Chapter 42

385 21 1
                                    

"Apa kau kaya?"

Segera setelah aku menekan tombol lantai pertama di lift, si orgil yang masuk duluan bertanya dari belakang. Mengecek kalau nomor lantai 3 dan 1 basement yang tadi dia tekan berwarna merah, aku menolehkan kepala untuk melihat apa yang dia katakan. Lalu dia menggunakan dagunya untuk menanyakan tombol yang kutekan .

"Kau bilang kau tidak mau naik mobilku."

"Apa hubungannya aku tidak mau naik mobilmu dengan uang?"

Aku bertanya lalu menyadari dia sedang membicarakan taksi. Itulah kenapa bor... Apa ya katanya? Apapun itu, orang kaya. Aku mengambil jamku dan dengan tangan yang satu lagi mengetuk kaca yang tergores.

"Kereta pertama jalan di waktu ini."

Aku menaikkan satu alis. Saat berbalik, aku ingat hal yang penting. Bagaimana bisa kau membicarakan ibu kota Lithuania tanpa tahu pengetahuan umum dasar ini? Aku baru saja mau memanggilnya, tapi liftnya berhenti di lantai pertama dan pintunya terbuka, tapi si orgil melewatiku dan keluar duluan. Tiba-tiba, aku tidak bisa keluar karena tak bisa berkata-kata bahwa dia meninggalkanku, tapi pria itu berbalik dan mendesakku.

"Apa yang kau lakukan?"

"Kenapa kau keluar?"

"Kau bilang akan naik kereta?"

Kapan aku mengatakannya? Aku hanya bilang kalau kereta pertama sudah jalan. Aku terburu-buru membuka pintu lift yang mau menutup, jadi balasannya tidak keluar. Tetapi, lewat pintu yang terbuka, si orgil membuka mulut terlebih dahulu.

"Kenapa? Orang-orang sepertiku yang bor..."

Dia tiba-tiba berhenti berbicara, lalu menyipitkan mata dan bertanya.

"Apa bahasa gaulnya orang kaya yang diawali dengan 'bor'?"

Ada sedikit rasa takut tercampur kebencian yang muncul dariku di saat ini. Apakah pria itu mendapat pencerahan dari Tuhan tentang apa yang kupikirkan?

"Bor apa?"

"Bor... jor*?"

*NB: yang dimaksud itu borjuis

Aku menatap matanya yang bulat dan tahu aku salah. Aku sadar telah kehilangan kesempatan menggoda pria yang mulai terkikik dengan tangan di dinding.

***

Untungnya masih pagi, jadi tidak ada yang sadar kalau aku pergi bekerja dengan kereta bersama Direktur Yoon yang produktif. Aku turun di lantai tiga yang familier dan memanggil manajer. Sinyalnya tidak padam beberapa kali, tapi kemudian suara gugupnya terdengar.

"Dimana kau?"

[Uh? T- Taemin? Maaf, tapi aku agak...]

Suaranya yang mengeras karena tegang sedikit gemetar. Mungkin dia juga mendapat kabar di pagi hari dan dipanggil ke perusahaan. Kabar bahwa langit akan runtuh dan dia adalah pelakunya.

"Aku juga mendengar kabarnya. Aku ada di kantor sekarang."

Keheningan mengalir di sisi penerima seolah-olah sudah berhenti bernapas, lalu manajer berkata dengan tegas.

[Taemin-ah, aku tidak seperti itu.]

"Aku tahu. Jadi aku disini. Dimana kau?"

Setelah mendengar tempat darinya, aku menutup telepon dan pergi menuju tangga.

Aku melompati beberapa undakan sekaligus, dan saat aku tiba di lantai tujuh, aku mellihat lorong yang menuju ke ruang eksekutif. Di dalam pintu keamanan yang menghalangi lorong, manajer berdiri dengan wajah kuyu. Seolah-olah sedang menunggu pintu terbuka, dia melihatku dan membuka pintu dari dalam.

PaybackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang