Setelah pulang dari kantor aku menuju tempat milik Raka. Ia memiliki usaha cafe. Aku ingin sekali bercerita kepada Raka.
Sesampainya di Kafe Shine n Cloud aku masuk ke dalam kafe tersebut. 'Ding' suara bel pintu masuk kafe terdengar.
Suasa kafe milik Raka ini terlihat ramai. Apalagi ini sudah selesai jam kantor dan kafenya ini terletak di kawasan strategis. Tak hanya itu makanan dan minumannya pun enak.
Aku segera menuju counter kasir.
“Halo, Kak Dimas” sapa Dika, kasir di kafe ini. Ia sudah kenal aku, karena aku terkadang datang ke sini. Selain itu ia tahu aku berteman dengan Raka.
“Halo, Dika. Raka dimana?“ tanyaku
“Bos lagi tadi keluar”
“Dia harusnya ada di sini saat kafe sedang ramai”
“Haha.. bos memang sering keluar”
“Kalau dia datang, kabari dia, aku mau bicara dengannya”
“Baik, Kak Dimas”
“Oh, iya. Aku mau pesan ice americano ukuran besar”
“Baik, Kak”
“Aku duduk di lantai atas”
“Baik, nanti pesanannya diantarkan kesana”
“Pembayarannya pakai ini”
Aku menyerahkan kartu debit milikku. Setelah itu Dika memproses pembayaran. Setelah selesai ia mamberikan struk serta kartu debit kepadaku.
Setelah itu aku naik ke lantai atas. Di sini juga ada cukup banyak orang. Aku memilih duduk di pojok dekat jendela besar.
Tidak lama pesananku pun datang. Aku segera menyeruput ice amerikano ini. Rasa segar serta pahit segera menghampiri tenggorokanku. Rasa pahit kopi benar-benar persis seperti hidupku ini.
30 menit berlalu, minumanku hanya tinggal sisa setengah lagi. Sepertinya Raka akan lama kembali. Aku seharusnya menghubunginya terlebih dahulu sebelum ke sini.
Saat aku beranjak terdengar suara seseorang. “Lo seharusnya kabarin gue kalau ke sini” itu adalah suara Raka yang baru naik ke lantai ini.
Aku kembali duduk di tempatku. Ia pun duduk di sebrang meja.
“Gue pikir lo ada. Emangnya tadi lo kemana?“
“Tadi gue ada keperluan sebentar buat kafe”
“Oh”
“Kalau lo pesan ice amerikano kayaknya lo lagi banyak pikiran”
“Haha.. lo tahu aja.“
“Tentu, gue sehabat lo. Lo mau cerita sesuatu ke gue?”
Aku membalas pertanyaan dari Raka dengan anggukan.
“Ini soal Arya”
“Memangnya kenapa?“
Raka memang tidak tahu tentang Arya. Arya hanya sekolah kurang dari satu tahun saja kemudian dia pindah ke luar negeri. Sedangkan Raka masuk di tahun ke tiga SMA, jadi ia tidak tahu tentang Arya.
“Jadi begini…
8 tahun lalu
Aku berjalan dengan cepat sebelum aku terlambat masuk ke sekolah. Ini adalah hari terakhir masa orientasi siswa. Beberapa pelajar lain juga ikut berlari.
Saat aku berlari aku melihat murid lelaki di depanku. Ia menggendong tas dan ada sesuatu yang jatuh dari tasnya. Aku segera berhenti dan melihat barang yang terjatuh.
Itu adalah sebuah gantungan yang di ujungnya ada bola basket. Sepertinya pemilik gantungan ini sangat suka bermain basket, sama sepertiku.
“Hei”
Murid yang ada di depanku menoleh ke belakang. Aku segera menunduk dan mengambil gantungan basket tersebut dari jalan. Kemudian aku kembali menegakkan tubuhku dan menyerahkan barang tersebut kepada pemiliknya.
“Ini punyamu, barusan jatuh”
Ia melihat barang miliknya di pegang olehku kemudian dia melihatku. Setelah itu ia mengambil barangnya kembali.
“Terima kasih”
“Sama-sama”
“Semuanya cepat kumpul di lapangan”
Suara yang terdengar keras berasal dari ketua OSIS. Setelah itu aku dan murid laki-laki tersebut segera ke lapangan.
Aku kenal murid laki-laki tersebut. Walaupun aku kenal dia tapi sepertinya ia tidak akan kenal denganku.
Sejak hari pertama masa orientasi siswa ia sudah terkenal dan banyak mendapat perhatian. Itu karena wajahnya yang sangat tampan serta tinggi. Dia adalah sosok yang sempurna untuk menjadi seorang Alpha. Para murid perempuan dan anggota OSIS perempuan pun menggidolakannya.
Tidak hanya itu, ada kabar kalau ia datang dari keluarga yang cukup terpandang. Itu karena seseorang pernah melihat ia diantarkan mobil mewah saat datang ke sekolah.
Tidak hanya itu ia juga sering tersenyum yang membuatnya terlihat sangat ramah. Dan sekali lagi membuat para murid perempuan jatuh cinta kepadanya.
“Sekarang kita akan mengumkan pembagian kelas kalian. Saat nama kalian di panggil, silahkan berkumpul dengan teman sekelas kalian” kata ketua OSIS
“Baik, Kak” jawab kami semua
Waktu berlalu.
Sekarang pembagian untuk kelas X IPA 1. Nama Arya di sebutkan di urutan ke 5.
“Dimas Herdian”
Namaku dipanggil. Aku berdiri dari tempat duduku dan menuju barisan kelas X IPA 1. Aku akan sekelas dengan Arya. Siswa yang banyak diidolakan para perempuan.
Saat aku masuk ke dalam barisan Arya adalah orang pertama yang menyapaku. Aku agak kaget dengan tindakaannya. Sepertinya ia memang ramah.
“Hi, kita satu kelas”
“Iya” jawabku sambil mengangguk dan tersenyum.
“Namaku Arya Baskoro” katanya memperkenalkan diri.
“Aku Dimas Herdian” aku juga memperkanalkan diri.
“Kamu mau satu meja denganku?“ aku tidak menyangka dengan tawarannya. Aku memang agak pemalu dan bingung akan duduk dengan siapa. Aku belum kenal dengan murid-murid baru yang sama sepertiku.
“Eh.. apa boleh?“ aku memastikan bertanya kepadanya. Pasalnya ia adalah orang yang terkenal, pasti banyak orang yang ingin menjadi teman sebangkunya. Ia hanya baru mengenaliku tadi pagi.
“Boleh.“
“Terima kasih” jawabku sambil tersenyum.
Setelah pengumuman pembagian kelas selesai. Kami diantarkan oleh ketua regu kami ke kelas yang akan kami tempati nanti.
Saat sudah masuk kelas aku ingin duduk di bagian depan. Walaupun aku pemalu tetapi aku selalu ingin mendengarkan penjelasan guru dengan jelas dan tanpa halangan. Karena biasanya kalau aku duduk di belakang, suara guru kadang tidak terdengar. Atau tulisan di papan tulis kurang terlihat.
“Aku ingin duduk di depan” kataku kepada Arya
“Aku tidak ingin duduk di depan dan ingin duduk di belakang” jawab Arya.
“Kenapa kamu tidak ingin duduk di depan?“ tanyaku
“Aku hanya tidak ingin saja. Aku merasa lebih nyaman duduk di belakang.“
Aku bingung harus bagaimana. Aku pun mendapat solusi.
“Bagaimana kalau semester pertama kita duduk di meja depan. Lalu di semester kedua kita pindah ke meja belakang”
Ia lumayan lama berpikir hingga akhirnya berbicara lagi.
“Oke, aku setuju”
To Be Continued
Tinggalkan jejak☆
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romance[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...