Part 16

9.1K 734 1
                                    

Melupakan. 

Terdengar mudah namun sebenarnya cukup sulit. Sebenarnya itu akan mudah akan tetapi karena kami harus bertemu setiap hari itulah yang membuatku sulit melupakan ungkapan cintanya.

Awalnya aku bisa mengabaikan pernah mendengar itu dengan mengalihkan pikiranku kepada pekerjaan. Dengan fokusnya pikiranku terhadap pekerjaan membuatku tidak akan memikirkannya. 

Akan tetapi akhir-akhir ini aku tidak banyak pekerjaan. Aku hampir punya waktu luang yang cukup banyak. Padahal saat aku masih bekerja bersama Mba Ayu, aku begitu sibuk. Tapi, sekarang malah sebaliknya. 

Itu juga disebabkan oleh Arya. Selesai aku mengerjakan tugas sebagai sekretaris, Arya tidak banyak memberiku perintah. 

Saat pagi ia memintaku jangan membuatkannya kopi ataupun memberikan laporan kegiatan kepadanya. Ia membawa kopi sendiri dalam perjalanan dan hanya memintaku menaruh laporan kegiatan di atas mejanya. 

Selain itu saat ada pertemuan dengan departemen lain atau para artis untuk masalah promosi dan sebagainya ia tidak membawaku. Ia memintaku untuk berada di mejaku saja. 

Aku kebingungan kenapa Arya bersikap seperti ini. Aku merasa Arya mengerjakan semuanya sendirian. Lalu untuk apa sekretaris ada sebenarnya? Kalau ia bisa melakukan semuanya.

Ah!

Ini benar-benar membuatku frustasi. Aku benar-benar kebingungan dengan sikapnya ini. Sikapnya ini terlihat mudah berubah. 

1 jam sebelumnya jam pulang sudah lewat. Aku sudah tidak ada pekerjaan lagi dan akan pulang. Namun aku melihat Arya belum keluar. Itu tidak sopan jika aku pulang lebih dahulu daripada atasanku. 

Aku memberanikan diri dan mengetuk pintu kerja Arya. Arya kemudian memperbolehkanku masuk. Saat aku masuk aku disambut oleh Arya yang disibukkan dengan berbagai kertas berantakan di depannya. Ia telihat fokus sambil memakai kacamata yang membuatnya semakin tampan.

Kacamata tersebut sangat cocok di wajahnya yang tampan menjadi semakin tampan!

Aduh! 

Kenapa aku malah berpikiran seperti itu lagi. Aku kemudian berdehem dan sekarang Arya mengalihkan pandangannya kepadaku. 

"Ada apa Sekretaris Di?" Tanya Arya

"Pak Arya sedang sibuk? Mau saya bantu?" Tanya balikku

Arya kemudian mengecek jam tangan di tangan kanannya. Ia terlihat agak terkejut. Sepertinya ia baru menyadari hari sudah malam. Kemudian dia berkata, "Sekretaris Di, kamu pulang duluan."

"Tapi, Pak Arya terihat masih banyak pekerjaan. Bagaimana bisa saya pulang lebih dahulu. Biarkan saya membantu pekerjaan Pak Arya terlebih dahulu hingga selesai." Kataku

"Tidak perlu. Saya bisa mengerjakannya sendiri."

"Tapi… Pak.."

"Sekretaris Di, lebih baik kamu pulang."

"Kalau begitu saya buatkan kopi dulu."

"Tidak perlu. Saya bisa membuatnya sendiri nanti."

"Lalu, Pak Arya mau saya pesankan makan? Sebentar lagi jam makan malam."

"Tidak perlu. Saya bisa pesan online sendiri atau makan di luar saat pulang."

Aku benar-benar geram.

"Saya temani Pak Arya saja."

"Sekretaris Di, pulanglah. Jangan bantah perintah atasan."

Mendengar itu membuatku diam. Aku tahu dia memang atasanku dan aku tidak boleh melanggar perintahnya. 

Namun,... ah ya sudahlah.

Terserah dia mau bekerja sendirian ataupun tidak. Terserah dia lapar atau tidak. Terserah dia lelah atau tidak. Biarkan saja dia sendiri dengan dunianya.

Aku kemudian pamit dari hadapannya dengan rasa jengkel yang mendalam. Arya kembali membuatku jengkel. 

"Ada apa dengan dirinya!?" Kataku menggeram di kursi kafe di bagian pojok. Aku kemudian menyesap ice americano di hadapanku dengan kuat.

"Hei! Minum dengan pelan." Kata Raka yang ada dihadapanku. Aku kemudian menatap Raka dengan tajam.

"Jangan menatapku seperti itu. Sebenarnya ada apa dengan dirimu?" Tanya Raka

"Aku benar-benar jengkel dengan sikapnya. Minggu lalu ia memperlakukanku dengan baik dan mengatakan ia mencintaiku. Lalu sekarang ia malah seperti tidak mempedulikan aku dan mbutuhkanku!" Kataku dengan menggebu-gemu.

"Pelankan suaramu. Banyak orang di kafe."kata Raka

Aku tidak mempedulikan Raka lalu melanjutkan, "Apa ia sebenarnya hanya bercanda? Ia seperti mempermainkan hatiku."

"Kamu sedang membicarakan siapa?" Aku melihat Raka dan hanya diam tidak menjawab pertsnyaannya. Kemudian Dika datang membawakan kue pesananku tadi.

"Ini kuenya, Kak Di" kata Dika menaruh sepotong kue redvelvet di hadpanku. 

Dengan agresif aku mengambil sendok garpu lalu memakan kue tersebu. Aku menumpahkan kekesalanku terhadap Arya dengan memakan kue tersebut.

"Bos, ada apa dengan sikap Kak Dimas? Ia terlihat marah." Bisik Dika kepada Raka yang masih bisa aku dengar. 

"Biarkan saja dia. Ini pasti soal cinta pertamanya." Bisik Raka kepada Dika.

"Aku masih bisa mendengar kalian bicara."kataku 

"Haha. Maafkan kami." Kata Raka

Setelah itu Dika pamit dari hadapan kami dan kembali ke pekerjaanya. 

"Aku tahu pasti itu tentang Arya? Benarkan?" Tanya Raka

"Lalu kenapa kamu tadi bertanya kalau sudah tahu." Jawabku

"Aku hanya ingin memastikan saja. Waktu itu kamu pernah bercerita tentangnya kepadaku. Mendengar ceritamu, kamu sangat membencinya. Namun disisi lain aku merasakan kamu juga sebenarnya mencintai Arya."

"Mana mungkin aku mencintainya. Aku membencinya" 

"Aku merasa kamu sangat sakit hati oleh cinta pertamamu. Hingga akhirnya membuatmu membencinya dan kemudian sulit melupakannya."

Entah kenapa aku merasa tertohok mendengar itu. Aku hanya diam kemudian Raka kembali melanjutkan, "Kalau aku di posisimu dulu, pasti aku juga akan merasakan hal yang sama. Rasa kecewa yang amat dalam akibat orang yang kamu cintai. Sedari dulu aku tahu kamu menolak setiap orang yang akan mendekatimu dengan maksud ingin berpacaran denganmu. Dan itu karena kamu tidak bisa melupakan masa lalu."

"T-tunggu… kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?"

"Ayolah… jangan menghindar. Aku tahu kamu itu orang yang sulit mempercayai orang lain akibat masa lalumu juga. Namun, cobalah untuk sedikit saja mempercayai orang lain."

Aku terdiam mendengar perkataan Raka. Itu memang benar kalau aku sulit mempercayai orang lain. 

Dulu awal Raka mendekatiku pun aku menghindarinya. Namun lama kelamaan karena usaha Raka yang tiada hentinya ingin berteman dengan diriku perlahan aku menerimanya.

Namun untuk orang lain. Aku tidak bisa seperti itu. Aku hanya takut. Aku takut apa yang dulu terjadi akan kembali terjadi kepadaku lagi. 

.
.
.
.
.

To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang