Beberapa hari terakhir ini aku mendapat tatapan yang mencemooh dari para karyawan kantor di tempat aku bekerja. Tatapan itu bukan tanpa alasan. Itu disebabkan kejadian saat Paman dan Bibiku datang ke kantor dan membuat keributan seolah-olah mereka adalah orang yang paling tersakiti.
Mungkin perlakuanku yang melempar uang ke arah mereka itu tidak dapat dicontoh sebagai hal yang baik. Aku juga tidak memungkiri itu adalah hal yang wajar.
Namun itu karena aku sudah tersulut emosi karena apa yang telah mereka lakukan padaku dan nenek. Mereka tidak henti-hentinya meminta uang untuk hal yang sebenarnya tidak penting.
Mereka bagaikan parasit.
Awalnya tidak banyak karyawan yang tahu mengenai kejadian tersebut. Namun karena ada seorang akun anonim di website kantor yang memposting foto saat kejadian tersebut lalu menulis caption yang memojokkanku, akhirnya semua orang kantor pun tahu. Mungkin para artis di naungan kami pun tahu.
Tapi tidak lama setelah postingan itu muncul, segera postingan itu menghilang. Walaupun begitu, namanya jejak digital pasti masih ada.
Masih ada beberapa orang yang sempat meng-screenshot postingan tersebut dan menyebarkannya di grup kantor.
Aku berjalan memasuki kantor bersama para karyawan lainnya. Sedari tadi mereka menatapku sambil berbisik satu sama lain.
Aku tidak memperdulikan itu semua. Entah apa yang mereka bicarakan aku sungguh tidak peduli. Toh sekalipun aku membela diriku, mereka tidak mau mendengar penjelasanku.
Mereka hanya akan terus percaya kepada hal-hal yang ingin mereka bahas saja. Mereka mana memperdulikan orang yang mereka bicarakan tanpa berpikir apa yang sebenarnya terjadi atau dampak apa yang akan terjadi.
Ini persis seperti masa lalu.
Aku dan beberapa karyawan lain sekarang menunggu di depan lift yang hendak naik ke lantai atas. Tidak lama hingga akhirnya lift terbuka dan para karyawan saling dorong hingga menyebabkan aku sedikit terhuyung. Saat aku sudah berdiri dengan tegak, semua telah masuk lift dan pintu lift tertutup serta mulai bergerak naik ke lantai atas.
"..."
Aku ditinggalkan.
"Sekretaris Di"
Panggilan tersebut berasal dari Arya yang baru saja datang. Aku menoleh ke arahnya yang terlihat rapi dan tampan seperti biasanya. Ia memberi senyuman secerah mentari pagi. Tidak sadar aku membalas senyumannya.
Moodku yang tadinya benar-benar buruk, sekarang mulai berangsur membaik.
Aku tidak akan memperdulikan omongan orang lain, aku hanya akan memperdulikan orang yang penting dan salah satunya berada disampingku ini.
Eh!
Aku segera menoleh ke arah berlawanan guna menyembunyikan rona pipiku yang sepertinya sudah memerah ini.
"Sekretaris Di? Kamu kurang enak badan?"tanya Arya yang mencoba melihat wajahku. Namun aku menghalanginya dan kemudian berdehem.
"Tidak Pak Arya. Saya baik-baik saja." Kataku lalu menekan tombol lift menuju lantai atas.
"Saya senang mendengarnya. Oh iya, kamu tidak lupa kan dengan besok?" Tanya Arya tiba-tiba.
"Besok? Besok hari Minggu, memangnya kenapa Pak Arya?" Tanyaku kebingungan apa yang sebenarnya dimaksud oleh Arya.
"Kamu beneran lupa?" Tanya Arya lagi.
Sebenarnya ada apa dengan hari minggu?
Ding
Terdengar suara pintu lift terbuka. Kemudian aku dan Pak Arya masuk ke dalam lift. Saat kami sudah masuk ke dalam lift dan akhirnya tertutup aku masih memikirkan perkataan Arya.
"Kamu ini benar-benar keterlaluan." Kata Arya sambil memberikan raut wajah sedih dan kecewa.
Sebenarnya ada hal apa dengan hari besok sampai Arya bersikap seperti itu?
Aku mencoba mengingat-ingat apa yang spesial dengan hari besok, namun aku tidak menemukan jawabannya.
Ding
Pintu lift akhirnya terbuka di lantai kantor CEO.
Arya keluar lebih dahulu lalu disusul oleh aku. Arya tiba-tiba berbalik dan hampir saja aku menabraknya kalau aku tidak berhenti dengan cepat.
Arya menatapku kemudian berkata, "Besok kita ada jadwal menonton."
Oh itu ternyata.
Aku tersenyum mendengar itu kemudian menjawab, "Oh iya, besok adalah awal perilisan film yang dibintangi Mawar. Maafkan saya karena lupa"
"Iya, benar. Kamu tidak lupa memesan tiketnya bukan?"
"Saya tidak memesan tiketnya Pak Arya, Mawar secara langsung memberi saya dua tiket." Saat mendengar jawabanku Arya terlihat sedikit sebal. Namun segera bertanya, "Kapan ia memberimu tiket?"
"Seminggu lalu, Pak Arya." Arya mengangguk mendengar jawabanku kemudian berbalik dan berjalan kedepan menuju ruangannya, aku segera mengikutinya di belakang.
Saat Arya sudah di depan pintu itu berbalik melihat ke arahku dan berkata, "Bagaimana kamu bisa melupakan kencan pertama kita." Kemudian dia masuk ke dalam ruangan.
Duk.
Terdengar pintu tertutup.
Kencan?
Perlahan bibirku melengkung ke atas dan jantungku mulai berdebar dengan kencang.
Arya terlihat lucu dan menggemaskan saat ia kesal karena melupakan acara kami besok sore. Aku baru melihat ia yang seperti ini pertama kalinya.
Bagaimana bisa ia menyimpulkan acara menonton bersama di bioskop adalah kencan.
Tapi…
Tunggu dulu…
Biasanya yang datang untuk menonton di bioskop adalah para pasangan. Dan itu adalah kencan. Arya tidak salah dengan perkataannya.
Sekarang pipiku kembali menghangat.
Untung saja Arya tidak melihatnya karena sudah masuk ke dalam ruangannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romance[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...