59

3.4K 127 2
                                    

Hay hay aku kembali lagi. Karena udah kelas XII SMA jadi sibuk banget sama persiapan ujian dan tugas jadi gak bisa update tiap hari kayak dulu

Tetap di cerita ini ya...

Tandai typo!

***

"Sweetie!"

Ivy menoleh ke asal suara, senyumnya mengembang melihat penampilan suami kesayangannya. Eh, apakah baru saja ia mengakui bahwa ia menyayangi suaminya.

"Kenapa geleng-geleng kepala gitu? tampilan aku jelek ya?" Ivy terkekeh lalu mencubit pipi Erlang pelan.

"Udah ganteng banget kok, yaudah ayo pergi," semburat merah muncul di wajah tampan Erlang.

"Sakit atau bagaimana? kok merah?" tanya Ivy memiringkan kepala membuat ia terlihat menggemaskan di mata Erlang.

Tak mau menjawab, Erlang mengambil tindakan dengan merangkul mesra bahu sang istri lalu berjalan keluar. Malam ini mereka akan jalan-jalan sekedar refreshing karena selama seminggu ini mereka disibukan dengan berbagai macam tugas. Bahkan, Erlang sampai menangis karena tugas sialan itu ia tak bisa tidur memeluk istrinya.

Dengan balutan kemeja berlengan pendek dipadukan dengan celana trousers yang semuanya hitam membuat Ivy semakin cantik dan terselip kesan badas dari penampilannya itu.

Ivy berbinar melihat pemandangan diatas kepalanya. Langit malam berbalut bintang dengan bulan yang bergelantung indah tak berhenti membuat bibir istri dari Erlang itu terus tersenyum.

"Suka banget ya sama malam?" tanya Erlang sembari mengelus rambut istrinya sayang, pancaran matanya penuh cinta hanya terarah pada satu nama, Yvonne Ludovica.

"Malam itu indah penuh bahagia, waktu malam itu punya keistimewaan. Manusia lebih banyak menyembah di malam hari, lebih banyak curhat pada Sang Pencipta di malam hari. Malam itu tenang dan damai," Ivy masih saja menatap langit malam sambil mulutnya terus bertutur membuat Erlang kembali lagi jatuh cinta.

"Kalau siang?"

Ivy diam merasakan hembusan angin sejenak. Mereka saat ini berada di wahana bianglala menambah keromatisan di antara keduanya. Hiruk pikuk para pengunjung pasar malam menambah kesyahduan suasana malam itu.

"Siang juga gak kalah hebat, di siang hari juga kita bisa mengagumi semua ciptaan Tuhan tanpa terhalang kegelapan," jawab Ivy menyelipkan helaian rambutnya ke telinga.

"Pertanyaan terakhir," Ivy menoleh menatap ke mata cokelat yang terang itu. "Pendapat kamu tentang aku?"

"Nyebelin, cengeng, semena-mena, satu lagi nyeremin kalo marah" Erlang mendengus kesal lalu duduk membelakangi istrinya.

Bianglala yang mereka naiki berhenti. Tanpa menunggu Ivy, Erlang langsung turun begitu saja. Sedangkan, Ivy terkekeh lalu menyusul dirinya sambil menatap wajah tampan suaminya.

"Tuh kan ngambekan orangnya," celetuk Ivy mendapat pelototan dari Erlang.

"Kamu mah gitu," nadanya terdengar manja membuat Ivy kembali terkekeh.

"Yaudah, jawaban pertanyaan terakhir tadi yang sebenarnya itu kamu istimewa," Ivy menangkup wajah Erlang.

Erlang cemberut. "Itu doang?"

"Ngelunjak! Istimewa menurut aku gak hanya satu arti tapi artinya banyak banget mencakup segala hal di dunia ini," Ivy merentangkan tangannya memperagakan perkataannya membuat wajah cemberut Erlang kembali cerah.

Setelah adegan singkat mereka tadi, Ivy menyeret Erlang untuk jajan berbagai makanan dan mengunjungi semua wahana terkecuali kora-kora karena ia benci hal seperti itu. Walau ia suka hal yang menguji adrenalin namun terkecuali wahana-wahana seperti itu. Kalau di suruh menghajar orang mungkin ia bisa menjadi pemenangnya secara kan dia preman Bandung.

"Makannya pelan-pelan," Erlang mengusap pelan bibir Ivy yang kotor.

"Mau?" Ivy menyodorkan gulali ke depan Erlang dan dibalas gelengan singkat dari cowok itu.

Seusai menikmati waktu berdua, kedua berjalan sebentar menyusuri trotoar yang dekat dengan pantai sambil bercengkerama.

"Terus kata bu Hana kapan lagi bimbingannya?" tanya Erlang.

"Mulai minggu depan," jawab Ivy. "Erlang beli cokelat yuk."

Erlang menggenggam erat tangan Ivy dan mulai menyebrang jalan. Akan tetapi, sebuah mobil dengan kecepatan di atas rata-rata mengarah pada keduanya membuat Erlang dengan cepat mendorong tubuh Ivy ke seberang.

"ERLANG!" Ivy berteriak keras membuat semua atensi mengarah padanya.

Brugh!

Tubuh Erlang terpental jauh dengan darah mengalir dari kepalanya, Ivy lantas menuju ke suaminya lalu memeluk tubuh yang belum kehilangan kesadarannya. Air mata sudah mengucur deras dari netra cokelatnya.

"Ja...ngan nangis swee...tie," bibirnya memucat itu masih bisa mengibur istrinya.

"Bertahan ya, hiks... jangan tinggalin aku...," Ivy masih tersedu-sedu.

WOY! JANGAN KABUR 

TELEPON POLISI SEKARANG JUGA

Teriakan para warga sekitar berusaha menghentikan pelaku tabrak lari tersebut namun naas, pelakunya sudah melaju meninggalkan Erlang yang menjadi korban. 

Dengan cekatan, beberapa orang pria menhentikan taxi dengan tiba-tiba dan menggendong tubuh Erlang untuk masuk. Dalam waktu dua puluh menit akhirnya mereka tiba di rumah sakit, tepatnya Atreyas Internasional Hospital.

***

Sudah hampir dua jam Ivy dan kedua orang tua serta kedua mertuanya menunggu di luar ruang operasi sambil terus berdoa akan keselamatan Erlang.

"Kamu jangan terlalu sedih ya, Erlang pasti baik-baik aja kok," hibur Sofia mengelus punggung putri yang sedang memeluk dirinya.

"Bener itu, Erlang itu anaknya kuat kok," Selena ikut menghibur menantunya.

Lain halnya dengan para perempuan yang tengah bersedih. Dean dan Ronald membahas pelaku tabrak lari anak mereka.

"Aku tidak akan melepaskan pelakunya," geram Ronald.

"Aku juga sama, sobat. Bagaimana pun pelakunya seakan mengincar Ivy, jika tak ada Erlang mungkin saja Ivy yang berada di dalam sana," timpal Dean meremas kuat ponselnya.

"Berani sekali mereka mengincar menantuku, lihat saja bahaya mengintai mereka," kembali lagi Ronald meraup wajahnya kasar.

Tak lama setelah perbincangan mereka seorang dokter keluar dari ruang operasi. Dengan sopan ia menyapa kedua pria berkuasa di depannya itu.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Ronald dengan nada sendu, mau bagaimanapun Erlang itu sangat manja padanya namun semenjak menikah ia hanya bersikap manja pada istrinya.

Ivy kembali menjatuhkan tetesan air matanya setelah mendengar penjelasan dokter yang menangani suaminya bahwa sang suami mengalami patah tulang di tangan kanannya tak lupa 3 jahitan di bagian dahinya karena sempat robek ketika kecelakaan.

Setengah jam kemudian...

"Udah jangan sedih lagi, Erlang kuat kok. Kamu aja yang cengeng," Ravin memeluk adiknya dan mengelus rambut itu sayang.

"Hiks... abang jahat...," kesal Ivy memukul dada bidang sang kakak.

"Nak, kamu beneran mau temani Erlang di sini sendirian?" Tanya Selena.

Pasalnya, Ivy meminta waktu berdua bersama suaminya yang masih dalam pengaruh obat bius. Kedua orang tuanya, mertuanya serta sang kakak akan pamit pulang dan akan datang besok. Apalagi Davin ditinggalkan sendirian di rumah membuat Dean dan Sofia harus bergegas.

"Beneran bun. Gak papa kok, bunda sama ayah istirahat aja biar Ivy yang jagain Erlang," ucap Ivy mengusap air matanya.

"Kalau begitu jaga diri kamu sama suami kamu, kami pergi," Dean dengan sayang mengecup pucuk kepala gadis kecilnya.

Tersisalah dua insan berbeda jenis kelamin itu. Ivy duduk di samping brankar sembari tangannya ditautkan dengan tangan Erlang. Wajah tampan yang selalu merengek itu kini pucat pasi membuat hati Ivy mencelos.

***

Kira-kira siapa ya yang pengen nabrak Ivy? Ada yang tahu?

Kamu milikku! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang