"Apa kamu benar-benar mencintai Arya?"
Pertanyaan tersebut berasal dari nenek. Setelah nenek mendengar Arya meminta izin kepadanya untuk menikahiku. Nenek bilang dia butuh waktu memberi jawaban kepada Arya. Selain itu nenek juga meminta Arya untuk pergi sekitar setengah jam yang lalu.
Walaupun itu kabar yang sama mengejutkannya dengan kabar kehamilan yang tadi siang aku dengar. Namun aku tidak merasa keberatan atau tidak senang mendengarnya.
"Iya, aku sangat mencintai Arya."
"Apa kamu yakin dan siap untuk tinggal bersama Arya?" Nenek kembali bertanya. Terdengar nadanya yang berat.
"Iya, Nek."
Setelah itu nenek terdiam. Aku merasakan ada aura kegelisahan di sekitar nenek. Segera aku kembali bertanya untuk memastikan.
"Apa nenek merasa tidak nyaman?"
Nenek menatapku dengan lembut. Ia menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tidak, nenek tidak merasa seperti itu. Nenek hanya merasa semuanya terasa sangat tiba-tiba. Nenek hanya punya kamu, jika kamu menikah. Kamu harus tinggal bersama suamimu."
Akhirnya aku tahu bahwa nenek memang tengah merasa gelisah, aku pun berusaha menenangkannya sambil memegang tangan nenek dengan lembut dan menjawab, "Jika nenek takut aku akan meninggalkan nenek setelah aku menikah. Tidak, itu tidak benar. Nenek adalah keluarga penting bagiku. Aku pasti akan terus bersama nenek, bahkan setelah aku menikah dan nenek miliki cicit."
Nenek tersenyum bahagia, ia pun memelukku dengan erat. "Kamu memang cucu yang terbaik." Aku pun membalas pelukan nenek.
Tidak menunggu lama, keesokan paginya kami membereskan barang-barang penting yang kami perlukan. Arya juga datang pagi untuk membantu setelah semalam aku mengirimnya pesan.
Arya memasukan koper serta tas cukup besar berisi pakaian serta barang-barang lain ke dalam mobilnya yang diparkirkan di depan kawasan kontrakan.
"Apa masih ada barang yang ingin nenek dan Dimas bawa?" Arya bertanya setelah selesai memasukan barang-barang tersebut.
"Tidak ada." Nenek menjawab
"Tidak ada. Semua barang penting sudah dimasukkan ke dalam mobil. Selebihnya hanya ada barang-barang yang memang sudah ada di kontrakan sejak awal." Aku menambahkan.
"Baiklah, kita pergi sekarang."
Aku menatap kontrakan yang sudah aku tinggali ini. Mungkin nanti aku akan merindukannya.
Sebelum kami pergi, kami terlebih dahulu berpamitan dengan para tetangga kontrakan yang ada. Kami juga berpamitan dengan pemilik kontrakan.
Saat selesai kami bertiga masuk ke dalam mobil. Mobil pun melaju di jalanan ibukota.
Setelah itu Arya menyewa seorang wanita untuk membantu dengan pekerjaan rumah tangga. Ia ingin meringankan pekerjaan yang aku lakukan.
Walaupun kami sudah pindah ke apartemen milik Arya. Aku masih berangkat bekerja bersama Arya. Awalnya Arya dan nenek melarang, mereka takut aku kelelahan. Apalagi awal kehamilan cukup rentan.
Aku mengerti kekhawatiran mereka dan mencoba menjelaskan alasan di balik aku nekat pergi bekerja. Aku hanya ingin membantu pegawai baru yang akan menggantikanku sama seperti dulu.
Walaupun ada bagian HRD yang bisa menggantikan posisiku untuk mengajari pegawai baru tersebut. Namun aku lebih baik mengajarinya secara pribadi.
Dengan begitu, pegawai yang akan menggantikanku akan merasa lebih jelas dan tahu tentang tugas-tugas yang harus ia lakukan di masa depan nanti.
Aku tidak terlalu merasa kelelahan karena aku tidak banyak bekerja. Aku hanya berada di sampingnya sambil memberitahu apa yang harus ia lakukan. Selanjutnya aku memperhatikan apa yang dia kerjakan. Lalu aku memeriksa apa yang sudah dikerjakan. Jika, ada suatu hal yang salah aku memberitahunya untuk mengoreksi bagian tersebut.
Bagusnya, pegawai baru tersebut cepat untuk beradaptasi. Tidak membutuhkan waktu lama baginya untuk memahami tugas-tugasnya sebagai sekretaris.
Selanjutnya setiap akhir pekan aku dan Arya akan pergi menuju rumah sakit untuk mengecek keadaan janin yang tengah aku kandung. Setiap pengecekan selalu dengan hasil yang melegakan hati. Keadaan janin juga semakin bagus.
"Aku ingin pergi ke suatu tempat."
Sebuah kalimat keluar dari mulut Arya saat kami baru saja memasuki mobil yang terparkir di parkiran gedung rumah sakit.
"Kamu ingin pergi kemana?"
Aku bertanya setelah baru saja memasang seatbelt.
"Aku ingin kita pergi ke sebuah restoran yang terletak di pesisir pantai. Bagaimana menurutmu?"
Aku berpikir untuk sejenak dan menjawab, "Oke. Aku tidak masalah."
Butuh waktu sekitar 3 jam untuk sampai di restoran tersebut. Aku tidak tahu mengapa Arya tiba-tiba ingin makan di restoran yang letaknya cukup jauh dengan apartemen. Tapi, aku tidak banyak bertanya. Mungkin Arya memang hanya ingin makan di dekat pantai saja.
Selain itu, makan di pesisir pantai bukanlah hal buruk. Aku merasakan suasana baru karena sudah lama hanya berkutik di padatnya ibukota. Itu membuat perasaanku lega saat angin dari laut terasa di tubuhku.
Kami tidak menghabiskan waktu lama di pantai, karena hari sudah gelap dan udaranya semakin dingin. Arya bilang itu tidak cocok dengan keadaanku. Arya takut aku akan sakit dan segera membawaku masuk ke dalam restoran.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romance[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...