Part 59

3.7K 244 0
                                    

"Berdasarkan hasil pengecekan tadi, sudah dipastikan kekasih anda tengah hamil. Dia tengah mengandung di pertengahan bulan kedua. Selamat, anda akan segera menjadi seorang ayah."

Dokter tersebut memberi selamat kepada Arya. Arya dengan gelagapan menerima tangan dokter yang diukurkan kepadanya.

"Terima kasih."

Arya melepaskan jabat tangan mereka. Dokter kemudian kembali berbicara, "Setelah ini saya menyarankan agar anda membuat kekasih anda menjauh dari hal-hal yang bisa membuatnya stres dan kelelahan. Selain itu, coba hindari melakukan aktivitas yang berat. Segera beristirahat setelah merasakan kelelahan dan jangan memaksakannya. Makanlah makanan yang sehat dan bergizi. Dengan begitu keadaan janin yang tengah dikandung akan terus dalam keadaan baik. Selanjutnya, setiap minggu kalian bisa datang kesini untuk mengecek keadaan istri anda dan janinnya."

"Baik, saya akan ingat itu, Dokter." Arya menjawab dengan mantap.

Semenjak tadi aku bingung harus mengekspresikan perasaanku seperti apa. Aku sangat kaget dengan fakta bahwa aku tengah hamil. 

Aku baru sadar, selama aku dan Arya melakukan hubungan, kami tidak pernah memakai sebuah pengaman. Apalagi saat Arya tengah mengalami rut. Kemungkinan aku akan hamil pasti besar.

Akan tetapi kenapa aku tidak ingat hal sepenting itu. Aku hanya memikirkan agar Arya bisa segera tenang dari rut-nya dan mengabaikan keadaanku sendiri. 

Bagaimana ini?

"Dimas?"

"Hah? Apa?" 

Aku segera tersadar dari pikiranku setelah Arya memanggilku.

"Kamu kenapa? Sedari tadi masuk mobil, kamu selalu melamun?" Tanya Arya yang baru saja menghentikan mobil. Lampu lalu lintas di depan kami tengah berwarna merah. Di sisi lain jalan, kendaraan lain tengah melaju di depan kami.

"Itu…"

Aku bingung harus menjawab seperti apa. Jadi aku memilih untuk melirik ke sisi kiri jalan. 

"Setelah ini aku ingin kamu kembali tinggal di apartemenku bersama nenek."

Mendengar perkataan Arya aku sega berbalik untuk melihatnya. Arya kembali berbicara, "Aku ingin kalian menetap di apartemenku. Aku tidak ingin kamu tinggal di kontrakan bersama nenek, ak-."

"Kenapa tiba-tiba?" Aku bertanya menghentikan perkataan Arya. 

Lampu lalu lintas di depan sudah berganti menjadi warna hijau. Arya kembali melajukan mobilnya di jalan bersama dengan kendaraan lain.

"Aku takut kalau kamu dalam keadaan kurang baik, tidak ada yang bisa menjagamu. Walaupun ada nenek, tapi tetap saja kamu butuh orang yang lebih muda untuk menemanimu. Oleh karena itu, sebagai kekasihmu, aku ingin kamu kembali tinggal di apartemen milikku."

Setelah mendengar itu aku segera menjawab, "Aku tidak ingin."

"Mengapa?" Arya terlihat kecewa mendengar jawabanku.

"Apa kamu tidak senang karena hamil? Aku meminta maaf mungkin aku terlalu memikirkan diriku dan mengabaikan perasaanmu. Pasti itu sangat sulit bagimu." Arya berbicara kembali, nadanya terdengar sedih.

Apa aku tidak senang?

Aku memegang perutku dan mengusapnya dengan lembut. Tidak lama lagi perutku akan semakin membesar. Di dalam sana ada sebuah nyawa yang tengah tumbuh dan menunggu untuk segera lahir ke dunia ini.

Ini sesuatu perasaan yang baru aku alami.

Bukan, bukan aku tidak senang karena tengah mengandung. Namun…

"Tentu saja aku senang karena tengah mengandung anak dari orang yang sangat aku cintai dan sayangi. Namun, apa kamu tidak keberatan?" 

"Maksudmu?" Arya sedikit kebingungan.

Aku menjawab dengan pelan sambil menundukkan kepalaku. "Hanya saja, mungkin kamu kaget bahwa aku tengah mengandung anakmu. Aku juga takut kalau kamu belum siap menerimanya. Karena ini sangat tiba-tiba..."

"... aku tidak pernah merasa seperti itu." Arya diam sementara waktu hingga akhirnya menjawab.

"Benarkah?" Aku segera mendongakkan wajahku dan melihat ke samping kanan tempat Arya berada. 

Arya mengangguk dan tersenyum lalu menjawab, "Iya, aku sangat senang kamu tengah mengandung anak kita. Walaupun begitu, kamu pasti cukup kaget juga."

"Iya, aku sedikit kaget. Tapi aku hanya takut kamu tidak ingin menerimanya."

"Tidak. Aku tidak seperti itu." Arya membantah perkantaanku.

"Aku senang mendengarnya."

Aku sekarang merasa lebih lega. Perasaan sesak di dalam dadaku terasa hilang dengan perlahan. Aku pikir aku terlalu berpikir berlebihan.

Setibanya di kontrakan, aku segera memberitahu nenek. 

"Pasti kamu yang telah membuat cucuku hamil!" Nenek berbicara dengan tajam sambil menatap Arya.

"Nenek jangan salahkan Arya." Aku berusaha untuk membuat nenek tenang dengan memegang lengan kanannya.

"Tapi dia sudah bersalah dengan menghamilimu." 

"Nenek, itu memang kesalahan saya telah menghamili cucu nenek. Saya minta maaf karena menyakiti nenek. Namun saya akan bertanggung jawab sepenuhnya. Bayi yang Dimas kandung adalah darah daging saya sendiri. Dimas adalah orang yang sangat saya cintai. Saya akan berjanji untuk terus merawat Dimas dan anak kami nanti. Saya juga akan berusaha untuk terus memberi mereka kebahagian."

Nenek terdiam mendengar penjelasan Arya.

Arya lanjut menambahkan, "Jadi, saya meminta izin kepada nenek untuk mengizinkan saya menikahi Dimas."

Apa?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang