Part 38

4.9K 428 1
                                    

Wanita yang datang bersama Arya akhirnya melihatku yang sudah berdiri dari tempat dudukku. Segera mata kami saling bertemu satu sama lain.

"Oh ternyata ini. Pantesan kamu ngelarang Kakak untuk masuk ke dalam apartemenmu. Sepertinya kalian sedang bersenang-senang." Kata wanita tersebut sambil tersenyum ke arahku.

Tunggu sebentar.

Sial.

Aku baru ingat kalau aku masih memakai bathrobe. Aku benar-benar sangat malu dan ingin bumi runtuh saja saat ini.

Segera aku pergi dari sana dan naik menuju lantai atas serta langsung masuk ke dalam kamar Arya. Aku segera melepaskan bathrobe dan memakai kemeja dan celana milik Arya yang kebesaran ditubuhku. Lengan kemeja segera aku lipat sampai siku. Selain itu aku juga memakai gesper untuk celana dan kedua ujung celana dilipat sampai mata kaki.

Wanita tersebut pasti sudah melihat bekas merah dan gigitan di bagian leherku. Selain Itu ia juga melihat rambutku yang masih basah. Oleh karena itu ia bilang kami sedang bersenang-senang.

Aku malu.

Setelah selesai aku menghirup udara sebentar dan mengeluarkannya guna mencoba menenangkan jantungku yang berdetak dengan kencang akibat gugup.

Saat tiba di bawah aku melihat Arya dan wanita tadi sedang duduk di ruang tengah. 

"Duduk di sini Dimas." Suruh Arya. Aku pun duduk di sofa samping Arya. Wanita tersebut duduk di seberang kami.

"Dimas, kenalin ini Kakak aku, namanya Arini Prasetyo."

"Kakak, Ini Dimas Herdian." 

Arya memperkenalkan kami.

"Halo. Nama saya Dimas Herdian." Aku mencoba menahan rasa malu dan saling berkenalan dengan wanita tersebut sambil memberikan senyuman ramah dan mengulurkan satu tangan kananku.

Wanita tersebut membalas senyumanku dan menerima uluran jabat tanganku kemudian berkata, "Hai, aku Arini Praseyto. Kakaknya Arya." 

"Omong-omong kamu Sekretarisnya Arya bukan?" Tanya Arini, Kakak Arya. 

"Iya, benar." Jawabku.

"Lalu apa yang kamu lakukan di sini sehingga menginap di apartemen milik Arya?" Pertanyaan Arini yang tajam terasa seperti interogasi antara seorang polisi dan seorang tersangka.

Untuk waktu yang cukup lama aku terdiam menimbang apa yang seharusnya aku jawab, namun ada suara yang segera berbicara, "Dimas itu pacarku." 

Itu suara Arya.

Lalu Arini kembali menatap ke arahku, aku segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Sepertinya kalian sudah bersenang-senang semalaman. Karena itu aku akan pergi sekarang. Aku tidak ingin mengganggu waktu indah kalian." Kata Arini sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Ini ponselmu semalam tertinggal di dalam mobilku." Kata Arini sambil menyerahkan ponsel milik Arya

Arya mengambil ponselnya lalu berkata, "Terima kasih, Kak"

Sekarang Arini mendekat ke arahku dan memegang bahuku lalu berbisik ke telingaku, "Aku ingin minta nomor ponselmu." Kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tas selempang coklat miliknya.

"Kakak minta apa sama Dimas?" Tanya Arya.

"Itu bukan urusanmu." Kata Arini. Aku mengambil ponsel milik Arini lalu memasukan nomer ponselku di ponsel miliknya.

"Tentu saja urusanku, Dimas adalah kekasihku" kata Arya cemberut. 

Aku menyerahkan ponsel milik Arini. Setelah itu Arini mendekat ke arah Arya dan berkata, "Jangan cemburu kepada kakakmu. Kakak mana mungkin mengambil kekasihmu." 

Arini kembali berbicara, "Kakak pergi dulu. Kakak ada urusan lain. Lain kali kita berbincang-bincang bersama." Kemudian dia pergi keluar dari apartemen milik Arya sambil melambaikan tangannya.

"Tadi kakak minta nomor ponselmu bukan?" Tanya Arya setelah pintu apartemen terdengar tertutup dari luar.

"Iya." Jawabku

Aku terdiam sebentar mencoba memproses kejadian pagi ini dan kejadian sebelumnya, setelah itu bertanya, "Jadi dia kakakmu?" 

"Iya, Kak Arini memang kakakku. Kami satu Ayah walaupun berbeda ibu." Jawab Arya

"Aku pikir dia orang yang kamu sukai." 

"Aku memang menyukai kakakku sebagai saudara. Lalu bagaimana?"

"Maksudku, beberapa hari terakhir setelah kita bertemu dengan kakakmu di restoran hotel. Kamu selalu bahagia saat berjumpa dengan dia. Aku kira… ia…"

"Maksudmu aku menyukai kakakku secara romantis?" Tanya Arya sambil terkekeh.

"Iya" gumamku pelan.

"Hahahah… Dimas kamu benar-benar menggemaskan. Kenapa kamu sampai berpikir seperti itu?" Tanya Arya setelah selesai terkekeh lalu memelukku dengan erat.

"Kamu menatapnya dengan bahagia lalu selalu pergi bersamanya. Selain itu, bagaimana bisa aku tahu? Aku tidak pernah melihat kakakmu sebelumnya" kataku sambil menahan rasa malu karena berprasangka yang tidak-tidak kepada Arya.

"Aku tersenyum bahagia karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Saat aku di luar negeri kami sangat jarang bertemu, walaupun begitu kami masih sering berkomunikasi. Saat aku kembali ke tanah air, ia tengah menyelesaikan studi kedokterannya. Lalu pagi waktu itu dia baru sampai di sini tanpa memberitahuku karena ingin memberi kejutan, namun kita malah secara kebetulan bertemu di restoran hotel. Oleh karena itu aku langsung mengantarnya pulang sambil mengobrol bersama." Jelas Arya

"Lalu kenapa kemarin kamu pergi dari siang?" Tanyaku masih penasaran dengan itu.

"Kemarin kakak dihubungi oleh kakek. Kakek minta kakak untuk datang ke rumahnya. Karena kakak tidak ingin pergi sendirian ia memintaku untuk datang bersamanya. Aku menyetujuinya. Pulang dari rumah kakek, kakak mengantarku pulang ke sini" 

"Oh.. jadi begitu. Selama ini aku salah paham. Lalu kenapa kamu tidak memperkenalkan kami?"

"Aku minta maaf karena tidak segera memperkenalkan kalian. Aku hanya ingin memperkenalkan kalian di situasi yang tepat saja. Namun ternyata kalian malah bertemu di situasi yang tidak tepat."

"Tidak apa-apa. Semuanya sudah terlanjur." Kataku

"Dimas jangan kesal. Aku minta maaf." Kata Arya kembali memelukku tambah erat. Aku pun membalas pelukannya.

Ding

Terdengar notifikasi masuk.

Aku melepaskan pelukan kami lalu mengambil ponsel dan melihat pesan masuk.

08×××××××××× [Lanjutkan aktivitas kalian yang terganggu olehku^^]

Pipiku langsung menghangat karena malu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang