Part 57

3.5K 233 0
                                    

"Hari ini Pak Arya ada jadwal rapat dengan Departemen Sales & Marketing jam 10 pagi. Lalu sekitar jam 2 siang Pak Arya ada rapat di cafe xxx bersama dengan salah satu produser acara stasiun tv. Berikut kegiatan Pak Arya hari ini. Selebihnya tidak ada lagi. Mungkin bila ada jadwal tambahan saya akan segera memberitahu anda."

Aku menutup buku yang berisi jadwal kegiatan Arya.

"Dimas, bisakah kita berbicara sebentar?" Pinta Arya

Aku dengan segera menjawab, "Mohon maaf, selain urusan pekerjaan, saya tidak ingin berbicara tentang apapun dengan anda."

Arya terlihat sedih di tempatnya duduk. Ia menghela nafas lalu menjawab, "Bisakah kamu meluangkan waktu untukku sebentar saja? Aku hanya ingin menjelaskan semuanya."

"Maaf saya tidak bisa. Sekarang sedang jam kantor, jadi saya harus bersikap secara profesional."

"Aku tahu aku sangat bersalah terhadapmu karena berbohong. Tapi bisakah kita berbicara saja walaupun hanya sebentar? Aku tidak ingin suasana diantara kita terus begini saja."

Aku diam untuk sementara waktu, lulu menjawab, "Saya tetap teguh dengan jawaban saya."

"Kalau begitu, bagaimana kalau seusai jam pulang kantor? Kamu sudah menghindar dan tidak ingin berbicara secara pribadi denganku lebih dari seminggu."

"Saya tidak bisa menjawabnya sekarang."

"Baiklah, lain sore nanti aku akan kembali bertanya."

"Baik Pak Arya. Saya pamit keluar."

Aku kembali duduk di kursi kerjaku dan menyibukkan diriku dengan pekerjaan. Akan tetapi terkadang aku tidak bisa melupakan kejadian seminggu lalu. Aku masih merasa kecewa dan sakit hati.

Setelah tahu bahwa Arya dan Raka adalah keluarga dekat. Lalu mereka bersikap seolah tidak kenal di hadapanku, aku merasa dibohongi. Mengapa mereka tega membohongiku? Kalau saja mereka menjelaskannya sejak awal, mungkin aku tidak akan sekecewa ini.

Setelah kejadian seminggu lalu, keesokkan harinya aku dan nenek kembali menuju kontrakan kami. Nenek tidak banyak bertanya. Namun pasti ia tahu ada sesuatu diantara aku dan Arya. Karena saat kami pergi aku bersikap dingin kepada Arya.

Arya kemudian banyak menghubungiku. Ia banyak mengirimkan pesan dan panggilan telepon. Namun tidak satupun diantara itu aku menjawabnya.

Raka juga melakukan hal yang sama. Namun aku juga tidak ingin membalasnya. Aku hanya ingin menenangkan diriku terlebih dahulu.

Sekarang aku sadar bagaimana Raka memintaku untuk datang ke acara reuni sekolah, bahkan ia sampai berbohong kepadaku. Itu pasti dikarenakan oleh Arya yang memintanya.

Selain itu aku juga tahu bagaimana Arya tiba-tiba tahu mengenai makanan kesukaanku di kafe milik Raka. Pasti Arya meminta Raka untuk memberitahunya. 

Lalu Arya yang tiba-tiba mengetahui nomor pribadiku, pasti itu juga karena ia memintanya kepada Raka.

Saat pulang kerja Arya kembali bertanya apa Arya bisa berbicara denganku. Aku dengan tegas menolaknya dan pergi meninggalkan Arya di kantor.

Saat tiba di kontrakan aku melihat sosok yang tidak asing.

"Hi, Dimas."

Raka menyapaku, namun aku membalasnya dengan nada dingin, "Aku tidak ingin berbicara apapun dengan dirimu. Jadi, tolong pergilah."

"Dimas, aku mohon dengarkan aku dahulu. Aku tidak akan lama."

Aku mengabaikan permintaan Raka dan masuk ke dalam kontrakan dan segera mengunci pintu dari dalam.

"Dimas, kamu kenapa? Itu Raka datang kenapa tidak diajak masuk?"

Nenek segera bertanya dari dapur.

"Biarkan dia di luar saja. Jangan hiraukan dia." Jawabku.

"Kamu jangan bersikap seperti itu Dimas. Dia adalah tamu, sebagai tuan rumah kita harus menyambutnya dengan ramah. Apalagi dia sudah banyak membantu kita."

"Aku tahu itu. Tapi saat ini aku tidak ingin berbicara dengannya."

"Kalau kalian ada masalah, bicarakan dengan baik-baik. Kamu jangan terus menghindarinya. Jika begitu masalah tidak akan selesai sampai kapan pun."

Aku tidak menanggapi nenek dan segera mandi. Setelah berganti pakaian aku melihat Raka sudah duduk di ruang tamu. Sepertinya nenek tidak tega membiarkan Raka kedinginan di luar. 

Aku pun memilih untuk berbaring di ruang tengah sambil memainkan ponsel milikku. Sesekali aku mendengar percakapan Raka dengan Nenek.

Sekitar jam 9 malam, Raka pamit kepada nenek. Setelah ia keluar, nenek menghampiriku sambil berkata, "Bicaralah dengan Raka baik-baik, demi nenek. Kamu bisa melakukannya, kan?"

Aku tidak bisa menolak permintaan nenek, jadi aku menyetujuinya dan segera menyusul Raka. 

"Raka tunggu!"

Aku berteriak saat sebelum motor yang dikendarai Raka keluar dari area kontrakan. Aku juga segera berlari mendekat ke arahnya.

"Ada apa Dimas?" Tanya Raka setelah melepas helm, mematikan motor, dan turun dari motornya.

"Aku ingin mendengar semuanya. Aku ingin tahu alasan kalian membohongiku. Ceritakan semuanya dengan jelas. Dengan begitu mungkin aku akan mengerti."

"Terima kasih karena ingin mendengarku. Ceritanya bermula saat 6 tahun lalu…"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang