Ketika aku dan Arya tiba di alun-alun kota xxx, suasananya begitu ramai. Apalagi di perjalanan menuju alun-alun kota ini lalu lintas cukup padat. Itu karena memang kebanyakan dari mereka datang ke tempat ini.
Saat kami berdua turun dari mobil dan berjalan dari parkiran menuju alun-alun, di sepanjang jalan sudah dipenuhi dengan kerumunan orang-orang yang akan menghabiskan waktu malam minggu mereka di tempat ini.
Kami berdua terus berjalan bersama para pengunjung lainnya menuju pintu masuk alun-alun dan sudah disambut oleh para penjual makanan. Makanan yang dijual mulai dari makanan cepat saji berupa makanan yang di goreng, direbus dan dibakar.
Aroma jagung bakar segera menyeruak ke dalam hidung diikuti dengan asap dari hasil dari pembakaran.
Semakin berjalan masuk ke dalam kami mulai menemukan jenis penjual lain, berupa penjual minuman, mainan, serta pakaian.
"Kamu mau beli minuman atau makanan Dimas?" Tanya Arya yang ada di samping kiriku, setelah berjalan dengan perlahan sambil sesekali melihat barang dagangan para penjual.
"Nanti saja, setelah tadi sore makan di restoran hotel, aku masih merasa kenyang." Setelah cukup lelah dengan aktivitas kemarin malam, kami berdua makan di restoran hotel. Di sana aku makan cukup banyak. Saat kami selesai makan, aku mengajak Arya untuk pergi keluar menghabiskan waktu malam minggu kita dan segera disetujui oleh Arya.
"Bagaimana kita masuk lebih ke dalam? Aku ingin lebih banyak melihat apa yang ada di sini?" Tambahku lalu dijawab anggukan Arya serta ajakannya, "Ayo."
Saat kami semakin masuk ke dalam, banyak permainan layaknya di taman hiburan besar. Namun perbedaanya, permainan di sini tidak sebesar dan selengkap di sana.
Di sisi kanan ada permainan kuda yang berputar, di sebelah kirinya ada permainan berbentuk seperti kapal yang tengah dinaiki para pengunjung. Mereka maju ke depan dan ke belakang mengikuti arah gerakan kapal yang berayun.
Di bagian tengah ada sebuah besi lingkaran dan beberapa pengunjung mulai duduk di kuris besi tersebut. Lingkaran besi tersebut berdiameter cukup besar sehingga sepertinya muat untuk dinaiki lebih dari 30 orang dewasa.
Di bagian ujung alun-alun ada sebuah bangunan yang berbentuk seperti tabung. Orang-orang yang telah membayar karcis naik menuju bagian sisi tabung yang ada di atas.
Grungg grunggg
Terdengar suara derungan motor dari dalam bangunana tersebut lalu diikuti dengan getaran pada seluruh bangunan.
"Kamu mau naik ke sana?" Arya bertanya sambil menunjuk ke bagungan tabung beratap tersebut.
"Tidak." Jawabku sambil menggelengkan kepalaku.
"Lulu, kamu mau naik kapal berayun tersebut?"
"Tidak juga."
"Lalu kamu mau naik yang mana?"
"Aku tidak mau naik apapun. Aku hanya merasa takut saja. Jika aku naik itu, aku takut kalau motornya akan lepas kendali dan mengenai tubuhku. Atau hal buruk yang akan terjadi bangunan tersebut akan roboh dan semua orang yang ada di sana tertimpa bangunan tersebut akibat gerakan motornya yang memutar di tengah.
Selain itu jika aku naik kapal berayun tersebut, penyangga ayunan akan lepas dan dan semua pengunjung jatuh akibat besi tidak bisa menahan beban yang berat. Lalu jika aku menaiki besi berputar tersebut, besinya akan menusuk tubuhku dan membuatku meninggal." Kataku sambil bergidik ngeri memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi jika aku nekat menaiki permainan itu.
( Author note: Dimas adalah generasi korban film final d*stination :D )
"Kamu terlalu overthinking. Para pemilik permainan tersebut pasti sudah mengecek keadaan permainan tersebut sebelum pengunjung menaikinya." Jawab Arya.
"Iya, tetap saja kemungkinan pasti ada kan?" Kataku masih keukeuh.
"Bagaimana dengan kuda berputar? Aku rasa tidak ada kemungkinan terburuk. Kudanya berputar dengan pelan."
"Tidak juga, aku takut kabelnya rusak dan membuat kuda berputar dengan. Cepat hingga aku terpental jauh. Terlebih itu untuk anak-anak."
"Ya sudah, kalau kamu takut kita tidak perlu naik ke sana. Sepertinya masih ada permainan yang tidak akan membuatmu overthinking."
Dari tempat kami berjalan ini, kami melihat banyak orang berdiri di depan sebuah kios. Saat tiba di sana banyak barang yang dijejerkan di atas meja panjang. Barang yang ada di atas meja terdiri dari berbagai jenis, ada snack, minuman, rokok, jam tangan dan yang lainnya.
Kami hanya perlu membayar sebanyak sepuluh ribu agar bisa mendapat kan sebuah rotan lingkaran 10 buah.
Setelah membayar aku mencoba melemparkan rotan lingkaran tersebut ke atas meja dan berharap bisa masuk ke salah satu hadiah.
Aku memfokuskan pikiranku dan mencoba mengabaikan suara bising yang terdengar. Aku memegang bagian belakang rotan dengan tangan kananku lalu dengan perlahan namun pasti, rotan tersebut melayang di udara lalu mulai turun.
"Ahh!" Aku mengerang kesal karena rotan tersebut tidak masuk di barang apapun.
"Jangan menyerah dan coba lah kagi. Masih ada 9 rotan yang tersisa." Arya mencoba menyemangatiku.
"Oke."
Aku melempar sisa rotan yang ada satu persatu persatu dan mencoba berbagai teknik yakni melemparnya sambil menjinjitkan kedua kaki atau sedikit memiringkan tubuhku ke depan. Atau melemparnya dengan kuat dan lemah.
Namun dari semua percobaan selalu menghasilkan kegagalan. Entah itu rotannya tidak sampai meja, melewati meja atau hampir masuk ke salah satu hadiah.
"Kenapa ini sangat susah sekali. Padahal saat aku melihat orang lain memainkannya itu dan gagal, aku berpikir aku akan jauh lebih baik."
"Giliran aku yang bermain, aku akan mendapatkan hadiah yang kamu inginkan. Kamu mau hadiah apa? Apa mau hadiah boneka beruang berwarna pink itu?" Tanya Arya.
"Apa kamu bisa mendapatkannya?"
"Tentu saja, lihat saja pasti boneka tersebut akan segera berada di pelukanmu."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Catch Me If You Can
Romansa[ End ] Aku, Dimas Herdian, saat di akhir makan malam bersama Arya Baskoro aku mengatakan kepadanya agar kami tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang membully-ku sewaktu SMA dulu. Namun sehari kemudian aku malah kembal...