Part 39

5K 382 2
                                    

"Apa kamu masih merasa gugup?" Tanya Arya saat kami baru saja keluar dari dalam lift. 

"Tentu saja. Kita akan makan bersama dengan kakakmu. Selain itu aku masih malu dengan kejadian 2 minggu lalu." Jawabku.

Kami berdua tengah berjalan beriringan di sebuah lorong menuju tempat restoran di mana kami dan kakaknya Arya akan makan malam bersama.

Minggu lalu Arini menghubungi dan mengajak aku serta Arya untuk makan malam bersamanya. Ia juga mengatakan akan mengirimkan alamat restorannya.

"Jangan pikirkan itu. Kakakku pasti memakluminya." Kata Arya menanggapi.

"Tapi tetap saja. Bagaimana bisa saat kita bertemu aku malah memakai bathrobe. Terlebih dia kakakmu." Kataku

"Tanang saja. Ia tidak akan berpikiran buruk terhadapmu. Kakakku sangat baik." Jawab Arya berusaha menenangkanku

"Baiklah." Jawabku berusaha untuk merasa lebih tenang.

Minggu sore tadi Arya menjemputku ke tempat kontrakan. Ia meminta izin terlebih dahulu kepada nenek. Tidak hanya itu ia juga berjanji akan membawa pulang aku malamnya juga setelah acara makan malam kami selesai.

Awalnya nenek tidak suka. Namun karena aku juga bilang aku akan baik-baik saja serta berjanji pasti akan pulang nenek akhirnya mengizinkan kami untuk pergi.

"Disini." Kata seorang perempuan.

Itu adalah Arini. Ia berdiri dari tempat duduknya sambil melambai ke arah kami dan tersenyum. Aku pun membalas senyumannya.

Kemudian kami saling menyapa.

"Duduk di sini Dimas." Pinta Arya setelah menggeser  kursi ke belakang. Aku pun segera duduk di sana. Setelah itu Arya juga melakukan hal yang sama di kursi sebelahku. 

"Dimas bagaimana kabarmu?" Tanya Arini.

"Saya baik-baik saja, Mba Arini." Jawabku.

"Jangan panggil aku Mba. Aku merasa sangat tua. Panggil aku saja Kak." 

"Baik, Kak."

"Ah… aku senang mendengarnya. Aku seperti mendapatkan adik baru yang sangat imut dan menggemaskan." Kata Arini dengan senyum lebar.

Karena Arini mengatakan hal tersebut rasa gugup dan maluku segera mulai berangsur menghilang. Sejauh ini aku cukup nyaman mengobrol bersamanya. 

"Dimas itu kekasih aku, bukan adik kakak." Kata Arya sambil memelukku dari samping. Perilaku Arya yang seperti ini layaknya anak kecil yang cemburu saja.

"Terserah kamu. Kita pesan makan dahulu." Jawab Arini.

Kami bertiga pun mulai memesan makanan yaitu berupa daging steak.

Saat di tengah makan kami lanjut mengobrol.

Setelah Arini memotong daging steak di piringnya menggunakan pisau dan garpu ia bicara, "Dimas sudah pacaran dengan Arya dari kapan?" Kemudian ia mengambil potongan steak dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Aku menyesap wine sedikit lalu menjawab, "Sudah 2 minggu, Kak Arini."

Arini yang mendengar tersebut agak terkejut lalu berkata, "Jangan bilang saat aku datang ke apartemen Arya itu adalah hari pertama kalian jadian."

"Lebih tepatnya itu hari kedua." Jawab Arya

"Pantas saja kalian begitu bersemangat." Kata Arini menggoda kami.

Pipiku mulai merah segera aku kembali menyesap wine dari gelas. 

"Oh iya, aku baru menyadari sesuatu." Ujar Arini segera.

"Menyadari apa kak?" Tanya Arya kebingungan.

"Ini Dimas yang sering kamu ceritakan, kan?" Tanya Arini dengan girang.

"Kak, jangan bahas itu." Pinta Arya.

Aku yang melihat itu semakin penasaran mengapa Arya enggan membahasnya. Oleh karena itu aku bertanya, "Arya sering menceritakan apa, Kak?" 

"Kak jangan bilang Dimas." Pinta Arya dengan pasrah.

"Hehe… kenapa kamu segitunya tidak ingin Dimas tahu? Toh itu bukan hal yang sangat memalukan." Kata Arini.

"Arya aku boleh dengar itu dari Kak Arini ya?" Tanyaku sambil melihat ke arah Arya yang ada di sampingku.

Untuk sementara waktu Arya terdiam terlebih dahulu, lalu menghela nafas lalu berkata, "Boleh."

"Jadi Arya sering cerita apa ke Kak Arini?" Tanyaku segera.

"Kalau tidak salah kalian dulu satu sekolah, kan?" Tanya Arini memastikan dan segera dijawab oleh anggukan dariku.

"Waktu dulu aku ingat, saat dia pulang sekolah ia selalu datang ke kamarku dan sering berbicara tentang seseorang. Ia selalu bersemangat saat menceritakanmu. Ia juga sering bercerita tentang kegiatan bersama kalian di sekolah. Bahkan ia juga bilang kalian selalu pergi ke mana-mana hampir selalu bersama. Kalian layaknya sulit terpisahkan. Ia sangat berbeda ketika dia bersekolah di SMP. Walaupun ia punya banyak teman, namun baru kali itu aku melihatnya bersikap seperti itu. Lalu suatu hari Arya terlihat selalu melamun. Aku tidak tahu apa yang membuat Arya suka melamun, kalau aku tidak salah ingat waktu itu ia sedang cedera kakinya. Selain itu saat aku tanya pun ia tidak ingin menjawabnya. Aku rasa ia berperilaku seperti itu saat liburan sekolah dimulai. Saat ia kembali masuk sekolah ia sedikit berbeda, terkadang aku melihat ia…"

"Kak cukup sampai di sana saja." Penjelasan Arini segera terhenti oleh interupsi Arya.

"Baiklah.. selebihnya kamu tanyakan saja ke Arya." Tambah Arini.

Sebenarnya aku masih ingin tahu kelanjutan cerita Arya waktu dulu. Namun bila Arya tidak ingin membahasnya, aku memaklumi itu. Mungkin ia merasa tidak nyaman.

Selain itu, lain kali Arya pasti akan menceritakan semuanya saat ia telah siap. Aku hanya perlu menunggunya menjelaskannya secara sendiri tanpa perlu memaksanya.

"Arya, katanya kakek mau undang kita di acara makan malam keluarga. Apa kamu mau ikut?" Tanya Arini yang berusaha mengalihkan topik.

"Entahlah… aku merasa tidak ingin pergi ke sana." Jawab Arya.

"Kamu bisa bawa Dimas ke sana jika kamu merasa bisa lebih tenang. Kakek merindukanmu. Apalagi saat kamu mengantar kakak pergi ke rumah kakek kalian tidak berte--." Kata Arini.

"Kak, cukup." Perkataan Arini terhenti oleh Arya.

"Maafkan, Kakak. Kalau kamu tidak ingin pergi. Itu tidak masalah, biar kakak yang jelaskan." Jawab Arini.

Saat aku melihat Arya kedua tangannya tengah mengepal dengan erat. Ia seperti sedang menahan amarahnya. Baru kali ini aku melihat Arya yang seperti ini. Apa ia tidak suka bertemu dengan kakeknya?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang