Saat aku dan Arya turun dari mobil, segera para reporter yang melihat kami berlari mendekat ke arah kami. Mereka berkerumun menghalangi jalan kami berdua.
"Arya Baskoro, CEO PS Entertainment, apa anda sudah tahu mengenai berita yang beredar mengenai peeusahaan anda yang diduga terjerat kasus penggelapan pajak."
Seorang reporter lelaki bertanya sambil mendekatkan alam perekam ke arah Arya. Selain itu para reporter lain menunggu jawaban dari Arya.
"Saya tahu mengenai berita yang beredar tersebut, namun dari pihak Pemerintahan belum ada yang menghubungi saya sama sekali." Arya menjawab dengan jelas dan tenang.
"Benarkah? Kabarnya mereka akan segera mengunjungi kantor anda. Bagaimana menurut anda?" Reporter lain sekarang yang bertanya. Ia berada di sebelah kanan Arya.
"Bila mereka ingin datang saya tidak akan menghalanginya. Saya akan menyambut kedatangan mereka dengan ramah dan bekerja sama sesuai hukum yang berlaku."
"Lalu, bagaimana bila perusahaan anda terbukti menggelapkan pajak? Anda tahu itu sangat fatal bukan?" Tanya reporter lain dari bagian tengah.
"Untuk saat ini saya tidak akan bisa menjawabnya. Benar atau tidaknya dugaan tersebut, itu masih harus diproses lebih lanjut oleh pihak yang berwenang."
Setelah itu Arya memegang tanganku dan membawa pergi dari kerumunan tersebut.
Barusan adalah adegan yang ditampilkan di ponsel milikku. Aku melihat adegan yang beberapa hari lalu terjadi.
Aku ingat, saat itu reporter masih tidak puas dengan jawaban Arya. Beberapa dari mereka masih menunggu di sekitaran perusahaan.
Tidak hanya itu, beberapa reporter juga tahu dimana apartemen milik Arya berada. Aku tidak mengerti bagaimana mereka bisa mengetahuinya. Padahal Arya sedari awal bukanlah seorang artis yang sering mengumbar rumah miliknya di media sosial.
Selama seminggu ini aku cukup banyak menghabiskan waktu di apartemen milik Arya. Tidak hanya aku, namun nenek juga masih tinggal di sini.
Itu bukanlah tanpa alasan kenapa kami tinggal di apartemen Arya. Setelah kejadian seminggu yang lalu di rumah milik kakek Arya. Arya lebih waspada dan merasa akan jauh lebih baik bila aku dan nenek tinggal bersama Arya.
Arya pun meminta pendapatku dan nenek. Setelah memikirkan kemungkinan baik dan buruk. Kami memutuskan untuk tinggal di sini sesuai permintaan Arya.
Sekarang sedang akhir pekan dan waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi. Namun aku belum melihat Arya keluar dari kamarnya.
Oleh karena itu aku memutuskan untuk naik ke lantai atas dan menuju kamar Arya serta mengetuk pintunya.
"Arya?"
Aku memanggil Arya, namun tidak ada jawaban dari dalam hingga beberapa aku memanggil pun masih tetap dengan hasil yang sama.
Dengan memberanikan diri aku mendorong knop pintu ke bawah dan mendorong pintu agar tubuhku bisa masuk ke dalam.
"Arya!"
Aku berseru dan segera berlari mendekat ke arah Arya yang terlihat menggigil karena berselimut. Aku duduk di samping ranjang dan merasakan panas tubuh Arya dan kaget.
"Kamu demam."
Arya dengan perlahan membuka matanya.
"Kamu tunggu di sini. Aku akan membuat bubur untukmu serta membeli obat demam"
Arya dengan perlahan mengangguk, aku mendekat ke arah wajahnya dan mengecup dahinya dengan lembut.
"Aku tidak akan lama."
Di dapur aku mengecek ketersediaan bahan makanan. Dan menemukan bahan makanan sudah habis. Setelah itu aku pergi keluar dan turun menuju lantai bawah apartemen. Tidak jauh dari gedung apartemen, terdapat sebuah supermarket yang berada di salah satu sisi perempatan jalan.
Saat tiba di sana aku segera membawa satu troli dorong. Aku dengan perlahan mengingat bahan makanan serta barang lain yang perlu aku beli.
Di rak barang, aku mengambil sebuah beras. Selain itu aku juga membeli bumbu serta bahan makanan lain, seperti susu, teh dan lainnya.
Saat aku akan mengambil satu kotak teh yang berada di atas rak. Aku agak kesusahan mengambilnya. Aku pun mencoba menjinjitkan kedua kakiku, dan berharap aku bisa dengan mudah mencapainya.
Duk
Teh tersebut jatuh ke bagian belakangku, aku berbalik dan saat akan mengambilnya seorang pria segera mengambil kotak teh tersebut dan memberikannya kepadaku.
"Ini."
Sebelum aku sempat mengeluarkan kata-kata, pria tersebut terlebih dahulu berbicara, "Eh… kamu Dimas kan!?"
Aku terkejut bisa bertemu lagi dengannya, "Iya benar, kamu yang aku temui di toilet bandara kan? Tunggu… namamu siapa ya… aku lupa."
Pria jangkung tersebut segera mengangguk dengan girang lalu menjawab, "Aku Hadi. Ternyata kamu masih ingat itu. Aku sangat senang."
"Iya, benar, Hadi. Ini benar-benar kebetulan. Aku tidak tahu kita akan bertemu lagi. Terlebih di tempat ini."
"Aku sudah bilang kita pasti akan bertemu lagi."
Aku tersenyum kemudian menjawab, "Kamu seperti seorang peramal saja."
"Omong-omong kamu sedang belanja apa?" Tambahku
"Aku sedang membeli perlengkapan sehari-hari."
"Aku juga sama."
"Bagaimana kalau kita belanja bersama? Kamu tidak keberatan?"
"Emm… baiklah. Aku rasa itu bukan masalah besar. Terlebih berbelanja sendiri cukup membosankan."
Kami berdua lalu mengelilingi setiap sudut supermarket untuk membeli kebutuhan yang kami perlu. Sesekali kami selalu membahas mengenai produk yang ada di sini. Selain itu kami juga pergi ke bagian stand sayuran.
Di sana aku membantunya untuk memilih sayuran yang bagus. Karena ia sebelumnya berkata bahwa ia ingin mencoba untuk memasak sesuatu.
Hingga akhirnya kami selesai dan berpisah.
.
.
.
.
.
Sorry baru update🙇
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romance[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...