Part 23

8.1K 614 0
                                    

Ring~

Terdengar suara telepon kantor berbunyi. Aku yang tengah mengerjakan tugas sebagai sekretaris berhenti terlebih dahulu. Untuk beberapa saat aku ragu untuk menjawab panggilan tersebut. Namun mengingat pekerjaan sebagai sekretaris aku pun  menjawab panggilan tersebut.

"Selamat pagi, Say Dimas Herdian, Sekretaris CEO Arya Baskoro dari kantor agensi PS Entertainment. Ada yang bisa saya bantu?"

-...

Beberapa saat tidak ada jawaban dari seberang sana.

"Halo?"

-Jangan tutup panggilan ini!

Aku terkejut mendengar ancaman itu. Itu adalah suara milik pamanku. 

"Ada apa Paman?" 

-Kirim kami uang. 

"Aku sudah mengirimnya minggu lalu."

-Itu minggu lalu. Sekarang berbeda!

Aku menghirup udara agar emosi yang ingin keluar, tertahan dahulu.

"Apa uangnya sudah habis?"

-Tentu saja. Uang yang kamu kirim tidaklah cukup untuk membiayai hidup kami. Jumlahnya terlalu sedikit. 

"Tapi, uang yang aku kirim setengah dari gajiku. Dengan uang yang sebanyak itu, setidaknya cukup untuk satu bulan Paman."

Aku heran dengan uang dari gajiku bulan lalu, hanya dalam seminggu uang itu telah habis. Bagaimana bisa? Tidakkah mereka terlalu menghamburkan uang? 

-Sudah aku bilang gaji itu tidak cukup. Cepat kirim uang lagi!

"Aku belum gajian lagi Paman"

-Aku tidak mau tahu!

"Uang yang aku kirim Paman dan Bibi belanjakan untuk apa hingga bisa habia secepat itu?

-Itu bukanlah urusanmu uangnya dihabiskan untuk apapun. Kamu tidak perlu tahu. 

"Bagaimana bisa aku tidak boleh tahu?"

-Jangan banyak tanya! Cepat kirim lagi ua--

Bip

Aku menutup panggilan tersebut. 

Aku benar-benar pusing menghadapi kelakuan Paman dan Bibiku ini. Mereka selalu seenaknya meminta uang kepadaku. 

Sudah beberapa hari terakhir ini aku mendapat panggilan dari Paman atau Bibiku lewat telepon kantor. 

Awalnya mereka selalu menghubungiku melalui nomor pribadiku. Walaupun aku memblokir nomor mereka, tapi tetap saja mereka tidak berhenti dan  terus menghubungiku lewat nomor lain.

Beberapa kali aku mengganti nomor pribadiku. Namun entah bagaimana mereka bisa kembali mengetahuinya.

Mungkin setelah mereka kesal nomornya diblokir. Mereka pun menghubungiku lewat telepon kantor. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa tahu nomor kantorku. Padahal sebelumnya mereka tidak tahu aku bekerja dimana. 

Kalau mereka tahu nomor kantorku, pasti mereka sekarang tahu dimana aku bekerja kan? Apalagi saat aku menjawab telepon aku selalu menyebutkan aku bekerja dimana. 

Itu karena adalah salah satu pekerjaanku menjawab panggilan telepon dengan sopan dan jelas. Selain itu aku juga tidak tahu orang yang menelpon hingga mereka memberitahunya.

Aku memijat pelipisku. 

Aku bingung harus bagaimana. Kalau mereka datang ke kantorku dan membuat keributan bagaimana? Mereka adalah orang yang nekat. Mereka tidak akan menyerah sampai mendapatkan apa yang mereka inginkan.

"Sekretaris Di"

"Astaga!"

Aku terkejut. Aku melihat Arya yang tengah berdiri di depanku. 

"Sekretaris Di, kenapa dari tadi kamu melamun?"

"Maaf, Pak Arya. Ada apa Pak Arya?" Aku menjawab Arya dan dengan sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Aku tidak ingin membahas soal keluargaku kepada Arya.

"Kita ada pertemuan di luar."

"Maafkan saya Pak Arya. Saya lupa."

"Tidak apa-apa. Kita tidak akan terlambat. Masih ada waktu hingga pertemuannya."

"Baik, Pak Arya. Kita berangkat sekarang."

Setelah itu aku dan Arya pergi dari kantor. Aku mengemudikan mobil milik Arya. Sedangkan Arya, duduk di kursi belakang. 

Sekitar 1 jam kemudian kami akhirnya sampai di gedung perusahaan partner bisnis kami. Aku keluar dari mobil kemudian membukakan pintu untuk Arya.

Setelah itu kami berdua berjalan beriringan menuju lobi perusahaan tersebut. Saat sudah berada di depan meja resepsionis aku pun bertanya kepada seorang perempuan yang sedang berjaga disana.

"Selamat pagi, Mba"

"Pagi juga, Mas. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ada janji pertemuan dengan Pak Renaldi."

"Mohon maaf, Mas-nya atas nama siapa?"

"Saya Dimas Herdian Sekretaris Pak Arya Baskoro dari PS Entertainment."

"Baik, Mas Dimas. Mas Dimas bersama Pak Arya bisa naik ke masuk ke dalam lift yang ada di sebelah sana dan naik ke lantai 10." Kata Perempuan tersebut sambil menunjukan lift yang tidak jauh dari kami dengan tangannya.

"Baik, Mba. Terima kasih." Setelah itu aku dan Arya naik ke lantai 10 menggunakan lift.

Sesampainya di lantai 10 kami berdua pun disambut oleh Pak Renaldi yang aku temui saat pesta beberapa waktu lalu.

"Selamat datang Pak Arya dan Sekretaris Di."

"Halo, Pak Renaldi." Sapa Arya sambil berjabat tangan dengan Pak Renaldi. Setelah itu aku juga mengikuti hal yang sama.

Kemudian kami bertiga masuk ke dalam ruangan milik Pak Renaldi dan mulai membahas bisnis.

"Saya harap kerja sama kita bisa terus berlanjut." Kata Pak Renaldi.

"Iya saya harap begitu. Saya menunggu hasil yang memuaskan dari tim perusahaan anda." Jawab Arya

"Tentu saja tim kami akan bekerja sebaik dan semaksimal mungkin. Saya juga berharap albumnya akan terjual dengan hasil yang baik."

"Iya Pak Renaldi."

"Selanjutnya pembahasan lebih lanjut akan di pimpin oleh tim dari perusahaan saya."

"Baik, terima kasih."

"Terima kasih juga untuk kepercayaannya."

Pak Renaldi dan Arya pun saling berjabat tangan menyetujui perjanjian bisnis mereka. Setelah itu masing-masing dari mereka menulis tanda tangan kontrak perjanjian di atas kertas.

Perusahaan Arya dan Perusahaan milik Pak Renaldi bekerja sama atas pembuatan album Kstaria yang akan dirilis nanti. 

Tidak hanya soal pembuatan album saja, namun Perusahaan Pak Renaldi juga berkontribusi saat pemotretan album dan pembuatan music video.

Ini merupakan kerja sama pertama kali dengan perusahaan Pak Renaldi. Sebelumnya PS Entertainment bekerja sama dengan perusahaan lain. Namun menurut pendapat Arya hasil dari perusahaan sebelumnya kurang maksimal.

Setelah ia melihat hasil dari perusahaan milik Pak Renaldi ia merasa itu jauh lebih baik dan akhirnya memutuskan untuk bekerja sama.

Drttt drttt

Ponselku bergetar namun aku mengabaikan itu karena aku masih bekerja. 

15 menit kemudian setelah Arya dan Pak Renaldi berbincang sebentar, kami bertiga pergi keluar untuk makan siang bersama.

Saat di dalam lift aku melihat pinselku dan menemukan Raka yang menelponku tadi. Segera aku menekan tombol hijau di layar.

Tidak lama hingga akhirnya panggolan pun diterima oleh Raka.

"Raka ada apa?"

-Dimas nenek kamu…

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang