Chapter 22

175 25 1
                                    

Aku masih tidak paham kenapa aku terkejut saat itu. Hanya beberapa minggu berlalu sejak kami bertemu, dan dia bukan orang yang ramah. Keberadaan yang melekat dengan manajer yang digunakan Yoohan kapanpun dia perlu; Hansoo hanya sekedar itu. Tapi aku sangat terkejut, rasanya seperti ada bilah di depanku yang tidak kusadari karena aku sibuk melindungi sesuatu di kejauhan.

Intinya, wajar saja Yoohan juga bermain-main dengan Hansoo, aktor lain di bawah manajer kami.

'Yoohan hyung sangat kesal tentang sponsormu. Dia akan menghancurkan mereka semua sebelum dia menjadi besar, dia sedang menggertakkan gigi sekarang.'

7:30 malam. Aku naik kereta sambil memikirkan manajer dan Hansoo yang bakal berada di teater kecil karena wawancara tentang penampilannya. Suara derakan kereta berdenging di latar belakang, tapi kata-kata terakhir si rambut kuning terngiang-ngiang di benakku.

'Sebelum datang kesini, Yoohan hyung tersenyum saat aku datang kesini. Aku bertanya apakah ada berita bagus dan dia bilang akhirnya bisa mencabut sebuah duri.'

Setelah 40 menit perjalanan kereta yang entah kenapa terasa lama, aku tiba di teater kecil yang pernah kudatangi sekali. Mobil tua manajer tak terlihat dimanapun dekat teater. Berpikir mungkin dia tidak ada disini, aku membuka pintu belakang yang kulalui sebelumnya. Untuk memasuki teater, kau harus melewati lorong yang gelap dan sempit. Tapi sebelum aku bisa masuk dan mencarinya, aku menemukan Hansoo di tangga masuk. Hansoo yang sedang duduk di ujung tangga mendongakkan kepala mendengar suara pintu.

"Huh? A-apa yang kau lakukan disini?"

Dia mencoba tersenyum seperti biasanya, tapi ekspresi yang dia bukan hanyalah distorsi aneh.
Itu semua berkat matanya yang bengkak dan merah, serta wajah yang kacau dengan air mata beruraian dimana-mana.

Entah bagaimana, rasanya aku sudah dipukul oleh Myeongshin. Sementara itu, aku merasa cukup inferior. Perasaan itu menjadi semakin dalam saat aku melihat Hansoo.

'Aku dihancurkan seperti orang bodoh. Haha... A-ada kamera. Aku belum pernah mendengarnya... Segera setelah aku melihatnya memegang kamera besar dan mencoba merekam aktingku...'

Seluruh kata-katanya yang coba dia jelaskan dengan senyum terpaksa tidak keluar.

Tapi lucu bagaimana pria yang bahkan tidak bisa menyeka semua air mata yang mengalir dan hidung beringus itu malah mengkhawatirkan manajer dulu. Menurut Hansoo, manajer mungkin pergi menemui orang besar. Segera setelah dia melihat kamera, Hansoo hanya membeku, jadi dia tidak bisa mengatakan apapun di atas panggung.

Tentu saja, situasi yang tersembunyi dibalik siapa yang memasang kamera sudah jelas. Hansoo terus memanggil dirinya orang bodoh dengan kepala tertunduk, dan air matanya jatuh. Lantainya sangat basah sehingga rasanya luar biasa bagaimana begitu banyak air mata bisa keluar darinya.

Aku menatapnya sesaat, lalu berbalik dan keluar. Berdiri di depan pagar besi yang tertutup, aku menatap jalanan yang gelap. Waktu sudah menunjukkan jam makan malam, jadi jalanannya seperti gang sempit, tapi sesekali orang-orang melewatiku.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berdiri disana. Suara musik samar terdengar dari sebuah toko. Saat lagu yang kudengar dengan urutan yang sama mulai terulang lagi, tipe badan yang familier menarik perhatianku. Manajer berjalan tak berdaya dengan pundak merosot dan melihat tanah. Aku tidak punya pilihan selain pura-pura tidak menyadarinya duluan. Aku agak bingung karena tidak tahu bagaimana memperlakukan manajer dengan cara yang bukan diriku sendiri. Manajer, yang baru mengenaliku saat aku mendekat, membuka mulut duluan.

"Oh, ternyata Taemin. Kapan kau tiba?"

"Beberapa saat yang lalu."

"Begitu. Apa kerjamu bagus di kelas?"

PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang