Part 24

6.7K 515 2
                                    

Saat di perjalanan aku meminta abang ojek online untuk melaju dengan cepat. Aku tidak sabar ingin segera sampai di rumah Raka dimana aku dan nenek tinggal. 

"Bang, bisa cepat lagi tidak?" Tanyaku karena sedari tadi merasa belum sampai juga. 

"Tidak bisa, Mas. Jalannya lagi macet."

Aku menghela napas pasrah. Jalanan di sore petang memang selalu ramai dan macet. Itu dikarenakan sekarang sudah lewat jam pulang kerja. Makanya banyak mobil serta motor di jalanan hingga menyebabkan kemacetan.

Setelah bergelut di jalanan yang macet selama satu jam lebih aku akhirnya sampai di rumah milik Raka. Segera aku turun dari motor ojek online dan masuk kedalam rumah. Lalu menuju kamar dimana Nenek berada.

"Nenek gimana, Ka?" Tanyaku setelah melihat Raka berada di ruang tengah rumahnya.

"Kaki Nenek terkilir dan lebam. Selain itu Nenek baik-baik saja." Jawab Raka

Mendengar itu aku sedikit merasa lega. 

"Makasih udah segera ngabarin aku. Makasih juga sudah mengobati nenek."

"Sama-sama."

"Aku berhutang banyak sama kamu."

"Tidak perlu sungkan."

Saat tadi jam makan siang Raka mengabarkan Nenekku terpeleset di kamar mandi lalu pingsan. Aku yang mendengar itu merasa tidak nyaman dan takut. Aku selalu bergerak gelisah karena memikirkan keadaan Nenek saat bekerja. 

Aku pun masuk ke dalam kamar Nenek dan menemukan Nenek tengah bersandar di kepala ranjang.

"Bagaimana keadaan Nenek?" Tanyaku setelah duduk di samping ranjang.

"Nenek baik-baik saja, Cu." Kata Nenek sambil tersenyum menahan kesakitan di kakinya. Aku melihat kakinya sudah di perban.

"Kenapa Nenek bisa tiba-tiba terpeleset?" Tanyaku 

"Tadi siang Nenek merasa bosan, lalu berniat membersihkan kamar mandi di sini. Setelah nenek menyikat lantai dengan sabun, Nenek tidak hati-hati dan akhirnya terpeleset." 

Mendengar penjelasan Nenekku, aku mendekat dan memeluknya dan berkata, "Kenapa nenek harus membersihkan kamar mandi. Di rumah ini sudah ada pembantunya. Nenek tidak perlu melakukan pekerjaan itu."

Nenek membalas pelukanku lalu berkata, "Nenek merasa tidak nyaman karena merepotkan temanmu, Raka. Setidaknya Nenek harus melakukan sesuatu untuk membalasnya."

Aku melepaskan pelukanku lalu menatap Nenekku dan berkata, "Nenek tidak perlu melakukan apapun. Raka orang yang baik, ia merasa tidak direpotkan. Nenek tahu, aku sangat khawatir mendengar kabar dari Raka tadi siang. Itu sangat membuatku takut dan gelisah. Nenek adalah satu-satunya keluarga untukku. Aku tidak ingin kehi…"

Air mataku tiba-tiba jatuh.

"Hikk…" aku menghapus air mataku sambil terisak.

"Maafkan Nenek karena membuatmu cemas, Cu." 

Setelah itu kami berpelukan dan aku kembali menangis di pelukan orang yang paling aku sayangi ini.

Nenek adalah orang yang merawatku semenjak kecil setelah kedua orang tuaku tiada. Kami berdua beserta Paman dan Bibiku tinggal di rumah Nenek. 

Paman adalah anaknya Nenek dan sudah menikah. Mereka dulu dikaruniai anak namun meninggal saat umurnya masih kecil karena suatu penyakit.

Setelah itu kedua orang tuaku meninggal secara berurutan. Kedua orang tuaku meninggal di usia yang terbilang cukup muda. Mereka terlihat sehat dan bugar dan tidak mungkin meninggal secepat itu. Namun maut siapa yang tahu. 

Setelah itu aku diurus oleh Paman dan Bibiku di rumah Nenek. Namun lebih tepatnya Nenekku yang merawatku. Dia yang selalu membuatkan bekal sekolahku, di juga orang yang selalu mencuci dan menyetrika pakaianku.

Paman dan Bibi adalah orang yang acuh. Mereka seolah tidak peduli kepadaku dan menganggap aku tidak ada.

Namun saat aku mulai remaja, mereka memintaku untuk bekerja di toko membantu mereka. Setelah pulang sekolah lalu saat liburan sekolah aku membantu mereka di warungnya yang cukup ramai.

Aku tidak banyak bertanya dan membantu mereka. Saat itu aku hanya merasa senang bisa membantu mereka dan berharap mereka akan lebih peduli terhadapku.

Saat aku mulai masuk universitas dari hasil beasiswaku, Paman dan Bibiku mulai berubah. Aku tidak tahu apa penyebabnya namun mereka menjadi orang yang boros uang.

Mereka selalu membeli pakaian baru setiap minggunya. Selain itu membeli barang-barang tidak perlu lainnya. Mereka juga tiba-tiba membeli mobil yang entah dari mana uangnya. 

Lama-kelamaan bisnis toko makanan mereka pun tutup karena barangnya kosong. Itu akibat dari uang hasil penjualan yang mereka dapat digunakan untuk berfoya-foya membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Mereka selalu memposting itu semua di media sosialnya. 

Setelah itu karena tidak mendapatkan penghasilan apapun dan mobil yang dibelinya hasil kredit masih harus tetap dibayarkan, mereka akhirnya meminta kepada Nenek. 

Sesekali aku melihat mereka selalu memaksa kepada Nenek. Saat aku mencoba menghentikan mereka, mereka selalu berkata dan mencampuri urusan mereka. Mereka juga selalu membentak dan berprilaku kasar kepada Nenek dan aku.

Terkadang mereka juga selalu meminta uang kepadaku. Karena saat kuliah aku juga bekerja paruh waktu sebagai seorang pengajar bimbel. 

Saat aku menolak memberi mereka uang, mereka selalu beralasan aku adalah keponakan tidak tahu diuntung karena tidak membalas perbuatan mereka yang merawatku saat masih kecil. Padahal aku jelas tahu mereka tidak pernah merawatku dan dengan jelas memperkejakanku.

Hingga akhirnya aku lelah dengan sikap mereka, aku membawa Nenek pergi dari rumah. Karena aku sudah bekerja dan belum mendapatkan gaji, Raka memintaku untuk tinggal di rumahnya yang cukup besar.

Awalnya aku juga merasa keberatan karena akan merepotkan Raka, namun aku tidak punya pilihan lain selain menerima bantuannya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang