tanpa menunggu perintahnya terlebih dahulu. Aku ingin cepat-cepat pergi dari sini.
“Makannya pelan-pelan. Jangan terburu-buru. Nanti kamu tersedak”
Setelah ia mengatakan itu aku kembali mengabaikannya. Mungkin karena mengabaikan nasihatnya aku mulai tersedak.
“Uhukk uhukkk”
“Minum airnya”
Ia menyodorkan gelas minuman kepadaku. Aku segera mengambil gelas itu dan meminum airnya.
“Minum dengan perlahan”
Aku pun sudah tidak tersedak dan menaruh gelas kembali di atas meja. Aku melihat piring di depanku yang sudah kosong kemudian pandanganku beralih kepada Arya.
“Aku sudah selesai makan. Aku sudah memenuhi permintaanmu. Aku sudah tidak berhutang apapun kepadamu. Aku harap kita tidak akan bertemu lagi dan ini adalah terakhir kalinya kita bertemu. Tidak ada alasan bagi kita untuk bertemu lagi. Dan jangan hubungi aku lagi. Terima kasih untuk makan malamnya. Aku pergi”
Aku mengeluarkan kata-kata yang sedari tadi aku tahan. Setelah mengatakan itu di dalam hatiku merasa lega.
Aku tidak ingin lagi bertemu dengan orang di hadapanku ini. Kami ini bukan teman. Lebih pantas hubungan diantara kami ini disebut sebagai pembuli dan orang yang dibuli.
Aku beranjak dari tempat dudukku. Arya pun berbicara menghentikan langkahku.
“Sayangnya aku tidak bisa menepati itu”
Setelah mendengar itu aku pergi dari sana meninggalkannya sendirian dengan makananya yang belum habis.
To Be Continued
Tinggalkan jejak☆
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romance[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...