Part 31

6.2K 515 1
                                    

Ding dong~

Terdengar bunyi suara bel dari depan rumah. Aku yang baru saja selesai sarapan segera berjalan ke depan untuk membukakan pintu.

"Pagi, Dimas" sapa Arya setelah pintu terbuka dan menampilkan dirinya yang tengah berdiri memakai kaos hitam dan celana jeans selutut. 

"Pagi, Arya. Silahkan masuk." Ajakku

Arya pun mengikutiku dan masuk ke ruang makan dan menyapa Raka serta Nenek.

"Kamu sudah makan belum?" Tanyaku

"Sudah. Sebelum berangkat ke sini aku sudah sarapan. Omong-omong dimana barang-barang yang akan kamu bawa pindah?" Tanya Arya.

Aku, Arya dan Raka yang telah selesai makan pergi menuju kamarku. Di kamar semua barang telah aku rapikan ke dalam 1 koper besar dan 1 tas jinjing sedang. 

"Hanya ini saja?" Tanya Arya memastikan. Mungkin ia heran barang-barangku hanya sedikit. Tentu saja itu hanya sedikit, aku tidak bisa membawa barang lain saat kabur waktu itu.

"Iya, hanya itu saja." Kataku. Mendengar itu Arya membawa satu koper tersebut. Sedangkan Raka membawa tas jinjing. Mereka membawa dua barang tersebut ke depan dan memasukkannya ke dalam mobil milik Arya.

"Raka, terima kasih banyak telah membantu aku dan Nenek selama ini. Kami tidak akan melupakan kebaikanmu" Kataku lalu memeluk Raka.

"Sama-sama." Jawab Raka

"Lain kali kamu bisa datang ke kontrakan kami" Kataku

"Tentu saja. Pasti aku kan berkunjung ke sana." Kata Raka

"Ehem." Terdengar suara Arya berdehem. Raka pun segera melepas pelukannya begitu pula denganku. 

Setelah itu Nenek juga berpamitan dengan Raka dan mengucapkan terima kasih.

"Nak Arya, temannya Dimas bukan?" Tanya Nenek setelah kami bertiga masuk ke dalam mobil dan mobil melaju di jalanan menuju kontrakan kami.

"Benar, Nek. Dulu sewaktu saya dan Dimas masih berteman semasa SMA, saya pernah berkunjung sekali ke rumah nenek. Nenek masih ingat saya?" Tanya Arya sambil melihat ke kaca dashboard menatap sebentar Nenek yang duduk di kursi bagian tengah.

"Benarkah?" Nenek sedikit terkejut mendengar fakta tersebut. Namun kemudian kembali melanjutkan kalimatnya, "Kamu teman Dimas sewaktu dia masih SMA? Nenek tidak ingat. Nenek sudah tua jadi sangat pikun. Nenek hanya tahu Raka saja" 

"Iya, Nek. Tentu saja nenek pasti lupa. Itu sudah 8 tahun yang lalu. Saya jarang bermain ke rumah nenek. Lalu saat itu saya hanya sekolah satu tahun saja lalu pindah ke luar negeri. Saya juga baru beberapa bulan yang lalu kembali ke sini." 

"Sebentar? Kamu bilang pindah ke luar negeri." Kata Nenek memastikan. Aku merasakan akan ada sesuatu yang tidak beres.

"Iya, Nek" jawab Raka

"Apa kamu orang yang membuat Dimas menderita?"

Pertanyaan dari Nenek tersebut membuat Arya terdiam. Segera suasana di dalam mobil menjadi sunyi. Hanya terdengar suara mesin saja.

"Nenek nanti makan siang mau makan apa?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana dengan mengalihkan topik pembicaraan. 

Nenek tidak menjawab namun malah Arya yang menjawab, "Benar, Nek. Itu saya." 

Saat Arya mengatakan itu aku menatap matanya lalu membuat isyarat dengan mataku mencoba menyampaikan kalau kenapa ia harus mengatakan itu.

Arya segera menggerakkan kepalanya ke bawah perlahan, seolah-olah mengatakan kalau itu tidak apa-apa.

Akan tetapi sejak di dalam mobil hingga kami sampai di lokasi kontrakan tersebut Nenek tidak sekalipun berbicara dan menatap Arya.

Kontrakan yang akan menjadi tempat tinggal aku dan nenek berlokasi cukup bagus. Lingkungan tidak terlalu padat penduduk dan kumuh walaupun berada di tengah kota. Selain itu kondisinya pun bagus. Sesuai dengan harga yang ditawarkan. Kontrakan tersebut tidak hanya ada satu, namun ada 10 pintu. Untung saja aku segera membayar sewa dp, kalau tidak aku harus mencari lagi. Itu karena awalnya 10 kontrakan ini penuh lalu tiba-tiba ada satu penghuni yang keluar. Biasanya selalu banyak orang yang ingin menyewanya juga.

Aku, Nenek dan Arya menyapa para penghuni kontrakan saat kami turun dari mobil. Setelah itu Arya dan aku membawa barang-barang ke kontrakan kami. 

Di kontrakan baru ini aku berharap Nenek dan aku bisa tinggal betah dan nyaman. Apalagi paman dan bibiku setelah menjual rumah tersebut tidak datang atau menghubungi kami lagi.

Kali ini aku berusaha percaya mereka tidak akan mengganggu kami lagi. Walaupun ada sedikit dalam hatiku yang merasa gelisah akan tetapi aku segera menyingkirkannya. 

"Nenek, saya mau pamit pulang dulu." Kata Arya kepada Nenek, namun nenek mengalihkan pandangannya dan mengabaikan Arya. 

"Nek, saya minta maaf telah menyakiti cucu tersayang nenek satu-satunya. Saya merasa sangat bersalah. Waktu itu saya masih remaja dan pikiran saya belum dewasa. Saya sangat menyesali itu" kata Arya

"Jangan minta maaf kepada saya. Minta maaflah ke Dimas." Akhirnya Nenek berbicara namun ia masih menatap ke arah lain.

"Saya sudah minta maaf kepada Dimas. Saya juga berjanji tidak akan menyakiti Dimas lagi sekarang dan di masa depan nanti. Saya akan terus menjaga dan membahagiakan Dimas. Nenek bisa pegang kata-kata saya." 

Saat Arya mengucapkan hal tersebut ia terdengar sedang meminta restu kepada Nenek. Sekarang pipiku mulai terasa menghangat. Entah itu karena cuaca yang mulai terasa panas karena matahari sebentar lagi berada di puncaknya atau karena hal lain.

.
.
.
.
.
Semangat berjuang Arya! Semoga nenek segera memberimu restu😆😆😆
.
.
.
.
.
To Be Continued

[BL] Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang